Mayoritas Caleg belum Usung Isu Disabilitas

Yogyakarta – Menurut survey, hanya 26% dari para Calon Legislatif (Caleg) yang maju pada Pemilu 2014 peduli isu disabilitas. Penyandang disabilitas masih belum dianggap isu yang penting. Ini berdasar hasil survey yang dilakukan penyandang disabilitas langsung.

“Dari hasil penelitian di Kabupaten Bantul kepada 142 caleg, sebanyak 61,59 persen menyatakan memasukkan isu disabilitas dalam visi dan misi parpol. Namun yang memasukkan isu ini dalam kampanye hanya 26,81 persen,” kata Ishak Salim, peneliti dari Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB), dalam diskusi publik “Keberpihakan Politis Terhadap Difabel” di Yogyakarta, Kamis 5 Februari 2014.

SIGAB melakukan survei persepsi anggota legislatif di Kabupaten Bantul DI Yogyakarta, Makassar, Situbondo, dan Balikpapan. “Secara umum di semua daerah yang kami survei tadi, tidak memasukkan isu disabilitas dalam kampanye mereka,” kata Ishak.

Survei menggunakan metode wawancara yang dilakukan relawan disabilitas. “Survei langsung tatap muka, jadi tidak ada titipan pertanyaan ataupun jawaban.”

Responden berusia 40-49 tahun sebanyak 42 persen, usia 30-39 tahun 58 persen. “Artinya caleg di Kabupaten Bantul berusia muda,” kata Ishak.

Sedangkan pemahaman para caleg tentang makna disabilitas itu berbeda-beda. Di Kabupaten Bantul, istilah difabel lebih populer, sedangkan di Makassar dan Balikpapan masih banyak menggunakan istilah penyandang cacat.

“Meski di Bantul para caleg sudah mengetahui istilah difabel, tapi mereka mengaku tidak  mengetahui perbedaan antara disabilitas dan difabel sebanyak 55,80 persen.”

Direktur SIGAB, Joni Yulianto mengakui jika masih banyak kekurangan dari survei yang dilakukan. “Survei  dilakukan oleh kawan-kawan relawan yang juga disabilitas. Intinya adalah kami ingin memberi pemahaman bagaimana kondisi caleg-caleg yang akan bertarung di Pemilu nanti,” kata Joni.

Sementara itu Komisioner KPU DIY, Faried Bambang, menyatakan KPU DIY sudah menyiapkan template braille untuk pemilih tunanetra. “Kalau KPU Pusat menyiapkan untuk DPD saja, kami di DIY menyiapkan alat bantu berupa template braille bagi pemilih difabel,” kata Faried.

Para Caleg adalah calon penyambung lidah rakyat pada pemerintah. Sudah seyogyanya mereka memahami berbagai isu yang menjadi konstituennya. Apabila mereka tidak memahami isu disabilitas, dapat diartikan penyandang disabilitas belum dianggap sebagai rakyat yang perlu dilayani. Maka, segenap rakyat perlu cerdas dalam menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2014. Hanya pilih mereka yang benar-benar paham dan mau menjadi pelayan untuk rakyatnya.

sumber: Viva News

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

5 komentar

  1. Gimana nih pengalaman para pemilih awal dari kalangan tunanetra? Dan apa harapannya untuk lima tahun ke depan? Mau aku tulis untuk Gema Braille.

  2. Padahal, kalau mereka tahu akan populasi disabilitas itu sangat berpotensi,baik dalam segi politis maupun menjadi isu yang penting yang harus ikut dikedepankan.

    1. hmmm, gw yakin politisi tak melewatkan fakta itu. Karena mereka akan lalukan segala cara untuk dapatkan suara. Tapi gw juga yakin, dari 10% itu mungkin kurang dari 1/4 yang memilih. Mengapa? karena tingkat pendidikan yang mayoritas masih rendah jadi tak terlalu peduli dengan politik. Jadi buat mereka isu ini tetap tidak terlalu sexy. mereka cukup dengan membuat kebijakan yang tidak pro-disabilitas agar selamanya dibuat dalam kondisi seperti itu.

    2. iya, ini saya syukuri karena Tuhan melindungi disabilitas dari politik dan memanfaatkan hanya untuk mencari perhatian yang lalu berakhir mengecewakan dan menyombongkan diri, korupsi seperti biasa.Memang isu yang sangat penting yang harus ikut di kedepankan. Semoga cepat terangkat….

      1. oh iya, waktu dulu, waktu ikut psikoedukasi schizophrenia di KPSI, aku dengar dari anonim “Ada seorang yang mau membantu bahkan jadi donatur, namun partai politik menghalanginya, soalnya dia ikut partai, jadi batal”, aku dengernya senang dan bersyukur, soalnya ini fatal juga bila nyentuh kami disabilitas mental.kondisi kecewa kan marah dan sedih, ini memperparah kondisi.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *