Emirsyah Satar Didesak Hapus Diskriminasi di Garuda

Jakarta – Melalui petisi online di change.org, direktur utama PT Garuda Indonesia (Persero), Emirsyah Satar, didesak untuk menghapus perlakuan diskriminatif pada penyandang disabilitas di jasa maskapai yang dipimpinnya. Petisi online berjudul “Pak Emirsyah Satar, Hapuskan Surat Pernyataan Bagi Penyandang Disabilitas”, sudah berjalan selama seminggu dengan lebih dari 1.600 orang penandatangan (20-Maret-2013).

Petisi diawali dari somasi Cucu Saidah, pengguna kursi roda, beserta kelompok penyandang disabilitas dan YLBHI ke pihak Garuda Indonesia, Gapura Angkasa, Angkasa Pura, dan Kementrian Perhubungan atas perlakuan diskriminatif yang diterima Cucu ketika menggunakan Garuda dari Yogyakarta ke Jakarta (9-Maret-2013). Saat itu ia dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan sakit (yang sebetulnya tidak diperuntukkan kepada penyandang disabilitas) dan mengalami kerugian atas kursi roda yang rusak karena perlakuan tidak sesuai dari petugas pesawat. Lantas, pada 13 Maret 2013 diajukan somasi sebab hal ini bukan yang pertama kali terjadi.

Didukung oleh Usman Hamid dari change.org, petisi online yang beralamat di http://www.change.org/supportsaidah ditanggapi oleh pihak Garuda Indonesia dan bandara Cengkareng untuk mengadakan pertemuan pada 14 Maret 2013. Pasca pertemuan, pihak Garuda Indonesia meminta maaf, dan menjanjikan beberapa poin perbaikan. Di antaranya adalah penghapusan aturan mengenai surat pernyataan sakit untuk disabilitas yang dituangkan dalam Manual Service, penyediaan fasilitas khusus seperti ambu-lift dan wheelchair transporter, dan sosialisasi kepada petugas maskapai mengenai layanan pada penyandang disabilitas.

Sepekan setelah somasi, belum ada keputusan resmi yang diumumkan ke media massa mengenai pencabutan ketentuan surat pernyataan sakit untuk disabilitas dan perubahan SOP Manual Service. Kelompok penyandang disabilitas baru menerima bahwa Garuda Indonesia serius untuk menghapuskan aturan tersebut jika sudah ada keputusan tertulis yang diumumkan ke media oleh direktur utama Emirsyah Satar. Hal itu terlihat pada perubahan judul petisi yang di awal terbit “maskapai Garuda Indonesia: Hentikan Peraturan Diskriminatif” berubah menjadi “Pak Emirsyah Satar, Hapuskan Surat Pernyataan Bagi Penyandang Disabilitas”.

Cucu Saidah pun menyatakan tidak akan mencabut petisi sebelum ada keputusan resmi tersebut. Tiap tanda tangan pada petisi di http://www.change.org/supportsaidah akan terkirim langsung ke pihak Garuda Indonesia atas nama penanda tangan.

“Seribu tanda tangan, seribu petisi, seribu nama. 10 ribu tanda tangan, 10 ribu petisi terkirim dengan 10 ribu nama berbeda. Mereka yang tanda tangan, juga bisa sesekali waktu diundang untuk aksi, rapat atau kegiatan apapun ke depan yang dipandang penting oleh Mbak Cucu, YLBHI, dkk,” jelas Usman dari change.org melalui surat elektroniknya.

Berikut cuplikan isi petisi yang ditujukan kepada pihak Garuda Indonesia untuk penghapusan perlakuan diskriminatif:

“Saya cinta Garuda Indonesia tapi saya sering merasa bertepuk sebelah tangan. Penyandang disabilitas sering kali tidak diberikan hak akses dan perlakuan yang sama. Contoh, dari gate ke pesawat bis tidak dilengkapi akses disabilitas. Naik tangga ke pesawat pun harus merangkak. Di pesawat, sulit sekali dapat kursi depan. Ini penting untuk akses naik turun pesawat, dan akses toilet. Bayangkan saja, ke toilet terkadang harus merangkak! Bisa digendong, tapi risiko lebih tinggi. Garuda Indonesia yang katanya World’s Best Regional Airlines harus membuktikan bahwa mereka layak dapat penghargaan itu. Penyandang disabilitas tidak perlu dikasihani, hanya perlu diberikan hak akses dan perlakuan yang sama,” tulis Cucu pada petisi online di change.org

Integritas dirut PT Garuda Indonesia (Persero), Emirsyah Satar, tak perlu diragukan lagi. Pria asal Minang itu telah mampu membawa maskapai BUMN ini memperoleh rating bintang empat dunia. Bahkan, Garuda Indonesia saat ini menyongsong target rating bintang lima pada tahun 2015. Bukan hal yang sulit untuk membuat aturan yang akomodatif bagi penyandang disabilitas dan mengaplikasikannya;  sebab, layanan yang optimal bagi semua pelanggan tanpa terkecuali, juga menjadi salah satu kelaziman penerbangan internasional kelas dunia.(DPM)

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *