Bangkit dari Diskriminasi

Tiap tanggal 20 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Tanggal tersebut dianggap sebagai momentum pergerakan nasional, yang ditandai dengan lahirnya boedi Oetomo (BO) 20 Mei 1908. Perjuangan mulai berskala nasional, ketika tumbuh semangat persatuan, kesatuan, dan cita-cita untuk merdeka. Akhirnya cita-cita itu terwujud pada 17 Agustus 1945, akan tetapi, apakah saat ini bangsa Indonesia sudah benar-benar merdeka?

Satu hal yang masih perlu direnungi adalah apakah bangsa ini sudah merdeka dari perlakuan tidak adil atau yang lazim disebut diskriminasi. Apabila di era penjajahan bangsa asing, perlakuan diskriminatif diterapkan pada warga pribumi, kini diskriminasi itu masih ada dan dilakukan oleh dan pada bangsanya sendiri.

Pernyataan tersebut mungkin terasa ironis, tapi itu memang yang terjadi. Ketika manusia telah berada pada zona nyamannya, kadang lupa datang dan menghilangkan rasa empati pada sesama. Misal pada dunia pendidikan. Diskriminasi era Belanda masih ditemui dengan adanya sekolah-sekolah berkelas internasional yang kecenderungannya bertarif mahal dan hanya dapat dinikmati oleh siswa dari kalangan berada. Apa bedanya dengan era colonial saat pendidikan hanya dapat dienyam oleh anak-anak Eropa dan Timur Jauh, serta dari kalangan bangsawan pribumi. Sedangkan bagi rakyat jelata, hanya pendidikan dasar ala kadarnya.

Selain itu, masih sering pula dijumpai saat siswa yang secara intelektual mampu, akan tetapi karena adanya keterbatasan fisik maka ditolak masuk ke sekolah umum. Sangat ironis, karena perlakuan itu datang dari sekolah yang dikelola oleh Negara, yang lazimnya punya tugas untuk mencerdaskan seluruh kehidupan bangsa. Lebih ironis lagi karena yang bertindak diskriminatif itu adalah juga manusia, yang mungkin lupa bahwa penyandang disabilitas atau siswa berkebutuhan khusus juga sama-sama manusia.

Pekerjaan rumah bangsa ini masih banyak mengingat momentum kebangkitan nasional sudah lebih dari 100 tahun. Sebab cita-cita bangsa ini tak hanya berhenti setelah menjadi bangsa yang merdeka dalam bentuk Negara, tetapi juga merdeka penuh sebagai manusia seutuhnya. Semoga kita sebagai bangsa mampu bangkit dan menghapus semua tindak diskriminasi dalam bentuk apapun.(DPM)

note: Editorial ini merupakan topic untuk Blogging Competition periode 22 – 28 Mei 2014.

Last Updated on 9 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *