Bangkit dari Diskriminasi

Bangkit dari Diskriminasi

Indonesia dinyatakan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945  dan tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Tapi kebangkitan itu apakah sudah dirasakan oleh setiap orang? Apakah semangat nasinalisme masih membara di dada setiap bangsa indonesia? Apakah setiap cita-cita bangsa sudah terwujud? aPakah Indonesia sudah dikatakan damai? Bagaimana perlakuan bangsa terhadap keluarga yang berbeda dalam status sosial?

Diskriminasi pada jaman dahulu bisa dikatakan sebagai diskriminasi fisik dimana penjajah menjajah bangsa ini dengan sadisnya. Lain lagi dengan diskriminasi pada jaman sekarang yang kebanyakan adalah diskriminasi mental dan karakter. Kenapa demikian? Buktinya banyak siswa atau anak-anak yang mengalami kekerasan seksual baik dari keluarga atau orang lain, dengan banyak kasus yang beragam diantaranya ada seorang ayah yang memperkosa anaknya sendiri, dan seorang guru yang mencabuli muridnya. Orangtua dan guru seharusnya menjadi panutan bagi anak dan peserta didiknya bukan menjadi perusak mental anak. Dan kebanyakan dari kasus seperti ini, anak akan menjadi trauma dan ketika besar nanti bisa melakukan hal serupa seperti yang dicontohkan ayah dan gurunya. Disamping itu banyak anak yang diperlakukan sebagai pemulung atau pengemis dijalanan, alhasil ketika besar anak-anak tidak mampu berkembang dan berfikir kreatif dengan mencari makan hanya mengandalkan minta-minta tanpa di barengi usaha. Kondisi tersebut dapat mengganggu mental dan karakter seorang anak dalam mengembangkan hidupnya. Selain itu kekurangan ekonomi menjadi alasan belum terbentuknya diskriminasi. Banyak kasus yang disebabkan akibat kurangnya ekonomi keluarga. Diantaranya orangtua melarang anaknya untuk tidak sekolah karena kurangnya biaya, banyak anak yang kehilangan masa kanak-kanaknya demi membantu orang tua bekerja, banyak anak yang kehilangan masa depannya karena putus sekolah. Banyak anak yang akhirnya menjadi seorang pencuri karena alasan kebutuhan hidupnya, banyak anak yang menjual harga dirinya demi gengsi semata, dan masih banyak kasus yang lainnya.

Kejadian diatas banyak dijumpai di bangsa kita tercinta ini. Dengan terjadinya kasus-kasus tersebut, siapa yang akan disalahkan? Bangsa kita kah! Atau Orangtuakah? Tak ada gunanya saling menyalahkan. Indonesia tidak akan mampu lepas dari diskrimanasi apabila kurangnya kesadaran setiap orang. Tapi sayangnya, kesadaran itu susah timbul apabila seorang manusia tidak mampu mengukur batasan hidupnya.

Last Updated on 10 tahun by Irfan Priadi

Oleh Linda Midola

mahasiswi tingkat 4 di sekolah tinggi keguruan dan pendidikan

2 komentar

  1. Ada kesalahan sistem yang sudah berkarat dan masih terus terjadi hingga saat ini.. Kita kurang contoh panutan dari para pemimpink ita.. Bangsa ini seperti hilang arah, tak ada nahkoda yang mengendalikan kemudi. Dengan kultur bangsa kolektif yang sangat kuat, sulit apabila beban itu harus diserahkan ke masing2 individu tanpa ada pemimpin yang mampu jadi panutan. mari bangkit! 🙂

  2. Saat ini cita-cita belum terwujud,
    masih banyak yang sedih, marah dan sombong,

    Kondisi damai juga belum hal ini terbukti dengan masih banyaknya demonstrasi yang berakhir pengorbanan tanpa adanya keadilan dan kedamaian sehingga lahir generasi yang terus menerus melakukan gerakan sakit hati, apakah akan terus seperti ini?

    Bisa salah bila dipandang salah, bisa benar bila dipandang benar sesuai dengan persepsinya masing-masing.

    Bukan hanya orang tua dan guru tapi lingkungan juga harusnya mendukung dengan tidak berlaku diskriminasi.

    kalau dibilang Indonesia tidak mampu, bisa kok. Sebenarnya kita memiliki potensi dan kompetisi yang terpendam.

    Mohon maaf, kalau boleh menyarankan, coba pandanglah semua dari sisi positif, optimis saja, pasti ada jalan.

    Semoga diskriminasi mati,
    amin

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *