Coklat Van Andre

Tepat saat gerbang sekolah baru dibuka, Andre sudah menyeruak masuk. Hari tanggal 14 Februari ini akan dijadikan moment paling bersejarah dalam hidupnya. Dia orang pertama yang tiba di sekolah. Tegang bercampur gairah mengiringi langkah cepatnya menuju kelas. Dilintasinya ruang kelas yang terasa pengap karena AC yang belum menyala. dihampiri meja Vera dan menjejalkan sebuah kotak kecil ke dalamnya. Beban dalam dirinya terasa lepas setelah misi pertamanya sukses. Ia menghela nafas lega dan segera keluar seakan belum hadir di kelas.

Satu jam kemudian Andre berjalan tenang ke toilet dari arah kantin. Ia menuju was taffle untuk cuci muka. Di cermin, Ia melihat wajahnya yang tegang. Teringat akan sesuatu, Ia mengeluarkan sebuah bungkusan yang berisi kontak lense. Benda itu Ia beli saat jalan-jalan di mall bersama The Perfect Andre untuk make over.

The Perfect Andre merasa semua sudah siap. Ia kemudian memberikan sentuhan terakhirnya di sebuah cafe.
“Dre, ini dia senjata pamungkas kita”
The perfect andre menyodorkan sebuah kotak kecil kepadanya.
“Sampai di sini semua tugas gue selesai. Sekarang tinggal bagaimana niat dan keberanian lo buat ndapetin tuh cewe”.
Andre cupu meraih kotak tersebut. Di atas kotak itu ada sebuah amplop kecil.
“Lo enggak usah mikirin isi tuh surat. Yang penting lo harus ada di tempat ini lagi sebelum jam 8 besok malam” Intruksi the perfect Andre sambil menyeruput habis minumannya.
“Thanks Ya ndre!”
The Perfect Andre yang sudah berlalu hanya mengacungkan ibu jarinya mendo’akan kesuksesan Andre Cupu.

Bunyi bel masuk membuyarkan lamunan Andre. Ia meraih tas dan berjalan tegap menuju kelas yang terletak di seberang jauh dari toilet. Ia masuk ke kelas dan melihat Vera sudah duduk di kursinya. Andre duduk di tempatnya sendiri dan mulai mengamati gerak-gerik Vera. Belum ada reaksi. Andre cukup bersabar hingga saat guru Fisika datang, Vera memasukan tangan putihnya ke dalam laci meja. Terlihat ada ekspresi keterkejutan saat Vera membuka bungkusan yang ada di tangannya kemudian membaca surat yang terlampir. Andre sangat puas melihat mimik muka Vera yang bahagia. Walau tak sekalipun Vera menoleh padanya, Ia sudah cukup senang dan tak sabar menanti malam ini.***

Di salah satu sudut Café yang sudah diintruksikan The Perfect Andre, Andre duduk menunggu. Baru jam 8 kurang 10 menit. Ia sudah menghabiskan 2 gelas lemon tea karena saking tegangnya. Sebenarnya ia tak boleh merasa seperti sekarang ini. Ia sudah melihat wajahnya sendiri di cermin. Kacamata yang biasanya menggantung kaku di atas hidungnya, sekarang sudah digantikan 2 kontak lense yang indah. Di benaknya berputar pilihan kata-kata apa saja yang akan dikatakannya kepada Vera. Ia membuka kembali catatan yang sudah dibuatnya dari rumah.

Selagi Andre menghafalkan kalimat demi kalimat dalam catatannya, seorang pemuda tampan masuk ke café. Ia mengambil tempat yang strategis sehingga mudah terlihat oleh orang yang baru datang.
Bunyi bip terdengar dari arloji Andre saat jam menunjukan tepat pukul 08:00 PM. Ia berhenti menghafal dan menanti siapa yang akan muncul dari balik pintu. Beberapa menit serasa bagai setahun hingga Vera muncul di sana. Ia terlihat cantik sekali menggunakan blus warna biru dan rok panjang hitam. Vera melayangkan pandangan pada seseorang dan Ia tersenyum. Bagai terhujam bayonet Andre mengetahui bahwa bukan dirinya yang dilihat Vera. Vera tersenyum pada pemuda tampan yang ada di tengah-tengah cafe. Hatinya semakin hancur setelah mengenali siapa pria yang ada di hadapan Vera sekarang. Dia adalah The perfect Andre. Diremasnya kertas catatan yang sekarang hancur di dalam genggamannya. Tanpa fikir panjang, Ia ngeloyor ke toilet untuk mengenyahkan pemandangan perih di hadapannya.***

Last Updated on 17 tahun by Dimas Prasetyo Muharam

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

4 komentar

  1. wah, kayanya gue perlu konsultasi ke perfect andre juga nih XD
    tapi sekarang banyak ko yang pake kacamata gede. dulu katanya culun sekarang katanya itu gaul 😀

    1. ya ini memang dibuat pas kelas 3 SMA. refreshing di sela-sela persiapan Ujian Nasional 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *