Benarkah Menulis itu Susah?

Seringkali orang yang sedang … karena tak ada kata lain di zaman sekarang:
”Galau!” mencoret-coret buku diary atau kalau iseng selembar kertas yang di robek dari bagian tengah buku tulis pelajarannya. Mengingat aku pernah melakukannya (meskipun buku tulis yang berbeda), makanya berani menuliskan pengalaman menggelikkan sekaligus kurang layak itu disini. Apakah coretan itu kelak berguna? Pasti aku atau teman-teman sendiri yang bisa menjawab.
Apakah coretan itu hanya menjadi sampah yang aku lempar ketika aku tahu kalau si dia sudah ada yang punya? Kembali aku dan teman-teman mengajak dialog nurani masing-masing. Tapi … buat apa kita memusingkan hal-hal galau semacam itu, dan tahukah teman-teman! Bahwa coretan yang berisikan kegalauan itu kelak akan membawa teman-teman ke tempat entah dimana akhirnya? Hmmm … hmmm … layak di coba! Setelah membaca esay yang mungkin kurang jelas ini coba ambil selembar kertas dan … mulai menulis setelah mendengar jika yang menggunakan jaws, atau membaca bagi yang berpenglihatan Alhamdulillah, pengalaman kenapa aku mau mulai meniti karier sebagai penulis. Atau impian itu terlalu muluk? Baiklah aku mencoba merubah kalimatnya menjadi:
Belajar menjadi seorang penulis.

Entahlah, mungkin karena hormon remaja aku sudah mulai memberontak terhadap tubuh penyangganya sehingga nekad melakukan kekonyolan itu. Entah waktu itu dipengaruhi kesadaran atau tidak paling tidak inilah tindakkan yang harus ku lakukan untuk menghadapi situasi waktu itu. Dengan kemampuan mengoprasikan komputer yang tentu saja sudah di install screanreader aku mencoba menarik simpatik cewek itu. Karena takut dia marah atau kemungkinan terburuk akan terjadi, aku melakukannya dengan hati-hati. Secermat mungkin aku menyusun kalimat-kalimat tulisan itu agar tidak mudah difahami orang. Dan langkah berikutnya yang hingga saat ini masih ku sukuri akhirnya ku ambil untuk mengungkapkan perasaanku terhadapnya. Percaya atau tidak namun tulisan itu kini sudah ku hapus, aku menyalin ucapan perasaanku ke maaf kalau salah sebut:
”Catatan facebook-ku.” Dan dengan sikap bodoh menganggap tak akan ada yang membaca catatan itu andai saja aku menyadari kalau ada trik khusus agar catatan FB kita tidak bisa dibaca orang bahkan teman kita.

Hari-hari yang ku lalui selalu didatangi kecemasan yang sama:
”Kacau nih, apa dia tahu tulisan gue sampai-sampai gak mau negur gue kalau ketemu di kelas.” Ah .. andai kamu sudah bosan mendengar/membaca tulisan ini teman, perlu ku beritahu sebentar lagi kita akan tiba di inti judul diatas. Tapi … apa salahnya aku menuangkan pengalamanku sedikit disini?

Kesadaran menghantamku dan tepat di jantung kebodohanku ketika teman dekatku mengolok-olok dan memberi nasihat berharga:
”Lain kali loe harus hati-hati kalau ngungkapin perasaan loe sama cewek. Jangan loe kasih tahu dunia, tembak langsung ok.” Katanya sambil membaca status FB-ku. Sejak saat itu pelajaran moral nomor 20 memberiku penjelasan:
”Jangan pernah berani nembak orang yang kamu suka, kalau kamu aktif di BBM atau di jaringan sosial lainnya khususnya facebook.”

Ku coba mengisi kegalauanku dengan seproduktif mungkin. Aku mulai mencoba mengikuti perlombaan yang bisa mengasa bakat akibat kesalahanku pada cewek itu. Nah, mungkin ini yang dinamakan rezeki takkan lari dari nasib baik. Ketika duduk di kelas sembilan, aku berhasil memenangkan perlombaan mengarang tingkat DKI antar siswa berkebutuhan khusus. Dengan kemampuan menulis seadanya ku coba untuk melangkah ke final yang akan membawaku ke tingkat nasional. Yaaa, mungkin kemenangan ini cukup ku beri poin 7.5 karena pada intinya waktu itu aku melawan teman-teman sendiri. Teman-teman yang setiap hari bercanda bareng, main bareng bahkan galau bareng. Tapi ku coba untuk bangga dan meyakini bahwa kelak lawanku di tahap nasional lebih berat.

Dan bukan kagetnya aku ketika bertanding dengan kawan disabilitas seluruh nusantara pun, mengalami nasib yang sama. Kendati aku panik waktu itu karena malamnya diberi tema, besoknya peserta harus siap menulis dengan tema yang diberikan.
”Mau marah bukan juri, mau ngambek takutnya disuruh pulang. Tak ada jalan lain pasrah sajalah, siap nulis!”

Beberapa waktu setelah pulang ke Jakarta aku di tawari untuk ikut pelatihan menulis. Perkumpulan yang tak pernah ku sangka dapat membawa dan membimbingku dapat menulis esay yang … boleh dibilang cukup lumayan ini. Nah kawan, kita hampir tiba di tujuan tulisan ini.

Mungkin sebagian orang mengatakan menulis itu sulit, butuh pemikiran? Itu tentu, karena bukan manusia kalau tidak didasari dengan berpikir setiap gerak-geriknya.
Butuh kecerdasan? Pastinya, kecerdasan adalah anugerah Ilahi yang paling berharga.
Atau kesulitan yang paling sering dikeluhkan keras-keras adalah:
”Mungkinkah, sulit mengatur kalimatnya!”

Beberapa faktor diatas mungkin sudah menggambarkan betapa sulitnya menulis. Namun disisi lain ada pepatah bijak yang berbunyi:
”Kesulitan akan ada kalau kamu memikirkannya!”
Jadi kenapa harus bilang kalau menulis itu sulit? Kalau kenyataannya kita bisa berpikir mudah. Dalam esay-ku kali ini akan ku bagikan sedikit hal positif hasil penolakkan seorang cewek padaku dulu.

Kawan, lainkali cobalah berjalan-jalan sebentar mencari udara segar di luar rumah dan sekolahmu. Amatilah, resapilah, dan coba perhatikan baik-baik hal apa yang menarik selama kamu mencari udara segar. Kalau kamu ketemu tukang gorengan, ambillah sesuatu yang menarik dari aktifitasnya. Caranya menggoreng yang berbeda dengan cara ibumu menggoreng ikan sepat misalnya, atau caranya mencampur minyak goreng dengan pelastik agar gorengannya renyah, ssst … ini masalah prifasi jangan disebut! Namun mengingat ini perumpamaan maukah kamu memaafkan kelancanganku kawan?

Langkah berikutnya coba kamu tuangkan, kamu eksplor apapun yang kamu temukan ketika kamu melakukan perjalanan itu. Tulis semua! sampai kamu bengong memikirkan:
”Apa lagi yang mau gue tulis dari hasil perjalanan tadi ya?” barulah kamu membaca ulang tulisanmu dan kamu akan menemukan sendiri dimana kekeliruan tulisanmu, dan dengan cara apa kamu akan memperbaikinya.

Satu pesanku kawan sebelum kita mengakhiri sharing yang ku harap bermanfaat bagimu nantinya.
”Kemauan keras untuk menulis, juga usaha giat yang kamu penuhi! Semuanya lebih berharga ketimbang hasilnya nanti.” Jadi, dalam menulis itu tidak sulit kalau kamu punya kemauan, mau berusaha dan tentunya semangat!
”Anggap saja keputusan kamu untuk latihan menulis adalah sikap terbaik untuk demonstrasi menolak naiknya bahan bakar minyak saat ini. Daripada kamu terjun kejalan sambil orasi sedangkan orasimu hanya dianggap nyanyian oleh pemerintah, kan lebih baik menulis opini positif agar suaramu lebih dihargai!”
Jadi, kemauan kuat, tekad yang besar, dan usaha yang giat akan membangkitkan semangatmu untuk belajar menulis kawan.

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Ramadhani Ray

Literature lover, disability issues campaigner, Interest to learn something new through reading, training, and traveling.

7 komentar

  1. iya, nulis itu susah kalau tidak terbiasa. tapi kalau sudah terbiasa, InsyaAllah akan mudah. jadi kita harus rajin nulis :))

  2. Ga kok,

    menulis itu mudah!

    Tiap hari kita melakukannya, menulis sms kan itu nulis toh?
    yah seperti penulis buat membuat status di jejraing sosial itu kan menulis juga

    Bekerja pun menulis meskipun seorang Sales sekalipun, ia tetap harus menulis minimal jumlah barang dan nama barang ya ga?

    di sekolahpun kita menulis entah saat guru menjelaskan, saat mengerjakan tugas

    di rumahpun saat masih jadi pelajar atau mahasiswa pun menulis ketika membuat pekerjaan rumah, laporan dan lainnya

    Namun membuat tulisan yang menarik sehingga menghasilkan hadiah, penghargaan itulah yang tidaklah mudah.

    1. Ketika menulis ditujukan untuk mengejar sesuatu sepertih adiah atau penghargaan, maka menulis akan jadi sulit. Karena jadinya tidak ikhlas. jadimenulislah untuk menulis itu sendiri. Karena apresiasi itu bukan dicari, tapi didapatkan.

      1. Menulis untuk menulis itu.sendiri maksudnya apa?
        Apresiasi bukan dicari tapi didapatkan juga di dapatkan itu maksudnya apa?
        Mungkin untuk sebagian orang itu ga ikhlas, tapi pasti ada yang ikhlas dan ya sulit karena penulis harus terus meningkatkan kemampuannya karena harus bersaing dengan penulis yang lebih hebat

      2. Dan bukankah apresiasi itu dicari? Kalau ga maka tidak ada hasil karya entah seni entah tisan meskipun ada yang buat dari hati dan bukan berniat untuk mendapat apresiasi entah pujian, saran atau kritik hanya untuk isi waktu atau cuma iseng

      3. Orang menulis juga belum tentu dapat apreasi toh?
        Ada yang tulisan hanya jadi tulisan yang kurang bermanfaat, ada tulisan yang hanya jadi sesuatu yang di pending ato di buang
        lihatlah kenyataan
        kalo menulis bebas tanpa aturan si menurutku ini bisa diberlakukan
        tapi orang akan lihat lagi toh ke konten?
        Ujung2nya apresiasi lagi
        yah maklumlah
        aku penulis pemula
        yang baru
        mohon pencerahannya

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *