Menanti Komitmen Negara pada Disabilitas

Jakarta – Pemerintah baru sudah berjalan hampir 1 tahun dan banyak janji yang diharap pemenuhannya. Salah satunya adalah komitmen DPR untuk mengesahkan RUU Disabilitas sebagai undang-undang pada tahun ini. Namun, tinggal beberapa bulan waktu efektif kerja DPR hingga akhir 2015, RUU yang diharapkan dapat jadi produk hukum yang menjamin hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia itu belum kunjung disahkan oleh DPR. Bahkan ratusan penyandang disabilitas sampai perlu mengadakan aksi simpatik di seputaran gedung DPR menuntut disegerakannya pengesahan RUU Disabilitas dengan tajuk “Bergerak untuk Disabilitas” bulan lalu.

Sebelumnya, harapan cukup membumbung ketika di Februari RUU Disabilitas dimasukkan dalam 36 RUU yang dijadikan prioritas dalam Prolegnas 2015. Ini menisyaratkan bahwa dari ratusan RUU yang masuk Prolegnas lima tahun ke depan, RUU Disabilitas besar kemungkinannya untuk dapat disahkan paling lambat, akhir tahun ini.

Namun, hingga detik ini, para penyandang disabilitas masih harus berharap-harap cemas. Karena proses pembuatan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang terlambat, maka RUU Disabilitas masih dalam tahap pembahasan pasal per pasal dan proses harmonisasi serta sinergisasi dalam Badan Legislasi DPR. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan untuk para penyandang disabilitas, sebab waktu yang tersisa untuk DPR bersidang di tahun ini tinggal hitungan minggu dan memperhatikan kinerja DPR dalam hal legislasi yang dinilai buruk tahun ini.

Perhatian masyarakat penyandang disabilitas pada suksesnya RUU Disabilitas menjadi undang-undang ini sangat tinggi. Didahului dengan diratifikasinya Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) tahun 2011, sudahh dirasa waktunya republik ini memiliki payung hukum yang menjamin terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas. Lantas untuk menyikapi pemerintah yang tak kunjung menyusun UU Disabilitas sebagai kelanjutan dari CRPD, maka para aktivis disabilitas berinisiatif membentuk kelompok kerja (pokja) yang terdiri dari lintas lembaga disabilitas untuk menyusun draft RUU. Diharapkan RUU ini menjadi pengganti dari UU no 4 tahun 1997 mengenai Penyandang Cacat yang masih bersifat charity base atau belas kasihan.

Pertanyaannya, apakah DPR mampu memenuhi janjinya untuk mengesahkan RUU Disabilitas yang masuk dalam prioritas Prolegnas 2015 hingga akhir tahun ini, sedang UU yang berhasil disahkan oleh DPR sepanjang tahun masih dapat dihitung dengan jari? Sebab, apabila RUU Disabilitas tersebut gagal disahkan tahun ini, maka dapat dipastikan perjuangan menjadi lebih panjang lagi yaitu dengan kembali harus ‘bertarung’ dengan rancangan undang-undang lainnya agar dapat masuk ke prioritas prolegnas tahun berikutnya.

Dikhawatirkan persoalan disabilitas yang sebetulnya sangat penting dan mendasar ini hanya menjadi komoditas politik dan mencari simpati para elit yang berebut suara. Bukan tak mungkin selain perjuangan yang luar biasa dari para aktivis disabilitas untuk mendorong agar RUU Disabilitas dapat masuk prolegnas prioritas 2015, ada alasan mencari simpati dari para politisi yang bertarung di Pemilu sebelumnya. Memang, jumlah penyandang disabilitas yang besar dan stigmanya di masyarakat yang masih kental, membuat isu ini mudah untuk dijadikan ‘alat’ mencari simpati masyarakat. Namun jangan sampai proses RUU ini kembali tertunda hingga mendekati Pemilu berikutnya untuk lagi menjadi ‘alat pancing simpati rakyat’.

namun di sisi lain, jangan sampai pula RUU Disabilitas ‘dipaksa’ untuk disahkan dan akhirnya berubah substansi seperti yang diharapkan para penyandang disabilitas. Sebab, perlu proses tersendiri untuk mensinergikan alam pemikiran para anggota dewan dengan CRPD dan keinginan masyarakat penyandang disabilitas mengenai UU yang berbasis hak, bukan lagi belas kasihan. Jika yang terjadi adalah itu, maka akan kembali UU tersebut menjadi ‘kambing hitam’ tidak terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas, seperti UU pendahulunya no 4 tahun 1997.

Mari terus didorong dan diawasi agar para anggota dewan yang terhormat di Senayan benar-benar memenuhi komitmennya pada penyandang disabilitas. Sebab setelah UU disahkan, tugas berat yang sesungguhnya akan menanti yaitu realisasi dari isi UU itu untuk mewujudkan kehidupan penyandang disabilitas yang lebih baik.(DPM)

Last Updated on 8 tahun by Redaksi

Diterbitkan
Dikategorikan dalam OPINI

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *