Difabel atau Disabilitas?

Jakarta, Kartunet – Banyak istilah yang mengacu pada objek yang sama dikenal oleh masyarakat dari mulai penyandang cacat, penyandang disabilitas, dan juga difabel. Ada banyak alasan penggunaan istilah tersebut, tapi yang jelas semuanya sepakat ingin mengganti istilah penyandang cacat yang dinilai tidak manusiawi.

Akan tetapi, jika dipahami lebih jauh, mau apapun istilah yang digunakan, semuanya tetap dikotomis. Artinya bahwa tetap ada pembedaan antara yang memiliki fisik sempurna dan yang tidak sempurna. Antara yang memiliki intelektual sempurna dan tidak sempurna. Antara yang memiliki kondisi mental sempurna dan tidak sempurna. Mau dianggap semanusiawi apapun, kata pengganti penyandang cacat tetap menunjukkan bahwa ada konsep kami dan mereka. Perbedaan yang didasari pada kekurangan seseorang, bukan apa yang mampu diperbuatnya.

Meski masih menyisakan problema, penggunaan istilah tertentu untuk penyebutan masih dapat diterima dalam kebutuhan advokasi. Penggunaan kata difabel atau disabilitas menunjukkan masih adanya kondisi yang belum setara dan perbaikan-perbaikan di lingkungan. Masih ada hak-hak yang belum terpenuhi yang menyebabkan mereka belum setara dengan masyarakat pada umumnya.

Istilah difabel pada awalnya marak digunakan oleh para aktivis isu disabilitas di daerah Yogyakarta dan Jawa. Difabel merupakan gabungan dari dua kata yaitu Differently able, atau dapat juga Different ability. Maksud dari istilah tersebut untuk menunjukkan bahwa difabel itu bukan cacat atau kekurangan, tapi memiliki kemampuan yang berbeda, atau melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Jadi konotasinya lebih positif dibandingkan kata cacat atau disabled.

Sedangkan istilah penyandang disabilitas muncul menjelang ratifikasi Konvensi PBB Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (UN Convention on The rights of Person with Disability). Menjadi serapan dari kata Person with Disability (PWD), dipakailah kata Penyandang Disabilitas untuk menggantikan kata penyandang cacat yang secara resmi ada di UU no 19 tahun 2011.

Ada perbedaan konseptual sebetulnya antara kata difabel dan penyandang disabilitas. Difabel mengacu pada diri si subjek yang memang memiliki kemampuan berbeda dibanding orang lain pada umumnya. Sedangkan kata penyandang disabilitas yang istilah aslinya Person with Disability, mengacu pada lingkungan di luar si subjek yang belum akomodatif sehingga menyebabkan disabilitas. Ketika lingkungan di sekitar sudah akomodatif dan si subjek dapat berkegiatan tanpa halangan lagi, maka dia akan jadi person yang seutuhnya, tanpa embel-embel disabilitas lagi.

Tinggal bagaimana Anda ingin melihat seorang difabel atau penyandang disabilitas dari sudut pandang yang mana. Semuanya punya sisi positif apabila memang ingin dipandang secara positif. Yang terpenting bukan istilah mana yang digunakan, tapi bagaimana sikap kita untuk mendukung teman-teman penyandang disabilitas. Bahwa mereka juga manusia atau person yang seutuhnya, punya berbagai potensi, kelebihan, dan kekurangan masing-masing, lalu apakah mereka mau dilihat dari kekurangannya, atau apa-apa yang dapat mereka lakukan? Semoga dapat jadi renungan bersama.(redaksi)

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

8 komentar

  1. betul sekali,
    sebagai manusia kita harus saling menghargai, tidak perlu milih-milih teman dalam pergaulan.

    Thanks
    https://laporanpraktikum.id/

  2. Ping-balik: Harapan Kaum Disabilitas – Freedom Writer
  3. Saya Siti Tilawatih, mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Pasundan Bandung. Mohon bantuannya untuk mengisi kuisioner dari Tugas Akhir saya yang berjudul Pelayanan Halte Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Bandung (Studi Kasus: Koridor Aktif Trans Metro Bandung)https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSewskEFBE_fXpxiaRg9sEmn7ha2MogsJ14j4v7O5jpK-m-NXA/viewform

  4. betul sekali, yang terpenting adalah bagaimana perlakuan selayaknya manusia yang di dapat para penyandang disabilitas bukan hanya sekedar memperhalus istilah 🙂

  5. Ping-balik: Moeslema » » International Day of People with Disability “Mereka Sama, Punya Karya, Punya Cita, Punya Cinta”
  6. Ping-balik: Moeslema » » 3DEC International Day of People with Disability “Mereka Sama, Punya Karya, Punya Cita, Punya Cinta”
  7. Ping-balik: Moeslema » » #3DEC International Day of People with Disability “Mereka Sama, Punya Karya, Punya Cita, Punya Cinta”
  8. Ping-balik: Moeslema » » #3DEC International Day of People with Disability

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *