Halte Licin, Disabilitas Prihatin

Jakarta, Kartunet.com – “Saya yang masih bisa jalan saja hampir jatuh terpeleset, apalagi yang memakai kursi roda atau tongkat bantu jalan”. Keluhan itu terlontar dari mulut Suharto, 38 tahun, seorang tunanetra yang pada hari minggu, 4 Maret 2012 kemarin ikut serta dalam Barier Free Tourism. Kondisi halte Transjakarta pada pagi itu memang agak basah dan licin, karena baru saja diguyur hujan yang cukup deras. Air yang menggenang di beberapa bagian jalan akses halte dirasa menggangu kenyamanan. Sayangnya, bukan itu saja yang dikeluhkan, ada beberapa hal yang bisa jadi sorotan.

 

Suharto, yang juga seorang penulis novel ini, memberikan beberapa catatan khusus tentang kondisi sarana publik, khususnya transportasi umum yang ada di Jakarta. Menurutnya, sarana transportasi umum yang ada dan disediakan pemerintah saat ini masih jauh dari layak dan kurang bersahabat bagi penyandang disabilitas.

 

Transportasi yang manusiawi dan layak seharusnya nyaman, aman serta mudah diakses. Selama ini Suharto menilai, kaum disabilitas sangat terpinggirkan dalam hal akses. Kondisi halte, terminal, stasiun dianggapnya kurang bisa diakses penyandang disabilitas.

 

Satu-satunya transportasi di Jakarta yang dipandangnya cukup aksesibel adalah Transjakarta. Kondisi halte yang landai sudah cukup membantu kaum disabilitas. Selain itu, keberadaan mesin pemberitahuan shelter otomatis di dalam bus juga dirasa sangat membantu.

 

Tapi sayangnya, banyak dari fasilitas itu yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. “Tadi di bus yang saya tumpangi, mesin pemberitahuan otomatisnya mati, suara petugas yang ada di dalam bus juga kurang kenceng” Keluh Suharto. Hal itu dirasa menyulitkan penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.

 

Pria yang juga Direktur Program Pengarusutamaan Disabilitas di Sigab, Yogyakarta ini, mengeluhkan petugas Transjakarta yang dirasa masih kurang membantu penyandang disabilitas. “Di halte pasar festival saya dicuekin, padahal sebelumnya saya sudah bilang kepada petugas, nanti kalau busnya datang, saya tolong diseberangkan ke dalam bus, tapi nyatanya tidak”.

 

Yang juga turut menjadi keprihatinan Suharto adalah kondisi LCD didalam bus yang mati, itu jelas menyulitkan tuna rungu, khususnya yang baru pertama kali naik Transjakarta,  untuk mengetahui keberadaan atau tujuan bus saat ini.

 

Barrier Free Tourism sendiri merupakan gagasan swadaya beberapa orang penyandang disabilitas yang merasa perlu menyuarakan hak mereka untuk bisa mendapatkan sarana publik yang layak. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya transportasi yang layak bagi semua orang.

 

Kegiatan ini dimulai dari halte busway pasar festival sampai halte monumen nasional. Wisata transportasi umum ini rencananya akan diadakan rutin tiap bulan. Dengan adanya kegiatan ini, masyarakat diharapkan akan lebih peduli terhadap keberadaan mereka. Karena penyandang disabilitas juga merupakan warga negara, bagian masyarakat, yang punya hak sama rata untuk bisa berkembang, mengembangkan potensi  dan turut berperan serta dalam pembangunan. (Aji)

Editor: Isti

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *