Namaku Anna Oktavia, aku lahir di Kulonprogo Daerah Istimewa Yogjakarta pada tanggal 18 Oktober 1978.
Sejak bayi aku sudah hijrah ke kota Semarang, dan menetap di sana sampai saat ini.
Waktu aku usia 1,5 tahun aku terkena demam tinggi, sejak saat itu aku mengalami kelumpuhan.
Beberapa tahun kemudian aku mulai ingin sekolah seperti teman teman sebayaku, lalu sama orang tua di daftarkan sekolah Taman Kanak Kanak yang letaknya di ujung jalan yang lumayan dekat dari rumah.
Di sana gurunya lumayan baik dan sabar, anak anak di sana memandangku dengan aneh.
Hanya beberapa anak saja yang mau berteman denganku, yang jail dan nakal sama aku juga ada.
Lia namanya, anaknya sok cantik dan suka pamer.
Hal itu sempat membuatku kadang males ke sekolah.
Aku mulai merasakan ada rasa iri sama teman teman tu pas anak anak yang lain bisa ikut jalan jalan berkeliling komplek, tapi tetap tinggal di kelas.
Karena waktu itu jika mau kemana mana harus di gendong nenek buyutku, waktu itu belum pakai kursi roda sih.
Pas mau naik ke TK B, aku di daftarin oleh ortu ke SLB YPAC Semarang, ortuku tahu sekolah itu dari teman kerjanya ayah.
Sebelum masuk ke YPAC aku harus menjalani beberapa tes dari Rumah Sakit Karyadi dan kepala sekolah YPAC.
Setelah aku lolos uji tes, barulah aku bisa masuk sekolah di sana.
Di sana ada ruang fisioterapi, ruang oserfasi, ruang keterampilan dan ruang musik.
Pas pertama masuk aku di kelas TK Besar, disana aku berkenalan dengan beberapa teman.
Ada Harry, Andy, Wisnu, Iman, dan beberapa teman yang lain.
Hari demi hari aku pun mulai akrab dengan mereka, saat itu tidak ada perbedaan antara eknis ataupun perbedaan agama.
Semua jadi satu di sana, enaklah bisa berteman dengan mereka.
senang deh jika kita satu kelas itu selalu sekelas terus, tapi sayangnya ada beberapa teman yang harus pindah kelas sesuai dengan kemampuan mereka.
Seperti Andy misalnya, dia harus pindah ke kelas lain.
Walau begitu kami masih sering ngobrol jika waktu istirahat ataupun saat mau pulang sekolah, kebetulan nenek buyut, omanya Harry dan mamanya Andy kan anggota BP3 juga di sekolah.
Ada yang pindah ke kelas lain, ada pula yang pindaah kelas kami.
Tepatnya kapan, aku sudah lupa.
Yang pasti dia anak yang cantik, rambut pirang dan hidungnya mancung.
Namanya Nurjannah, asalnya dari Lampung, dia keturunan Arab dan dia memakai tongkat.
Katanya dia mengalami kelumpuhan karena terkena demam tinggi akibat sakit Tivus.
Aku pun pernah mengalami terkena tivus, jadi aku memahami apa yang dia rasakan.
Hari demi hari, aku dan Nurjannah makin akrab.
Tak terasa pertemananku dengan Nurjannah pun sudah lama, dan mulai ada masalah kecil dengannya.
Dari masalah buku pelajaran yang selalu dia pinjam, sehingga jika pelajaran mulai kita jadi merapat mejanya.
Lalu pinjam polpen nggak dia kembalikan, sampai kepala sekolah pun tahu masalah ini.
Lalu pas dia mengembalikan polpen itu, ternyata dia tukar dengan yang sudah rusak.
Aku dulu memang ”lemah” anaknya, jadi sering dia manfaatin.
Misalnya pas mengerjakan soal di kelas ataupun pas mengerjakan PR, dia selalu minta contekan sama aku atau teman teman yang lain.
Begitu pula jika pas mencocokan jawaban, aku di suruh membetulkan jawaban dia yang salah.
Jika teman teman yang lain kan berani sama dia.
Karena yang lain kan cowok semua, sedangkan di kelas itu hanya aku dan dia saja yang cewek.
Pas kelas 5 murid pun semakin berkurang 1 lagi, karena Harry harus pindah dari sekolah itu untuk ikut orang tua yang berkerja di Jakarta.
Sedihlah pasti, karena aku dan Harry kan berteman dari awal masuk ke situ.
Walau Harry di Jakarta, aku, Andy & Wisnu, masih berkirim kabar lewat surat, jika lewat telepon kan mahal.
Sejak Harry pindah kelas jadi sepi, karena muridnya jadi cuma 5 anak saja.
Di kelas 5 itu kami berlima mulai di fokuskan untuk mata pelajaran yang akan kami jumpai di ujian kelas 6 nanti.
Waktu itu yang mengajar kami ibu Sumini, beliau terkenal tegas dan di siplin banget.
Takut juga sih, tapi lebih killer ibu Yati.
Ibu Yati adalah guru agama kami yang paling tegas dan paling di takuti teman teman.
Karena tidak segan segan menghukum murid murid yang kurang di siplin.
Contohnya jika tak hafal doa doa yang telah kita pelajari, biasanya beliau sering menjewer telinga atau memukul tangan murid pakai penggaris.
Untungnya aku jarang kena marah beliau, tapi tetap saja takut.
Bahkan beberapa orang tua murid tak suka cara beliau mengajar, akhirnya beliau pindah mengajar jam pelajaran yang sore.
Yang sore itu untuk anak anak kategori SLB C, yaitu yang seperti murid murid yang ada di SLB Negeri Semarang pimpinan pak Ciptono itu.
Saya dulu mengenal pak Ciptono itu masih sebagai guru sore, yaitu pengajar untuk murid murid SLB C.
Sekolah kami dulu sering dikunjungi para pejabat dan para artis juga lho, sayangnya jika berkunjung itu pas jam pelajaran.
Bang Dede Yusuf dulu juga pernah berkunjung ke YPAC juga lho, waktu itu beliau masih menjadi pemain sinetron ”Jendela Rumah Kita” yang dulu diputar di TVRI.
Ternyata bang Dede sedang mencari pemain untuk sinetron tersebut, waktu itu yang memenuhi syarat yang ditentukan bang Dede hanya mbak Uun (kakak kelas) dan Nurjannah.
Waktu itu yang lulus casting Nurjannah, walau dia sering bikin sebel teman teman di kelas.
Tapi kami sebagai temannya ikut bangga, karena kami punya teman yang diajak main aktor ternama bang Dede Yusuf dalam sinetron ”Jendela Rumah Kita” jika tak salah dalam episode Cintaku Tertahan Di Lahan Harapan.
Nurjannah syuting selama sebulan waktu itu, setelah selesai syuting kami semua diajak nonton simetronnya dalam bentuk kaset video di asrama.
Kami jadi tahu proses saat syuting sebuah sinetron itu, seperti apa dan bagaimana lewat cerita Nurjannah.
Sejak itu wajahnya sering muncul di taabloid dan surat kabar lokal.
Aku kadang dititipin surat dari teman teman cowok dari kelas sebelah yang suka sama Nurjannah.
Karena aku kan selalu ada di sebelahnya Nurjannah, dan tak ada kesempatan ngobrol dengaan teman teman yang lain.
Aku juga punya sahabat dari kelas lain, namanya Inge dan Tanti.
Tapi aku sering bercandanya dengan Tanti, itupun pas mau pulang sekolah aja.
Inge itu anak Tionghoa juga seperti Andy dan Harry, tapi teman temanku kurang suka dengan mereka karena eknis yang berbeda.
Tapi bagi aku mereka semua temanku, dan sampai kapanpun tetap temanku.
Tak terasa kenaikkan kelas telah tiba, ada rasa senang, deg degan juga sedih.
Senang karena naik kelas, deg degan karena akan menghadapi EBTANAS di akhir tahun ajaran kelas 6 nanti.
Sedihnya karena teman kami Wisnu harus tetap tinggal di kelas lima, jadi di kelas 6 ini hanya ada empat anak saja.
Di kelas 6 kami mulai tak banyak waktu untuk bercanda, kami lebih banyak belajar.
Jam istirahat pun kadang digunakan untuk mencari buku di Perpustakaan, kadang ada tugas yang harus di kerjakan.
Bahkan kami harus masuk jam 06:00 wib, padahal rumahku kan jauh dari sekolah.
Waktu itu jarak antara rumah dan sekolahku itu 40 menit, jadi aku harus berangkat jam 05:20 wib.
Tapi jam segitu angkot yang biasa antar jemput aku itu belum datang, biasanya datangnya jam setengah tujuh.
Jadinya aku sering kena marah karena telat terus, jadi harus pinjam catetan pelajaran sebelumnya sama Nurjaannah atau Bekti, atau Iman.
Waktu itu aku disarankan untuk di asrama untuk sementara selama kelas 6 itu, tapi aku kan waktu itu belum bisa mengurus diriku sendiri.
Jadi aku tak bisa tinggal di asrama, karena yang tinggal di asrama itu harus bisa mandiri.
Karena tugas para pengasuh disana hanya mengawasi dan mengurus keperluan anak anak secara umum.
Aku makin tertinggal dengan teman temanku, karena ada belajar kelompok juga di asrama.
Tibalah saat ujian EVTANAS di mulai, semua persiapan ujian sudah aku siapkan.
Pengawasnya pun bukan dari YPAC aja, tapi dari sekolah lain juga ada.
Tegang, deg degan dan segala rasa bercampur saat itu.
Untunglah waktu itu kami berempat bisa melewati masa masa ujian dengan baik, walau hasilnya tak sebagus tahun tahun lalu.
Tapi rasanya lega, karena kaami berempat bisa lulus semua.
Berhubung di YPAC belum ada SMP yang setara dengan SMP umum, kami harus berpisah dengan teman teman yang ada di sana.
Waktu itu perpisahannyaa hanya secara sederhana, aku belum sempat mengucapkan terima kasih kepada semuanya.
Karena memang waktu itu tak ada acara khusus seperti tahun tahun sebelumnya.
Waktu itu aku hanya bisa berkata dalam hati, jika suatu saat nanti aku pasti kembali ke sini untuk membawa kesuksesan.
Setelah lulus dari YPAC, ortuku mulai mendaftarkanku ke SMP umum yang ada di sekitar dekat dengan rumaah.
Tapi semua menolak menerima kondisiku, dengan alasan sangat sulit jika mengikuti kegiatan sekolah dan akan mengusahkan teman teman yang lain.
Padahal tetangga sebelah itu, adalah salah satu guru di SMP yang di ortu mendaftarkan aku di sana.
Sampai akhirnya ortuku mengikutkan aku sekolah paket yang ujiannya setara dengan SMP dan SMU.
Jadi datangnya pas ujian aja, untuk materi pelajaran pinjam buku adik dan ada beberapa yang beli.
Setelah lulus aku tak berlanjut ke kuliah, karena selain yang antar tak ada, aku bingung mau ambil jurusan apa?
Karena dulu kan jurusan belum beragam seperti sekarang, hari hari aku lewati hanya di rumah aja.
Sementara teman temanku yang lain ada yang kuliah dan ada juga yang ikut menguruh bisnis ortunya.
Aku masih sering komunikasi dengan Harry, Andy dan Inge lho.
Tapi Nurjannah, Iman, Bekti dan Wisnu, entah kemana mereka sekarang?
Jika tanti aku aku dulu sering komunikasi dengannya, tapi sejak tahun 2013 Tanti ikut kakaknya ke Kalimantan dan tak ada kabar darinya lagi,
Padahal dia sering kejang kejang dan terkena Tumor ringan, jika di Kalimantan agak jauh dengan kota.
Semoga dia baik baik saja di sana dan suatu saat nanti bisa ngobrol lagi dengannya.
Apalagi pas lihat tayangan di RCTI beberapa waktu yang lalu di acaranya pak Win – HT yang berkunjung ke YPAC Semarang, di situ pak Wiranto bertemu dengan mbak Lastri ibu asrama sekarang.
Dulu beliau yang mengajar di keterampilan juga.
Makin terbawa kemasa lalu, sekarang YPAC sudah banyak kemajuan.
Semoga noteku ini bisa di baca oleh para guru guru yang dulu mengajar di YPAC.
Lewat note ini aku mengucapkan terima kasih banyak, berkat bapak dan ibu guru semua saya bsa menjadi pribadi yang lebih baik dari yang sebelumnya.
iya. ini sepertinya curhat.
Berarti saya harus menambakan tahun & menambahkan beberapa kata lagi ya mas?
Tapi saya kurang lihai dalam bersastra mas.
Tapi akan saya coba besok, karena ini buka dari hp.
sama ini,
apalagi latar belakang pendidikan bukan sastra
kisahnya menarik. akan tetapi apabila ingin diikutsertakan dalam audisi menulis, mbak Ana dapat lebih membuatnya seperti format cerpen. Jadi mungkin unsur curhatnya dapat dikurangi dan dieksplorasi sisi2 sastranya. boleh ditaruh sedikit bumbu selama masih base on true story.
wah >.< batal deh yang itu
mau nulis 1 lg, cuman bukan ke sastra jatuhnyamalah curhat sepertinya terus malah kaya bisa kayaknya huhu, jadi lucu huhuhu
nulis deh, mau nyoba, masa ga bisa terus sih? kapan bisanya?
Ini kan kejadiannya dah 22 tahun yang lalu Ekka, jadi kita ga’ tau perkembangannya sekarang.
masalah waktu sebetulnya tak terlalu masalah mbak, asal disebutkan pada era apa kisah ini terjadi di dalam cerita. missal dengan di sana disebutkan ada nama mentri pendidikan tertentu yang sudah tahu pasti eranya adalah masa tahun sekian sampai sekian. jadi menarik juga apabila ada semacam gambaran sejarah bagaimana pendidikan inklusif berkembang
Wah, saya ga’ berani mas.
Takutnya jadi kontras, karena di note saya ini kan bercerita tentang saat sekolah, bukan curhat.
Jika pas ada tema membahas soal sekolah, mungkin bisa saya sebutkan mas.
gpp mbak, kan di audisi menulis ini, kita juga inform pembaca soal pendidikan yang belum sepenuhnya terbuka untuk disabilitas 🙂
Kalau akan diikutkan di audisi menulis, bisa di-eksplorasi di bagian sekolah-sekolah umum yang menolak mbak ana, sehingga mbak “terpaksa” mengikuti sekolah paket B dan C. Itu bisa sangat menohok para pembuat kebijakan, baik dari sekolah yang bersangkutan, ataupun kemdikbud.
Mas Dimas, saya ingin ini masuk di audisi menulis mas.
Maaf jika lupa ga’ menyertakan #Audisimenulis mas.
Ekka, ini pengalaman sekaligus curhat kali ya? 😀
Saya tak tau apa mereka punya Akun?
Jika Tanti, dia tak bisa berinternet.
Bagus Mbak kisahnya. Seru ya. Wah, ternyata temennya Mbak Ana ada yg jadi artis ya hhehehehe. Oia, gak coba cari temennya di jejaring sosial, Mbak? ehehhe…Mbak, itu kategori tulisannya masih “Curhat” lho, Mbak…
mbak, kisahnya menarik. anyway, ini mau dimaksudkan sebagai note curhat atau untuk diikutkan dalam audisi menulis? 🙂