ini cerita saya dan om soni

ini merupakan foto saya alfian bersama seorang yang biasa saya panggil sebagai om Soni, merupakan orang yang sangat inspiratif sekali menurut saya.
Saya disabilitas, tepatnya saya adalah salah satu insan tunanetra. Nama saya Alfian, kelas 2 SMA 8 surabaya, Baiklah saya ingin berceritas mengenai om soni.
Kalau sekilas melihat om soni, semua gak akan menyangka bahwa beliau ini seorang disabilitas. Lihat saja dia suka becanda dan kelihatan sehat tuh!!. Tetapi kalau kita perhatikan secara seksama cara berjalannya menandakan ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya, lebih tepatnya menahan sakit di area punggungnya. Yap, sekitar tahun 2000 om soni dinyatakan lumpuh, dan parahnya anggota tubuhnya suka bergerak-gerak sendiri. Lumpuh secara tiba-tiba. Semua dokter yang ada di Surabaya saat itu menyatakan beliau tidak akan bisa berjalan lagi. Lumpuh total. Tetapi seorang kakaknya mengupayakan pengobatan di kota lain dengan metode tusuk jarum. Dan om soni percaya akan usaha dan kekuatan doa, pasti saya bisa berjalan kembali.

Baca:  Menulis Berfilsafat, Menulis dari Hati

Seperti cerita dalam sinetron dan film, jrengggggg…..tiba-tiba bisa berjalan. Kurang lebih 3 bulan. Tetapi berjalannya bukan berjalan yang bisa loncat-loncat dan sempurna ya…Bisa bangun dan berjalan perlahan tanpa bantuan tongkat. Dokter bijak yang mengobati tersebut selalu menanamkan bahwa dibutuhkan banyak semangat dan keyakinan untuk dapat menaklukan penyakit yang namanya -tidak tahu- saat itu dokter belum tahu nama penyakit pastinya, hanya menerka begitu banyaknya kerusakan susunan tulang dan parahnya yang terkena tulang belakang tubuh berdasarkan hasil rontgen dan scan . Singkat kata ketika tahun 2012 om soni kambuh lagi penyakitnya, dengan pengobatan yang lebih modern , dokter menganalisis bahwa om soni terkena salah satu penyakit langka OPLL dan betul mengalami banyak kerusakan susunan tulang penyangga tubuh mulai cervical, thorackal dan lumbal. Aduh, ribet ya nama-namanya..Baiklah lupakan sederetan nama asing tersebut, Saya ingin melanjutkan cerita tentang om soni lagi.

Saat itu dokter yang mengobati om soni berkata, jangan bergantung pada tongkat. Buang tongkat itu. Upayakan sekuat tenaga bahwa kamu bisa. Kalimat affirmative yang tertanamkan dengan baik di pikirin om soni itu berhasil mengalahkan kelumpuhan.

Saat mengalami masa-masa yang membuat dia –yang katanya tidak berdaya di usia 31 tahun- lumpuh. Dia menyadari sesuatu, bahwa saya ini cacat. Apa yang bisa saya lakukan sekarang? Potensi apa yang saya punya? Apa yang dapat saya kembangkan? Saya juga memiliki keponakan yang tunanetra. Saya ingin melakukan sesuatu dengan yang saya miliki. Om soni yang punya bakat musik dan bernyanyi, yang sebelumnya tidak benar-benar dimunculkan akhirnya mengajak beberapa teman tunanetra yang mempunyai keterbatasan untuk membuat kelompok musik, menyampaikan pesan melalui lagu. Pesan kebaikan, pesan sosial. Makin kemari tahun bertambah, om soni tetaplah tidak sempurna, selalu saja penyakit yang tidak ada obatnya ini membuat dia tidak pernah terbebas dari rasa yang sangat nyeri. Om soni tidak bisa terlalu capek sehingga keterbatasan mencari nafkah juga tidak bisa melibatkan fisik yang penuh. Jangan ditanya rasa nyerinya, karena seorang dokter bedah syaraf pernah mengomentari, apa pak soni gak merasa kesakitan? Karena ini sakitnya sangat dahsyat. Apa yang dijawab om soni? Kalau rasa sakitnya, pasti sakit. Tetapi kenapa saya harus kalah dengan rasa sakit ini, kenapa saya jadi ikut tidak berdaya? Saya tahan dan saya mulai memikirkan hal-hal yang baik dan menyenangkan. Saya berusaha berdamai dengan saya nyeri saya yang katanya sangat nyeri tersebut.

Baca:  Ini Dia Para Penyandang Disabilitas di Balik Peradaban Dunia

Makin kemari anggota kelompok penyampai pesan yang dinamakan kelompok mata hati berganti menjadi komunitas mata hati. Kumpulan dan hasil manggung menyampaikan pesan melalui lagu pun dikumpulkan untuk kas dan di sharingkan untuk proses pemberdayaan tunanetra lain. Bahkan sampai bisa membeli printer Braille serta software Jaws asli dengan bantuan sponsor. Selain itu juga untuk dapat penyampaian soft skill bagi teman-teman tunanetra, workshop metode berfikir, apapun ilmu yang didapat om soni dibagi kepada teman-teman tunanetra secara tidak berbayar. Teman-teman tunanetra diajak untuk berfikir untuk tidak bergantung kepada siapapun, diajak untuk berfikir logis, teratur, dan positive. Sekarang malah om soni lagi menggalakan penyebaran informasi bahwa tunanetra harus berdaya untuk diri sendiri terlebih dahulu sebelum bicara panjang lebar tentang hal lainnya. Contohnya tunanetra yang pintar secara keilmuan juara olympiade, tetapi kemana-mana masih bergantung dengan orang lain, tetapi masih bergantung untuk membuat makanan sederhana seperti mie instan, telur, nasi dan minuman kepada orang lain. Tetapi masih meminta untuk dipenuhi haknya dan tidak peduli kepada kewajibannya. Tunanetra harus bisa, itulah inklusi yang sebenarnya. Om soni lagi mengsosialisasikan kembali dan mengajak tunanetra untuk peduli terhadap kemampuan ADL (Activity Daily Living) yang sudah keharusan bahwa kami, tunanetra wajib bisa.

Sekarang om soni masih sama, masih sakit. Meski selalu saja kelihatan tidak sakit. Di tengah-tengah pekerjaannya mengurus sampah basah sebuah pertokoan dia masih peduli mengurus kami, teman-teman tunanetranya. Di tengah-tengah rasa sakitnya yang selalu muncul dia mencoba membagi rasa sakitnya dengan menyalurkan kembali ilmu yang dia dapat kepada orang lain.

Sekarang om soni masih sama, kalo berjalan katanya teman-teman yang bisa melihat -karna saya tunanetra- masih saja berjalan agak bungkuk. Om soni masih seorang dengan disabilitas, tetapi dia bisa berjalan layaknya orang lain pada umumnya. Om soni masih sama, masih suka bercanda.Dan om soni pun masih sama, masih mau untuk mendorong kami untuk hidup bebas dari ketergantungan dengan terus-terusan menanamkan fikiran yang baik tentang ke-positif-an dan berani yakin akan kemampuan diri sendiri.

Baca:  Fitra, Tunanetra Bisnis Mobil Omset Ratusan Juta
Bagikan artikel ini
Alfian Andika Yudhistira
Alfian Andika Yudhistira

s1 antropologi universitas Airlangga Surabaya

Articles: 3

2 Comments

  1. hai kak, selamat datang dan terima kasih sudah ikut berpartisipasi dalam Lomba Artikel Inspiratif #Kartunet 2015. Sungguh sosok yang menginspirasi dan pantang menyerah bahkan terus berkontribusi dengan apa yang dimiliki. Semoga makin banyak sosok seperti om Soni di Indonesia ini ya kak. Silakan inspirasi ini disebarkan via social media ke sebanyak mungkin orang dan ajak untuk beri Like, retwit, atau +1 agar jadi artikel terfavorit. terima kasih 🙂

Leave a Reply