Isu Pendidikan Penyandang Disabilitas

Jakarta, kartunet.com – Pendidikan adalah salah satu pilar terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan, peradaban manusia semakin berkembang dengan pesat. Berarti peranan pendidikan sudah tidak dapat dipungkiri, mengingat kemauan teknologi saat ini berasal dari pendidikan yang berkualitas.


 


Sebagian besar penyandang disabilitas fisik mengalami kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Groce (2003) di berbagai negara anak-anak penyandang disabilitas dianggap tidak mampu belajar, apa pun disabilitas yang dialami. Selain itu, mereka juga kerap kali dianggap sebagai pengganggu atau penghambat dalam proses pembelajaran (Groce, 2003).


Selain itu, gedung sekolah pun dibangun dengan tangga-tangga dan jauh dari fasilitas umum lainnya sehingga tidak akses bagi individu dengan kesulitan mobilitas. Terbatasnya guru yang terlatih, materi pembelajaran yang kurang sesuai dan ketidak inginan untuk melibatkan penyandang disabilitas merupakan factor-faktor yang menyebabkan terbatasnya peluang belajar bagi anak-anak penyandang disabilitas, baik disabilitas fisik maupun disabilitas mental (Groce, 2003). UNICEF (1999) menduga bahwa penyebab utama jarang ditemuinya penyandang disabilitas di sekolah-sekolah adalah karena keluarga dan lingkungan sosial menganggap mereka tidak membutuhkan pendidikan sehingga ketika memasuki masa remaja ditemukan bahwa dalam hal pendidikan para penyandang disabilitas ini sangat jauh tertinggal dari teman-teman seusianya yang tidak menyandang disabilitas.


Terbatasnya pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas juga terjadi di Indonesia, walaupun Undang Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1997 mengenai penyandang cacat telah menetapkan adanya kesamaan kesempatan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Menurut data hasil statistik, di Indonesia terdapat sekitar 1,5 juta penyandang disabilitas yang berada pada usia sekolah. Akan tetapi hanya 5% atau sekitar 77.000 individu yang menempuh pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Di Jakarta sendiri sudah terdapat sekitar 65 SLB, baik untuk anak-anak penyandang disabilitas fisik maupun mental.


Sejak tahun 2003, pendidikan untuk anak-anak penyandang disabilitas mulai berkembang.  Undang Undang No. 20 tahun 2003 mengenai system pendidikan nasional mengemukakan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan khusus. Sejak itu pulalah pemerintah menunjuk beberapa sekolah khususnya di Jakarta untuk menjadi sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah umum yang memberikan kesempatan belajar bagi penyandang disabilitas. Selain sekolah-sekolah Negeri yang ditunjuk oleh pemerintah, beberapa sekolah swasta pun membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan.


Walaupun pemerintah telah menunjuk sekolah-sekolah inklusi, penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan bagi penyandang disabilitas masih sangat terbatas (Dahlena dalam Sindo, 2008). Selain itu, ketentuan mengenai system pendidikan inklusi pun kurang jelas sehingga sekolah-sekolah mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Hal ini mengakibatkan pelayanan pendidikan bagi penyandang disabilitas pun masih belum maksimal.


Kurangnya pelayanan pendidikan bagi penyandang disabilitas mengakibatkan sebagian besar penyandang disabilitas memiliki tingkat pendidikan rendah. Sebagian besar dari mereka berhenti sekolah atau bahkan tidak bersekolah sama sekali dan pada akhirnya mereka berakhir di jalanan, menjadi penganggur, terlibat dalam pekerjaan seksual, kriminalitas dan narkoba (Groce, 2003). UNICEF (1999) mengestimasikan sekitar 1/3 dari anak-anak jalanan merupakan anak-anak yang menyandang disabilitas (dalam Groce, 2003).


Walaupun peluang bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan masih terbatas, tidak menutup kemungkinan bagi sebagian dari mereka untuk menempuh pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi. Akan tetapi, kenyataan bahwa mereka mengalami disabilitas membuat mereka tidak dapat menekuni bidang-bidang tertentu. Di Cina misalnya, para mahasiswa yang mengalami disabilitas tidak diperbolehkan untuk mengambil sebagian besar jurusan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan karena kemungkinan besar mereka tidak dapat menekuni bidang pekerjaan tersebut nantinya (Groce, 2003). Kesulitan yang dialami penyandang disabilitas dalam menempuh pendidikan ini membuat sebagian dari mereka tidak siap untuk memasuki dunia kerja. Rafik

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Rafik

Tiada Mata Tak Hilang Cahaya

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *