Layanan Low Vision Hadir di Rumah Sakit Sarjito, Yogyakarta

Jakarta, Kartunet – Unit layanan low vision resmi dibuka di RS Sarjito, Yogyakarta, sejak September 2014. Dewan Pengurus Pusat (DPP ) Pertuni berhasil menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Negeri di Yogyakarta ini untuk mulai menyediakan layanan low vision bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal ini dipandang penting, menurut kementerian Kesehatan RI, tingkat gangguan penglihatan di Indonesia mencapai 1,5 % dari jumlah penduduk. salah satu bentuk gangguan penglihatan itu adalah “lemah penglihatan atau low vision”.

Layanan Low vision telah hadir di Yogyakarta sejak tahun 1999. Pada awalnya layanan low vision di Yogyakarta dikelola oleh IB Foundation – sebuah lembaga asal Amerika. Setelah lembaga tersebut ditutup pada tahun 2004, Pertuni mengambil alih pengelolaan layanan tersebut, dengan satu pertimbangan yaitu keberlanjutan layanan untuk para penyandang low vision di Yogyakarta dan sekitarnya. Selama 10 tahun, Pertuni menyelenggarakan layanan low vision di Yogyakarta dengan dukungan CBM – sebuah lembaga donor asal Jerman. Karena satu dan lain hal, CBM tak dapat lagi mendanai penyelenggaraan layanan bagi penyandang lemah penglihatan ini. Sebagai organisasi yang mewakili aspirasi tunanetra, Pertuni sangat memahami bahwa layanan low vision harus tetap ada di masyarakat. Namun, Pertuni tak dapat melaksanakannya sendirian. Pilihan kerja sama pun dialihkan ke pihak rumah sakit milik Pemerintah, yaitu RS Sarjito. Idealnya, layanan low vision ada di setiap klinik mata, karena low vision merupakan bagian dari “gangguan penglihatan”. Dan sebagai sebuah rumah sakit besar milik pemerintah, RS Sarjito memiliki klinik mata.

Unit Layanan Low Vision Pertuni Yogyakarta telah menjalin kerja sama dengan RS Sarjito sejak tahun 2010, namun hanya berjalan selama satu tahun, karena adanya beberapa kendala yang sempat dihadapi. Meski secara resmi tak ada kerja sama, selama ini para dokter mata di RS tersebut secara rutin mengirimkan pasien-pasien mereka ke unit low vision Pertuni. Setelah mengetahui bahwa CBM tak lagi dapat membantu Pertuni dalam menyelenggarakan layanan low vision di Yogyakarta, pada pertengahan tahun 2014, DPP Pertuni kembali menjajaki kerja sama dengan RS Sarjito, mendorong RS tersebut untuk mulai menyelenggarakan layanan low vision.

Yanto Pranoto, Bendahara Umum DPP Pertuni Telah melakukan beberapa kali pembicaraan dengan RS Sarjito, untuk memindahkan layanan low vision yang telah dikembangkan Pertuni selama 10 tahun terakhir ke rumah sakit tersebut. Dan pendekatan pun berhasil dengan baik. Pihak RS Sarjito bersedia menyelenggarakan layanan low vision di klinik mata RS tersebut. Dan pada tahap Awal, staf Unit low vision Pertuni mendampingi. Keberhasilan ini antara lain dikarenakan dokter-dokter mata di RS Sarjito juga memiliki keinginan yang kuat agar rumah sakit tersebut memiliki unit layanan low vision sebagai bagian dari klinik mata RS Sarjito.

Menurut Yanto, Pengalihan unit layanan low vision ke RS Sarjito ditanggapi dengan serius oleh pihak rumah sakit tersebut. Hal ini terbukti dengan dikirimkannya dokter dan paramedis untuk mengikuti pendidikan dasar low vision yang diselenggarakan pada bulan Mei 2014 oleh CBM di Jakarta.

Yanto menjelaskan, sejauh ini telah banyak pasien atau klien baru, bahkan melebihi target yang ditentukan. Sejak tahun 1999. jumlah klien yang ditangani kurang lebih mencapai 3500 orang di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Klien terdiri dari beragam usia, mulai dari usia bayi hingga dewasa. “Oleh karena itu, layanan low vision di Jogya tidak mungkin dilayani oleh rumah sakit sarjito atau DPP Pertuni saja, tapi harus melibatkan masyarakat , serta instansi pemerintah, agar layanan ini semakin mudah dijangkau,” ujarnya.

Sekar Mustika Intan, selaku instruktur Unit Low Vision Pertuni yang ditugaskan memberikan pendampingan di RS Sarjito pun menjelaskan, Ada beberapa bentuk layanan yang tersedia. Untuk klien, unit layanan low vision memberikan layanan berupa pemeriksaan mata, terapi, serta bimbingan untuk dapat memaksimalkan sisa pengelihatan yang dimiliki. Unit ini pun menyediakan alat-alat bantu low vision. Alat bantu low vision yang tersedia berupa alat optik dan non optik. “Untuk alat optik, kami menyediakan teleskop, hand magnifier, stand magnifier dan kacamata. Sedangkan untuk non optik seperti writing frame, standing book, dan buku low vision dengan berbagai bentuk dan typoskop,” jelas Intan.

Tidak hanya pada klien, staf unit low vision juga memberikan bimbingan kepada staf RS Sarjito mengenai penanganan pasien low vision, serta memberikan konseling jika diperlukan. Intan pun menjelaskan bentuk kerja sama yang dilakukan antara DPP Pertuni dan RS Sarjito dalam penyelenggaraan unit low vision. “Kami diminta untuk membimbing dua dokter mata dan dua opticiant yang telah dilatih sejak mei 2014 oleh CBM.”.

Bukan hanya itu, Pihak RS sarjito juga menyediakan sebuah ruangan untuk penanganan pasien low vision yang sudah dimodifikasi agar ramah pada low vision. Saat ini, alat test pemeriksaan serta alat bantu berasal dari unit low vision Pertuni, tapi pihak RS sarjito akan melengkapinya dan mengganti alat yang memang sudah harus diganti. Dengan demikian, unit layanan low vision bisa berjalan dengan alat test yang sudah dihibahkan ke RS Sarjito dan mereka dapat langsung menangani setiap pasien yang datang setiap harinya.

unit Layanan low vision RS Sarjito dibuka hari senin sampai jumat. Namun, untuk layanan bimbingan kepada klien hanya dilakukan pada hari Rabu dan Kamis dari jam 09.00 WIB sampai selesai. Dengan kehadiran unit ini, Intan berharap, penanganan semua pasien low vision rujukan dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dapat dilakukan sedini mungkin. “Saya berharap, kehadiran unit low vision ini dapat mendorong semua dokter mata atau yang berkecimpung di dunia kesehatan mata dapat menangani pasien low vision dengan baik. Tidak hanya di yogya, tapi juga di daerah lainnya,” katanya.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
1. Yanto Pranoto:08156022665
2. Sekar Mustika Intan: 081802677628

Last Updated on 5 tahun by Redaksi

Oleh Ramadhani Ray

Literature lover, disability issues campaigner, Interest to learn something new through reading, training, and traveling.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *