janji kala senja

Kutapaki sudah jalan setapak ini.
Penuh kerikil tajam yang menghujam kaki.
Luka tak kuperdulikan, perih bukan menjadi halangan.
Jauh sudah kutinggalkan semuanya. Jauh, sangat jauh.

Namun tak juga bisa kutinggalkan kamu, kamu yang selalu ada dalam angan-angan.
Anganku tentang semuanya…
Derai tawamu, senyum manismu, nafas manjamu, dan segala yang telah kita lewati.
Kini kurasakan sia-sia sudah perjalanan ini.
Kalau tak jua kubisa tuk temukan ujung lain dari semuanya.
Dirimu selalu hadir temaniku dalam sesaknya kesenyapan malam-malam yang datang.
Aku tak bisa menghapuskan tentang segalanya.
Tentang janji untuk lewati hari bersama.
Janji di kala malam menjemput dan tinggalkan senja.
Ingatkah engkau?

Ingatkan aku tentang malam saat kau kecup pipiku untuk pertama kali.
Ingatkan aku saat kau katakan rasamu dalam indahnya puisi, atau dengan nada-nada lembut sang kekasih.
Ingatkan aku saat kau mimpikan kita dibawah air terjun itu.
Ingatkan aku tentang malam-malam yang kita lewati bersama. Bersama temaramnya sang rembulan, dan kerlap-kerlipnya bintang.
Ingatkan aku semuanya. Ingatkan!
Agar semuanya menjadi abadi…
Abadi sebagai cinta yang tak pernah ternodai.
Tak Ternodai?
Huh! Hanya kata-kata manis saja. Telah banyak noda yang tercipta dengan cinta ini.
Telah banyak air mata yang tertumpah, telah banyak luka yang menganga, telah banyak benci yang mengunung.

Namun, apakah semua itu salah?
Sedangkan janji-janji itu masih abadi teringat dalam lemari hati yang terkunci?
Dan tak ada yang mampu menggantikan atau hanya sekedar mengganggunya?
Sedangkan segala harapan tak pernah surut bagaikan ombak samudra, yang tak tahu artinya Lelah?
Sedang semakin hari rasa menginginkan perlahan menjadi rasa membutuhkan?
Sedang hari demi hari membuat rindu ini semakin tak tertahankan?
Harus apa lagi yang aku lakukan Untuk meyakinkan hatimu?
Ribuan kata telah kurangkai, tak mengenal rasa malu apa lagi harga diri.
Ribuan kali doa kusampaikan untuk hadirmu.
Ribuan kali telah kujeritkan namamu dalam kepedihan tak terperih.

Namun, kau tak lagi ada di tempat yang sama. Tak lagi melihatku meski hanya sekilas.
Tak lagi mendengarku meski hanya seucap. Tak lagi menyahut meski telah kuteriaki.
Enggan merasa meski telah kusentuh.

Aku benci pada diriku sendiri. Benci pada hati yang terpenjara dalam kesakitan angan-angan tentang janji kala senja itu.
Dungunya aku yang tak juga mengerti.
Mengerti tentang banyak hal yang telah kau pilih dalam hidupmu.
Tak mengerti hati yang tak bisa hapuskan segala angan-angan, mimpi-mimpi yang bagimu hanya persinggahan sesaat.
Aku benci pada semuanya…
Benci pada diriku yang tak bisa membencimu…
Benci pada angan-angan yang telah kita rangkai bersama.
Marah terhadap langit yang telah pertemukan kita dalam keindahan cinta.

Biarlah, biar semuanya menjadi panantian yang entah kapan berakhir…
Aku akan tetap disini…
Disini, menunggumu kembali dalam janji di kala senja.

Kediri 04 maret 2017

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Diterbitkan
Dikategorikan dalam KARFIKSI Ditandai

Oleh Banyu Nugraha

Nama Saya banyu nugraha, Saya seorang tunanetra sejak lahir, dan sangat tertarik akan dunia sejarah.

1 komentar

  1. nah ini kan bagus. kegalauan disalurkan ke bentuk yang produktif yaitu karya. lanjutkan!

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *