Sang Pangeran

Matanya nyalang menatap sekelilingnya. Memperhatikan tiga gadis bearseragam SMU yang baru saja masuk dan mengambil tempat duduk tepat di seberang mejanya. Dicermatinya satu-persatu wajah mereka. Seorang gadis berambut lurus sebahu yang tak henti-hentinya mengunyah coklat. Si keriting penjang bertubuh gempal yang tawanya menggelegar. Dan seorang gadis manis berkacamata berkulit putih yang agak kalem. Namun rupanya tak didapatinya apa yang dia cari. Dilirik sekilas arloji yang selalu setia menempel di pergelangan tangannya.

 “Oh, Rupanya aku yang datang terlalu cepat!” .

Dia tersenyum. Suatu senyum licik yang bercampur dengan aroma kebusukan. Dibayangkannya peristiwa apa yang mungkin akan terjadi. Tepatnya, apa yang nanti akan dia lakukan dengan incarannya

“Yah, Mungkin awalnya biasa saja. Mengajaknya makan, nonton, membelikan dia sedikit hadiah yang tak seberapa. Lalu setelah itu aku akan ajak dia ke rumah. Dan disana, baru aku akan menjalankan misi utama,”.

Senyumnya semakin lebar. Otaknya terus berputar, bagaimana nanti detail pelaksanaan misi utama. Bagaimana caranya sehingga dia mau diajak kerumah. Membawanya ke dalam kamar, dan……….
“Hehehe!”

“Tak sulit bagiku. Percuma aku mendapat julukan Sang Pangeran.”

Ya, Sang Pangeran. Itulah julukan yang dia dapat dari teman-temannya sejak SMA dulu. Julukan itu tentu bukan diberikan secara begitu saja. Ketampanan, bentuk tubuh yang atletis, uang yang banyak, serta kemampuannya dalam menggaet wanita, itulah yang membuatnya menyandang gelar “kehormatan” tersebut. Tak ada seorang wanita yang menolak ajakannya. Mulai dari sekedar makan-makan, nonton, sampai ke tempat tidur. Hampir semua wanita dikelas telah menyerahkan diri mereka padanya.

Begitu pula saat dia memasuki dunia perkuliahan. Waktunya habis hanya untuk urusan nafsu yang menuntut untuk dipuaskan. Tak terhitung banyaknya wanita yang telah menjadi korbannya. Dan mereka pun tak pernah menuntut tanggung jawab darinya. Entah mengapa. Mungkin itu disebabkan karena kelihainnya dalam merangkai kata-kata manis yang manghanyutkan persaan, atau karena kemahirannya dalam memilih dan menggunakan alat kontrasepsi yang berkualitas tinggi sehingga dia dapat tetap berhubungan tanpa kekhawatiran.

Reputasinya tak tergoyahkan sampai pada suatu hari datang kepadanya seorang wanita dengan menangis, dan mengatakan kalau dia hamil akibat perbuatan pemuda itu. Ini tentu membahayakan. Disuruhnya wanita itu menggugurkan kandungannya, tetapi dia menolak. Sang pangeran mencoba mengelak dengan berdalih kalau itu bukan karena perbuatannya, bisa jadi wanita itu sebelumnya telah menyerahkan kehormatannya kepada pria lain. Namun Si Gadis bersumpah kalau dia tak pernah melakukannya dengan orang lain. Wanita itu terus mendesak, dan mengancam akan melaporkannya kepada polisi. Akhirnya karena takut, pemuda itu terpaksa menikahi sang gadis.

Acara pernikahan pun berlangsung. Meriah dan dihadiri oleh banyak undangan. Kepada si gadis, Sang Pangeran memberikannya seuntai kalung permata yang bertuliskan nama gadis itu. Tak seorangpun tahu kalau gadis itu sebenarnya telah hamil terlebih dahulu saat dinikahi.

Kehidupan rumah tangga mereka tak berlangsung lama. Setelah kelahiran sang anak, istrinya pun dia tinggalkan. Dengan alasan ingin mencari pekerjaan yang lebih layak, dia pamit kepada istrinya. Tapi dia tak pernah pulang, hingga sampai tujuh belas tahun.

Tak ada kabar, tak ada berita. Tak ada yang mengetahui dimana tempat persembunyiannya. Sang pangeran seperti lenyap ditelan bumi.

Padahal sebenarnya, dia lari keluar negri dan melakukan operasi plastik. Dia merubah wajah dan seluruh identitasnya. Untuk kemudian kembali melanjutkan petualangannya.  Dan kini, sang pangeran telah kembali dan tengah mengincar satu korban lagi.

* * *

Jarum jam terus berputar. Suasana di restoran semakin ramai. Rupanya sudah waktunya makan siang. Sang pengeran masih duduk di kursinya menghadapi softdrink dingin. Sementara di meja yang berhadapan dengannya. Tiga gadis SMU itu masih juga belum beranjak dari tempatnya. Mereka tampak terlibat dalam suatu percakapan yang seru. Diselingi tawa dan gurauan mengejek. Sesekali pula mereka mmelongokkan kepala mereka ke arah Sang Pangeran sambil tersenyum. Sang pangeran pun membalas senyum itu.

“Mereka juga akan masuk daftar tungguku.” Serunya dalam hati sambil mengulum sebuah senyum.

Tiba-tiba secara tak terduga, Kelompok gadis itu bangkit dari kursinya dan menghampiri meja Sang Pangeran.

“Halo, Oom, sendirian aja?” Seru Si Keriting bernada genit.

“Yah, gitulah, seperti yang kamu semua lihat,“

 “Boleh kita temenin?” Seorang yang paling manis bertanya dengan nada tak kalah genitnya.

“Boleh!” Jawabnya sambil mengangguk.

 “Tapi kita buat perjanjian dulu, ya, Oom?” Seru Si Keriting lagi sambil mengambil kursi tepat di depannya.

 “Perjanjian apa?”

“Kita mau nemenin Oom makan. Kita juga bersedia Oom ajak ke mana aja. Kita bersedia jadi temen ngobrol Oom. Tapi Cuma sebatas temen ngobrol aja, lho Om,”

 Pria dihadapan mereka terperangah. Mana ada di zaman seperti ini cewek seperti mereka yang bersedia cuma jadii teman bicara saja.

“Betul om. Tapi kalo Om mau yang lebih dari itu, Kita punya seorang lagi yang bisa kita tawarin ke Oom,”

 

“Oh,Ya?”

“Bener, Oom. Orangnya cantik banget. Dia jadi primadona di sekolah. Bukan karena cantiknya saja, tetapi karena juga pintar memuaskan pria.”

“Oh Ya?”

“Bener Oom, ditanggung enggak ngecewain, deh. Oom tertarik?” Seru gadis berambut keriting itu sekali lagi. Memang, selama ini dialah yang paling banyak berbicara. Pria itu tidak menjawab, melainkan mengangguk tanda setuju.

Gadis yang dari tadi bicara itu meraih tissue dari tempatnya. Dengan pulpen, ditulisnyalah angka 20 juta diatas tisu itu. Pria itu mengangguk lagi. Dikeluarkannya selembar kertas dari dompetnya. Dituliskannya angka yang telah disepakati di kolom nilai nominal cek itu.

“Baik. Kalau gitu Oom tunggu di sini! Sebentar lagi dia dating,”.

Sang pangeran hanya tersenyum.

“Oh, ya Oom. Nanti kalo dia datang panggil dia Si Timut ya,”.

“Kenapa begitu?”

“Soalnya dia itu imut banget om. Nama sebenarnya, sih, Tina. Timut itu singkatan dari Tina Imut,”.

Sang pangeran seperti tersengat lebah. Dia seperti pernah akrab dengan nama itu. Tapi dia tak sempat memikirkan hal itu lebih lanjut, sebab, pintu resto terbuka dan salah satu dari tiga gadis itu berteriak.

“Itu dia!”.

Seorang gadis sebaya mereka muncul. Memang benar, dia sangat cantik. Rambutnya panjang terurai. Bibirnya tipis dengan hidung mancung. Kedua matanya bening dan tajam. Tapi dia kembali terperanjat. Semua itu mengingatkannya pada seseorang. Dan tahulah dia siapa orang itu. Kalung yang dikenakannya membuat segalanya menjadi jelas.

Itu kalung yang pernah dia berikan pada istri yang pernah ditinggalkannya tujuh belas tahun lalu. Suara teriakan menggema di dalam hati kecilnya.

“Haruskah aku membeli kehormatan anak gadisku sendiri?!!!”

Last Updated on 10 tahun by Redaksi

Oleh Satrio Budi Utomo

editorial staff of Kartunet.com

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *