Dasar Hukum Transportasi Udara untuk Disabilitas

Jakarta, Kartunet.com – Masih terus terjadinya perlakuan diskriminatif pada penyandang disabilitas oleh maskapai-maskapai domestik menimbulkan pertanyaan mengenai regulasi yang berlaku di republik ini. Berbagai kasus yang terjadi selalu berujung pada kata “damai”, namun tidak menjamin perlakuan serupa tidak terjadi lagi.

Jika perundang-undangan yang ada ditelusuri, perlindungan pada penumpang dengan disabilitas sudah diatur dalam UU No 1 tahun 2009 mengenai Penerbangan. Di sana, didefinisikan bahwa keamanan penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur. Jelas sebetulnya bahwa penyandang disabilitas sebagai pengguna jasa penerbangan juga perlu dijamin keamanan dirinya selama menggunakan jasa.

Ketentuan mengenai pelayanan bagi penumpang dengan disabilitas secara gamblang tertera pada pasal 134 UU No 1 tahun 2009. Aturan dimasukkan dalam bab khusus mengenai Pengangkutan untuk Penyandang Cacat, orang lanjut usia, anak-anak dan atau orang sakit. Sekilas terlihat pula bahwa istilah untuk penyandang cacat atau disabilitas dipisahkan dari orang sakit yang memang tidak dapat disetarakan.

Pada pasal 134 ayat pertama, diterangkan mengenai hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan perlakuan atau fasilitas khusus dari pihak maskapai. Mereka dijamin dalam ayat tersebut untuk fasilitas khusus yang layak tanpa perlu tanda tangan surat keterangan sakit.

“(1) Penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.”

Sedangkan pada ayat kedua, disebutkan fasilitas apa saja yang minimal didapatkan oleh penyandang disabilitas, lansia, anak-anak dan orang sakit  selama menggunakan jasa maskapai penerbangan. Hal-hal tersebut antara lain:

  1. Pemberian prioritas tambahan tempat duduk;
  2. Penyediaan fasilitas kemudahan untuk naik ke dan turun dari pesawat udara;
  3. Penyediaan fasilitas untuk penyandang cacat selama berada di pesawat udara;
  4. Sarana bantu bagi orang sakit;
  5. Penyediaan fasilitas untuk anak-anak selama berada di pesawat udara;
  6. Tersedianya personel yang dapat berkomunikasi dengan penyandang cacat, lanjut usia, anak-anak dan/atau orang sakit;
  7. Tersedianya buku petunjuk tentang keselamatan dan keamanan penerbangan bagi penumpang pesawat udara dan sarana lain yang dapat dimengerti oleh penyandang cacat, lanjut usia dan orang sakit.

Selanjutnya, dalam pasal ini ditegaskan pada ayat ketiga bahwa pemberian fasilitas khusus tersebut tidak dapat dikenakan biaya tambahan oleh pihak maskapai penerbangan. Pihak maskapai harus memahami fasilitas tersebut sebagai hak yang setara sebagai pelanggan maskapai. Lebih jelas dikutipkan sebagai berikut “(3) Pemberian perlakuan dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipungut biaya tambahan”.

Memang di satu sisi, penempatan hak penyandang disabilitas pada perlakuan khusus di maskapai penerbangan dalam satu bab dengan lansia, anak-anak dan orang sakit berpotensi menimbulkan makna ambigu. Namun, perlu dicermati juga bahwa tidak ada kata-kata yang menyamakan penyandang disabilitas dengan orang sakit. Kedua istilah tersebut selalu dipisahkan dengan tanda koma yang berarti ada perbedaan definisi. Sederhananya, penyandang disabilitas bukan orang sakit dan pengharusan pihak maskapai kepada penyandang disabilitas untuk menandatangani surat keterangan sakit dapat dikategorikan sebagai perlakuan melawan undang-undang.

Semoga di masa depan penerapan undang-undang ini benar-benar dipatuhi oleh semua maskapai domestik. Peraturan sudah ada, tinggal bagaimana proses sosialisasi dan iktikad baik seluruh pihak untuk menjalankannya demi kepentingan bersama. Semua pihak jelas berharap agar diskriminasi tidak lagi terjadi pada penyandang disabilitas di transportasi udara dan pelayanan publik lainnya.(DPM)

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *