Debat 3 Pilgub DKI Jakarta Angkat Isu Disabilitas

paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Pilkada DKI Jakarta 2017
Tangerang, Kartunet – Putaran terakhir debat antar kandidat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta mengambil tema kependudukan dan peningkatan kualitas masyarakat Jakarta. Salah satu isu utama adalah kebijakan pemerintah daerah untuk layanan pada penyandang disabilitas.

Topik ini tentu sudah ditunggu-tunggu oleh warga penyandang disabilitas Jakarta, yang meski menurut KPUD DKI jumlah yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya 5000 jiwa, tapi di lapangan tentu lebih dari itu. Hal ini tentu menjadi catatan untuk KPUD agar dapat lebih baik mendata pemilih difabel atau yang disabilitas, karena penulis saja yang tunanetra yang sudah memilih sejak Pemilu 2009, tidak masuk dalam DPT Pilkada 2017. Jadi jumlah suara dari kalangan penyandang disabilitas dapat menentukan hasil setelah tanggal 15 Februari nanti.

Kepala daerah yang mengakomodasi kebutuhan dan melibatkan aktif penyandang disabilitas dalam tiap kebijakannya bukan hanya penting untuk mereka yang ber-KTP Jakarta, tapi juga yang sehari-hari beraktivitas di Jakarta. Sebab banyak penyandang disabilitas yang tidak ber-KTP Jakarta tapi tinggal di sekitaran Jakarta dan tiap hari masuk ke Jakarta untuk bekerja atau mencari nafkah. Banyak juga mereka yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia datang ke Jakarta karena mencari pendidikan atau lapangan kerja yang belum memadai untuk penyandang disabilitas. Dengan kata lain, untuk penyandang disabilitas, siapa yang memimpin Jakarta kelak sangat berdampak secara langsung atau tidak langsung.

Ada beberapa hal yang dinanti oleh komunitas disabilitas sebagai komitmen para kandidat pada Pilkada DKI Jakarta tahun ini.

Pertama, soal aksesibilitas transportasi dan fasilitas umum. Bagaimana alat transportasi masal dan murah seperti bus dan angkot dapat diakses dengan baik, bagaimana trotoar dan jembatan penyeberangan orang memiliki guiding block untuk pejalan kaki tunanetra dan ramp untuk yang berkursi roda, bagaimana tiap gedung tinggi dilengkapi lift yang ada simbol braille dan notifikasi suara, dan masih banyak lagi. Hal ini penting karena dapat mendorong penyandang disabilitas untuk bepergian secara mandiri dan murah sehingga dapat lebih membaur dengan masyarakat. Selain itu, juga mempermudah mereka untuk dapat ke tempat kerja atau pendidikan.

Hal selanjutnya yang menjadi kebutuhan banyak penyandang disabilitas adalah komitmen pemerintah daerah pada lapangan kerja. Gubernur dan wakil gubernur terpilih nanti harus berani berkomitmen pada soal pemenuhan lapangan kerja. Saat ini sudah banyak penyandang disabilitas yang mengenyam pendidikan hingga tingkat sarjana, bukan hanya yang warga Jakarta tapi juga yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka perlu pekerjaan yang layak serta kesempatan untuk menjadi wirausaha.

Menarik ditunggu apakah gubernur mendatang dapat menjamin perusahaan yang ada di Jakarta mempekerjakan 2 persen dari total karyawannya adalah penyandang disabilitas, sesuai amanah UU No.8 tahun 2016. Dilanjutkan dengan komitmen pengawasan pada gedung-gedung swasta atau pemerintah yang ramah difabel, dan tidak jadi alasan perusahaan untuk menolak pekerja dengan disabilitas hanya karena lokasi kerja mereka belum aksesibel. Dan yang paling penting, sebelum pemprov mendorong pihak swasta agar membuka lapangan kerja untuk disabilitas, apakah berani memulai dengan memberikan contoh minimal 2 persen dari PNS atau ASN yang bekerja di DKI adalah penyandang disabilitas?

Tak ketinggalan di sektor wirausaha. Dinanti pemimpin yang mau berkomitmen untuk pemberdayaan penyandang disabilitas dengan melakukan usaha mandiri. Pemerintah daerah harus hadir dan ikut membina mereka agar dapat pula menjadi wirausahawan dan mempermudah akses pada permodalan serta peningkatan kapasitas. Bukan hanya sampai di sana, pemerintah pun dapat ikut andil untuk membuat usaha mereka menjadi berkelanjutan, tak hanya berakhir di pelatihan dan pemberian modal. Dengan kebijakan dan good will pada penyandang disabilitas, hal itu bisa dilakukan.

Contoh termudah yang dapat dilakukan pemerintah DKI adalah dengan memberdayakan para difabel yang ada di panti-panti sosial. Tempat tesebut dapat diibaratkan sebagai pabrik dan para difabel di sana adalah pekerjanya. Mereka dapat dibina untuk membuat usaha laundry misalnya, dengan bantuan modal dan mesin dari pemerintah. Dengan kebijakannya, pemerintah dapat meminta rumah sakit daerah misalnya untuk memberikan order rutinnya ke laundry di panti-panti tersebut. Dengan demikian, pesanan dapat terus berjalan, para difabel memperoleh pekerjaan dan penghasilan, dan panti sosial tidak hanya jadi beban anggaran daerah, tapi juga dapat berkontribusi pada pajak.

Masih banyak harapan para penyandang disabilitas khususnya di DKI Jakarta untuk gubernur dan wakil gubernur terpilih mendatang. Mereka membutuhkan pemimpin yang berani untuk berkomitmen dan mengeksekusi janji tersebut untuk mensejahterakan penyandang disabilitas sebagai bagian dari subjek pembangunan, bukan sekedar objek pencitraan. Jangan lupa untuk menyaksikan debat ke-3 kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 15 Februari mulai jam 7 malam. Semoga Jakarta menjadi lebih baik untuk warga difabel.(DPM)

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *