Diskriminatif, Disabilitas Somasi Garuda

Jakarta, Kartunet.com – Menginginkan adanya perbaikan pada pelayanan maskapai domestik, kelompok penyandang disabilitas dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) membuat somasi kepada PT Garuda Indonesia (persero), Gapura Angkasa, Angkasa Pura dan Kementerian Perhubungan atas perlakuan diskriminatif pada disabilitas (13-Maret-2013).

Seperti disampaikan oleh direktur advokasi YLBHI, Bahrain, tindakan diskriminatif kepada penyandang disabilitas masih terjadi meski Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas telah diratifikasi oleh pemerintah RI melalui UU no 19 tahun 2011. “Pada kenyataannya, peraturan tersebut hanya menjadi undang-undang pajangan belaka,” tegas Bahrain pada siaran persnya di gedung YLBHI, Menteng Jakarta Pusat.

Somasi ini bermula dari perlakuan diskriminatif yang dialami oleh Cucu Saidah, pengguna kursi roda, pada perjalanan dengan Garuda Indonesia dari Yogyakarta tujuan Jakarta (9 Maret 2013). Saat itu ia diharuskan oleh pihak maskapai untuk tanda tangan surat keterangan sakit yang semestinya tidak disodorkan kepada penyandang disabilitas. Selain itu, Cucu yang juga aktivis penyandang disabilitas tersebut merasa dirugikan karena adanya kerusakan pada kursi rodanya.

Menganggap hal ini sudah berlangsung lama dan terjadi bukan hanya sekali, Cucu Saidah beserta penyandang disabilitas yang lain membuat beberapa tuntutan yang harus dipenuhi oleh pihak PT. Garuda Indonesia, Gapura Angkasa, Angkasa Pura dan Kementerian Perhubungan. Isi dari pernyataan yang disampaikan resmi pada Rabu, 13 Maret 2013 tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Pihak Garuda memfasilitasi pertemuan yang melibatkan Gapura Angkasa, Departemen Perhubungan, Angkasa Pura, penyandang disabilitas perorangan maupun organisasi paling lambat 10 hari setelah somasi ini dilayangkan.
  2. Garuda harus menempatkan kursi roda atau assistive devices lainnya pada tempat khusus dan memastikan keamanannya untuk mencegah kerusakan yang timbul dan bertanggung jawab dengan cepat dan tepat jika ada kerusakan yang timbul
  3. Garuda harus menghapus ketentuan menandatangani Surat Pernyataan yang sangat diskriminatif, dimana “penumpang yang bersangkutan adalah sakit, maskapai tidak bertanggung jawab atas segala kejadian baik kecelakaan, kematian, pembebasan maskapai dari tuntutan, serta mengganti segala biaya yang timbul kepada maskapai”. Hal ini sangat bertentangan dengan amanat Konvensi Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas yang diratifikasi oleh UU no. 19 tahun 2011
  4. Penghapusan Surat Pernyataan tersebut harus disosialisasikan dan dipastikan ke seluruh tingkatan dan staff bandara di Indonesia. Sosialisasi harus disampaikan juga di seluruh media baik cetak maupun elektronik nasional maupun internasional.
  5. Memastikan pelayanan yang tepat bagi penumpang dengan disabilitas masuk di dalam Standar Operasional Pelayanan, termasuk tempat duduk penyandang disabilitas dalam pesawat, petunjuk keadaan darurat dalam audio dan visual, serta memastikan pertolongan dalam keadaan darurat.
  6. Memastikan seluruh staf terutama Cabin Crew,  Ground Staff, dan ground handling mengikuti training pelayanan bagi penumpang dengan disabilitas serta mengaplikasikannya dalam tugas sehari hari
  7. Memastikan fasilitas yang memudahkan bagi penyandang disabilitas seperti ketersediaan Garda Barata, Ambu-Lift, Wheelchair Cabin, dan Bis Bandara.

Diharapkan pihak yang disomasi segera memberikan tanggapan positif kepada publik. Tuntutan ini dilandasi dengan iktikad untuk meningkatkan layanan maskapai domestik pada penyandang disabilitas yang juga warga negara. Semoga akan segera ditemui solusi terbaik untuk kepentingan bersama. (DPM)

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *