Hijab Dalam Perspektif Tunanetra

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ddelapan belas tahun lalu hingga sekarang, saya baru paham betul soal wanita berhijab (jilbab). Sejak kecil, saya hanya tahu wanita berjilbab melalui info di televisi, dan radio saja. Terus di saat itu, internet belum gencar-gencarnya, juga hanya mendengar deskripsi dari orang terdekat saya. Ditambah lagi, tempat tinggal saya dekat sebuah pondok pesantren putri. Wajar kalau pas di depan jalanan kampung sering dilewati mbak-mbak cantik yang mengaji di pondok itu. Sebelum mata kiri saya kena lombok dan bola kasti, tak sengaja saya lihat mbak-mbak yang memakai jilbab besar berwarna putih. Itupun tersimpan di dalam memori internal (otak). Eh, … malahan masuk ke dalam mimpi. Akhirnya, nih, di dalam mimpi itu, saya berkejar-kejaran dengan wanita-wanita yang dimaksud. Uniknya lagi, malah ada wanita-wanita tadi tidak hanya memakai busana muslimah putih saja, ada yang memakai busana berwarna hijau. Secara bahan kainnya dari katun dan sutra.

Seiring waktu, saat masih di sekolah dasar, dari kelas satu hingga kelas dua pemakaian baju seragam muslim dan berjilbab (kerudung) untuk siswi digunakan setiap Hari Jumat saja. Namun, saat naik kelas tiga hingga lulus, peraturan memakai jilbab bagi siswi menjadi tiap hari. Sayangnya, saya belum ngeh soal aturan berjilbab dalam islam. Baru tahu aturannya pas masuk MTs.

Kembali ke waktu SD. Di kelas tiga ini pula, saya mulai ikut ngaji di TPA Muadz Bin Jabal kira-kira setengah tahunan setelah masuk. Barulah saya mulai sedikit demi sedikit mengetahui soal berjilbab bagi kaum hawa. Banyak dari santri putri diwajibkan berjilbab sejak dini, diiringi contoh dari ustadzah-ustadzah. Harapannya, santriwati bisa membiasakan dirinya berjilbab, minim saat mengaji di TPA. Lebih bagus lagi, dibiasakan setiap hari.

Tahun 2008 , saya masuk ke sekolah islam setingkat SMP. Barulah saya mulai mempelajari hukum-hukum islam tersebut dari kelas tujuh sampai kelas sembilan termasuk tentang berjilbab bagi siswi SMP (MTs). Ditambah lagi, saya lebih sering mendengarkan radio tiap pagi dan sore. Karena sejak kecil di usia empat bulan suka mendengarkan radio, berawal dari menangkap benda-benda seperti bola. Namun, kedua mata saya tidak bisa merespon saat diperlihatkan bola, akhirnya ibu saya mengetes dengan radio. Akhirnya saya bisa meraihnya. Hingga di usia ke dua puluh enam, saya masih suka mendengarkan radio termasuk pengajian.

Barulah di tahun 2011 saat masuk SMA Muhammadiyah di Yogyakarta, semakin lama semakin mantap ikut pengajian. Lebih-lebih saat acara pengajian di hari kebesaran. Saya tidak membahas tentang jilbab, soalnya jelas-jelas di MTs dan di SMA Muhammadiyah, dan sekolah-sekolah islam, dan pesantren mewajibkan remaja putri untuk berjilbab. It means, nggak usah diceritakan panjang lebar sampai bibir nyonyor.hahahahahahahahahahahaha, … Malah jadi ngakak ternyata.

Next! Di tahun 2013 , mulai gencar-gencarnya, nih, hijab modis. Sebagai kaum adam dan termasuk kaum difabel netra, hanya mendengar dan mendengar cerita dan info di radio, tv saja. Ada yang bikin saya aneh dan keheranan, kok berjilbab agak dibikin begini, begitu, atau dibuat semodis mungkin. Eits! Tunggu dulu! Kadang setiap mode itu berubah tergantung perkembangan tren setiap waktunya. Sering kali mode ini dinomorsatukan oleh anak muda terlebih remaja putri yang suka dengan hijab (jilbab modis), namun sayangnya, perintah menutup aurat tidak dijadikan perioritas utama. Akhirnya, begini jadinya. Berjilbab, tetapi style tetap seksi, dong. Bagaimana nggak bikin kaum adam tergoda melihat kaum hawa yang style-nya begitu? Malahan ada juga yang memakai jilbab (hijab) itu seperti menggunakan topi kerucut (ciputnya meruncing ke atas) layaknya punuk unta.

Hahahaha, … Malah jadi curcol saya. Back to the hijab. Memang, sih, akhir-akhir ini banyak kaum hawa khususnya muslimah memakai hijab modis, tetapi bukannya menutup aurat, malahan membuka aurat bila nggak hati-hati. Ya, … Namanya aja mode. Semakin berkembang, semakin tren katanya. Kalau soal milih, tunggu dulu! Akan saya bagikan setelah cerita ini selesai.

Di tahun 2014 , saat saya masuk kuliah hingga akhir Desember 2019 , cerita saya soal wanita berhijab sungguh panjang! OK. Untuk waktu-waktu yang panjang ini, banyak bermunculan hijabers community yang berdiri sampai penjuru negeri. Ini bukan ranah saya, yang tahu adalah kaum hawa yang paham betul soal hijab. Kaum adam hanyalah sebagai pendengar dan sebagai penonton saja. Me myself and I not allowed using hijab. Di tahun 2016 , obrolan soal hijab jadi obrolan yang luar biasa di berbagai kalangan baik dari kaum hawa, kaum difabel, hingga menjadi topik hangat pada acara majelis taklim. Bahkan, sampai diadakan diklat pelatihan memakai hijab (jilbab) yang dikhususkan untuk kaum hawa difabel tunanetra. Saya masih ingat acara itu, namun karena kondisi saya yang mengidap Asthma sehingga saya tidak ikut serta menyaksikan acara pelatihan tersebut yang diadakan oleh ormas tunanetra islam bekerjasama dengan salah satu toko busana muslim di Yogyakarta yang punya cabang banyak serta punya toko busana muslim lainnya seperti Gria Muslim Annisa, Karita Muslim Square dll pada hari/tanggal : 17 Januari 2016 lalu.

Back to story! Setelah kurun waktu beberapa tahun tepatnya di tahun 2019 , saya baru bisa mengetahui bentuk hijab (jilbab) syar’i! Lhoh, kok bisa? Bisa dong! Saya masih ingat betul peristiwa itu, bahkan tanggalnya saya masih ingat. Hari Selasa, 3 Desember 2019 pas ada acara ICODIE di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga yang diselenggarakan oleh PLD UIN Sunan Kalijaga. Pas waktu istirahat, ada salah satu (1) relawan yang datang menghampiri saya dan teman-teman yang berada di kursi tengah. Ada yang membuat saya penasaran, yaitu kain semacam hijab (jilbab), namun besar. Saya tanyakan kepada orang yang bersangkutan. Sungguh kaget! Jawabnya sungguh membuat saya tidak percaya, bahwa jilbab yang ia pakai adalah jilbab syar’i! Ini juga terjadi saat saya baru masuk gedung CH UIN. Saya di sambut oleh dua relawan potensial. Satu relawan senior, yang satunya lagi relawan junior. Nah, … Manakah yang memakai jilbab syar’i? Yang pertama, kedua, atau semuanya? Wah, … Ini sungguh jawaban yang susah bagi saya sendiri. Pasalnya Itu terlalu …… Bagi saya. Sudah, … Malah jadi milih-milih. Bila dilihat secara fakta, relawan junior yang memakai hijab syar’i, dan dialah yang saya temui pas waktu makan siang. Saya tidak sebutkan namanya, prodinya, fakultasnya, sampai asal mana dia tinggal. Nanti jadi biro jodoh. Yang jelas dia masih muda, kira-kira enam, atau tujuh tahun lebih muda dari pada saya. Coba hitung. Usia saya dua puluh enam, kurangi enam atau tujuh. Hasilnya disimpan sendiri-sendiri.

OK, … This is the last! Back to December 3, 2019 . Nah, soal relawan junior ini, saya baru paham manakah jilbab syar’i, manakah yang biasa atau jilbab standar, atau hijab modis. Terakhir akan saya bagikan bonus story. Semoga ini menjadi inspirasi teman-teman semuanya. Mulai Desember 2019 akhir inilah pertanyaan saya satu-persatu terjawab. Terus yang membuat lega, ketika saya pulang dari Blitar bersama kakak perempuan saya hari Ahad, 26 Januari 2020 , ke Blitar hanya semalam saja, yakni dari Hari Sabtu, 25 Januari 2020 dari Jogja berangkat pagi, pulang sampai Jogja di hari berikutnya jam 23:30. Di sore hari saat awal keberangkatan, kakak saya ditelepon saudara yang ada di Sulawesi Tengah dengan video call WhatsApp. Saya menanyakan soal kaka sepupu saya yang di video call itu memakai hijab, kakak saya mendeskripsikan bahwa kaka sepupu memakai hijab besar berwarna merah seperti yang kakak saya pakai. Dalam hati saya timbul pertanyaan, apa hijab besar itu yang syar’i? Pertanyaan itu saya ungkapkan langsung di depan kakak saya. Tanpa menunggu lama, kakak saya membuka jaket hitam lalu tangan saya dipegangkan bagian jilbab yang kakak pakai. Kini saya mengerti soal jenis-jenis hijab itu dari saya kecil sampai sekarang. Saya teringat jenis hijab yang digunakan oleh wanita berbagai negara. Di Indonesia ada jenisnya, begitu juga di Malaysia, Arab Saudi, Iran, Iraq, Pakistan, Libia, Mesir, dan negara-negara lainnya yang mayoritas penduduknya muslim. Bentuknya beragam. Saya mendengar informasi itu di salah satu channel YouTube yang menjelaskan tentang daftar sepuluh jenis hijab di berbagai negara pada hari Kamis, 7 November 2019 . Semua jenis hijab itu rata-rata dipengaruhi oleh kultur budaya di masing-masing negara.

Terus, terkait dengan hukum atau yang lain, baru saya tanyakan di acara “Konsultasi Agama” di Masjid Perak yang dipandu oleh ustadz H. Muhammad Ridlo Hisyam di hari Ahad, 26 Dzulhijjah 1441/16 Agustus 2020 . Beliau menjelaskan secara terperinci terkait soal berhijab bagi wanita muslimah, dan menjaga pandangan bagi pria muslim dan wanita muslimah di QS. An Nur (24): ayat 30-31 . Serta perintah berjilbab yang memang dikhususkan untuk wanita muslimah terdapat pada QS. Al Ahzab (33): ayat 59. Tak hanya soal hijab dan menundukkan pandangan, ada satu ayat yang intinya mencarikan calon pasangan di QS. An Nur (24) ayat 32. Ini juga sebagai tindak lanjut dari menjaga pandangan baik laki-laki dan perempuan. Nah, disini peran aktif dari orang-orang terdekat dalam menjadi perantara mempertemukan ikhwan dan akhwat yang masih single.

Satu lagi, … Apakah itu? Dari perempuan yang diceritakan di atas dari yang hijab modis, hijab standar, dan hijab syar’i, masih adakah tanda tanya di hati? Ada pertanyaan yang sedikit terbersit dalam hati, yaitu soal cadar. Saya tanyakan kepada salah seorang tetangga yang memang paham betul soal ini di rumah beliau dekat musholla di hari Selasa, 18 Agustus 2020 . Inti dari jawaban beliau, bahwa cadar digunakan oleh mereka yang punya pemahaman soal hijab syar’i dari sebagian ulama yang mewajibkan sebagai sarana menutup aurat (wajah). Ada juga sebagian ulama lain yang menjadikan cadar sebagai additional atau sebagai tambahan dalam menutup wajah, karena yang diwajibkan adalah menutup aurat keseluruhan kecuali wajah dan telapak tangan. Mas Prim memilih yang mana? Jelas yang kedua, tetapi tidak menafikan mereka yang memakai cadar. So, itu soal pemahaman para ulama dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits tersebut. Intinya semuanya sama-sama menutup aurat.

Sebelum ditutup, maafkan atas kesalahan saya dalam sharing cerita yang panjang ini. Bila ada manfaatnya, semua itu karena Allah semata. Bila ada kekurangan, semua itu dari saya pribadi.
Wallahu a’lam.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, Jumat Kliwon 23 Muharram 1442 Hijriyah/11 September 2020 .

Last Updated on 3 tahun by Redaksi

Oleh Prima Agus Setiyawan

Saya seorang tunanetra total yang mau berkarya

1 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *