Alasan Perusahaan Memberdayakan Penyandang Disabilitas

Lapangan kerja menjadi masalah utama yang dialami oleh para penyandang disabilitas. Keterbatasan dari segi fisik kerap kali dilihat oleh masyarakat sebagai bentuk ketidak-mampuan. Stigma yang masih bertahan hingga detik ini di sebagian besar masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah makhluk yang perlu dikasihani dan diberi santunan. Padahal mereka juga dapat berkarya apabila diberi kesempatan dan akses.

Kasus penolakan perusahaan pada calon tenaga kerja dengan disabilitas juga sering kali terjadi. Ada beberapa pengalaman teman-teman seperti seorang tunanetra yang ditolak hanya karena tak dapat membaca hasil ketikan. Padahal dengan alat scanner dan komputer bicara, membaca ketikan bukan masalah. Toh kini sudah era digital. Ada pula Tunarungu yang tak dapat bekerja di kantor hanya karena tak dapat menjawab panggilan telepon, padahal jobdesc utamanya bukan operator telepon. Masih banyak kasus-kasus lainnya yang sesungguhnya disebabkan oleh pemahaman pihak pemberi kerja yang rendah mengenai penyandang disabilitas bahwa ada kewajiban untuk memberdayakan mereka. Bahkan bukan kewajiban yang jadi beban, ada keuntungan pula yang akan didapatkan perusahaan apabila mempekerjakan penyandang disabilitas.

Alasan pertama yaitu adanya kewajiban pihak perusahaan milik pemerintah atau swasta untuk mempekerjakan penyandang disabilitas di institusinya berdasar amanat UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pada pasal 14 berbunyi

“Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kua;ifikasi perusahaan.”

Soal undang-undang ini ternyata masih minim diketahui oleh perusahaan milik pemerintah atau swasta. Dari beberapa pengalaman penulis berbincang dengan pihak perusahaan, rata-rata mereka belum mengetahui kewajiban tersebut. Biasanya pada perusahaan yang sudah mempekerjakan penyandang disabilitas, mereka melakukan itu karena kesadaran pengelola, atau kebijakan negara asal perusahaan. Nampaknya pemerintah tak cukup serius untuk mengkampanyekan hal tersebut bahkan setelah hampir 17 tahun undang-undang disahkan, hingga tahun ini sedang diusulkan RUU Penyandang Disabilitas yang baru.

Kelemahan utama UU tersebut adalah tak adanya pengawasan atau sanksi yang tegas apabila perusahaan milik pemerintah atau swasta tak menjalankan amanahnya. Padahal itu adalah affirmative action atau upaya jemput bola agar kesejahteraan penyandang disabilitas yang mayoritas berada dalam kondisi miskin dapat terangkat. Selain itu yang menjadi kritisi adalah UU tidak menyebutkan kewajiban yang sama bagi lembaga pemerintahan. Dengan kata lain, pemerintah belum memberi contoh tapi sudah menyuruh pihak lain untuk berbuat.

Alasan lainnya adalah keberadaan penyandang disabilitas di sebuah perusahaan dapat memberikan pengaruh positif dari sisi psikologis para karyawan. Pandangan umum menganggap penyandang disabilitas adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Ketika ada penyandang disabilitas yang mampu memiliki prestasi dan berkarya selayaknya orang pada umumnya, hal tersebut akan dianggap sebuah yang luar biasa. Sering pula mereka dijadikanm motivasi agar tak mau kalah dengan orang lain yang berfisik tidak sempurna. Dengan kata lain, keberadaan karyawan dengan disabilitas, jadi semacam motivasi hidup bagi karyawan lainnya.

Selain itu, keberadaan penyandang disabilitas di sebuah institusi seyogyanya dapat membuat rasa kemanusiaan lebih peka. Ketika ikut berinteraksi dengan mereka, maka ada pengetahuan tambahan bagaimana menyikapi perbedaan. Bagaimana tiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Mereka juga jadi tahu bahwa dengan bantuan kecil,seperti menuntun tunanetra menuju jalan ke toilet, ternyata punya dampak besar bagi orang lain.

Di atas beberapa alasan mengapa perusahaan perlu, bahkan harus, memberdayakan penyandang disabilitas. Penulis menggunakan kata memberdayakan dibanding mempekerjakan karena memberdayakan berarti juga mengembangkan potensi penyandang disabilitas tersebut, tak hanya diberikan pekerjaan sebagai formalitas. Semoga makin bertambah perusahaan baik milik pemerintah atau swasta yang berkomitmen untuk ikut dalam upaya ini. Apabila ada yang punya pendapat atau alasan-alasan lain, silakan berbagi di kolom komentar.(DPM)

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

13 komentar

  1. Tambahin dong aku,
    Om aku yang tuna netra syukurnya bekerja di sebuah perusahaan dan memegang jabatan, bahkan sempet mau bantu aku untuk masuk disana, namun aku tolak karena kurang senang sebenernya masuk melalui cara itu.

    Terus,
    Untuk Disabilitas Mental nih yang perlu lebih diperhatikan,
    Sering kali,
    Perusahaan langsung mengasingkan, membuang dan merendahkan mereka, padahal ada beberapa individu yang dapat melakukan multi-tasking atau cepat kerjanya.

  2. padahal pemerintah punya fungsi yang sangat fital. pertama, dia jadi regulator yang berfungsi membuat peraturan, mengawasi, sekaligus melaksanakan. sampai saat ini, fungsi optimal hanya pada pembuatan aturan, lantas tak ada follow up berarti. Kedua, pemerintah punya fungsi untuk memberikan keterampilan dan keahlian yang mendasar untuk penyandang disabilitas. Dengan negara sebesar Indonesia ini, tak mungkin jika upaya untuk pelatihan komputer ke daerah2 dilakukan oleh lembaga masyarakat. Itu mustahil dapat optimal. Pemerintah yang punya tanggung jawab misal dengan integrasi pada infrastruktur TIK yang mulai diadakan di pelosok2. Jadi kita sebagai masyarakat dapat ikut berperan untuk pengembangan lebih lanjut.

    1. pemerintahnya juga desentralisasi si kebijakan disana sama disini berbeda, kurang mau menyatu dan saling lempar tanggung jawab. kalau uda gitu gimana coba?

  3. Baca ini jadi inget paper yang dibuat di tengah-tengah UAS kemarin :))….aku sempet menitikkan air mata lho mas pas nyari referensi buat paperku tentang ketenagakerjaan bagi disabilitas…terharu…kok bisa terharu? gak tau kenapa, tapi mungkin karena melihat disabilitas mampu bekerja, dan ditunjang oleh pihak perusahaan yg welcome,,,tapi jg sedih dan miris karena ada aja perusahan yg masih nolak. ya kayak di semarang mas. di jakarta kan crown plaza udah buka kerjasama dan ada tunet yg diterima, kenapa di semarang blm ya..trus jg dari acara nonton bareng ILO yg video itu lho mas, dari pihak disnakertran bilang ini itu, tp blm maksimal realisasinya..miris..

    1. kalo dari pemerintah, mereka masih sebatas wacana di atas kertas. implementasi jauh panggang dari api

      1. seringnya tu debat ngga penting, perhatiin aja deh….bukannya fokus pada pemecahan masala/solusi

      2. betul banget. bahkan bisa dibilang, apa yg dibicarakan tidak sesuai kenyataan. ketika tunanetra ingin mencoba apa yg disediakan pemerintah itu, nyatanya ‘mental’ balik lagi ke tempat asal eheheh

  4. Pendidikan inklusif adalah dasar bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra untukmasuk ke dunia kerjayang inklusif. Kalau sejak sekolah sudah inklusif, seorang penyandang disabilitas tidak akan sulit lagi kalau masuk dunia kerja. Ada satu hal lagi kenapa perusahaan bbanyak yang masih takut kalau menerima penyandang disabilitas yaitu belum apa-apa sudah banyak menuntut ini dan itu. Jadi bagi teman-teman penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, ketika melamar ke sebuah instansi/perusahaan jangan banyak menuntut dulu. tunjukkan dulu kemampuan yang kita punya.

    1. yup, setuju mas Zul. Penyandang disabilitas memang harus mau tahan banting. Sebab yang dia lakukan saat ini pasti ada pengaruh untuk teman2 lain di kemudian hari. perlu selalu membuat preseden baik bagi komunitas disabilitas. Intinya jangan merasa rendah dan harus dikasihani. Pemenuhan hak harus diimbangi dengan kewajiban terlebih dahulu.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *