JAWS, Sang Sahabat Yang Setia

Pada zaman sekarang ini komputer bukan benda aneh lagi bagi kita. Penggunaan benda elektronik yang satu ini telah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Komputer digunakan di mana-mana, seperti di perusahaan, sekolah, hingga sebagai media hiburan di rumah-rumah, seperti untuk mendengarkan musik dan menonton film. Hampir semua orang dari beragam lapisan dan profesi menggunakannya untuk berbagai keperluan, dari mulai para siswa yang menggunakannya untuk mengetik laporan, para karyawan yang mengerjakan tugas-tugas kantor, hingga para ibu rumah tangga yang mencari resep masakan di internet. Namun, sebagaimana yang kita ketahui komputer adalah sebuah alat yang membutuhkan visual dalam pemanfaatannya. Sementara itu kemajuan informasi dan teknologi membuat para tunanetra mau tidak mau harus mampu menggunakan perangkat ini untuk mengimbangi kemajuan tersebut. Lalu bagaimana cara para tunanetra menyiasati kendala visual dalam penggunaan komputer?

Jawabannya adalah dengan menggunakan aplikasi screenreader atau pembaca layar. Pembaca layar ini ada bermacam-macam, yaitu JAWS atau Jobs Acces With Speech dan , NVDA alias Non Visual Desktop Acces yang digunakan pada perangkat komputer, netbook, dan laptop. Tidak hanya komputer saja, ponsel atau telepon selular pun bisa menggunakan pembaca layar, yaitu Talks untuk ponsel Nokia yang memiliki sistem operasi Symbian, Blackberry Screenreader untuk smartphone Blackberry, Voice Over untuk IPhone,dan Talkback untuk sistem operasi Android.

Namun, dalam tulisan singkat ini saya hanya akan mengulas sedikit mengenai screenreader yang digunakan oleh mayoritas tunanetra pengguna komputer di Indonesia, yaitu JAWS yang merupakan kependekan dari Jobs Acces With Speech. Aplikasi pembaca layar yang bekerja dalam sistem operasi Windows ini berfungsi untuk menerjemahkan lambang-lambang verbal seperti huruf, angka, dan tanda baca yang tertera di layar komputer ke dalam bentuk suara yang bisa didengarkan. Suara JAWS pun ada beberapa pilihan, yaitu logat British English, American English, Prancis, dan Spanyol. Saya sendiri menggunakan JAWS yang berlogat British English karena sejak awal belajar di Yayasan Penyantun Wyataguna pada sekitar tahun 2008 pengajar saya pun mengajar dengan JAWS yang memakai logat tersebut, sehingga saya yang sekarang sudah terbiasa tidak ingin mengubah setting screenreader saya dengan logat lain.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apakah komputer untuk tunanetra adalah komputer khusus? Jawabannya adalah tidak. Komputer yang digunakan oleh para tunanetra tidak berbeda dengan yang dipakai oleh masyarakat kebanyakan. Yang membedakannya hanyalah penggunaan perangkat lunak screenreader pada komputer. Oleh karena itulah, komputer yang digunakan oleh tunanetra mungkin terdengar berisik bagi orang-orang non tunanetra, dikarenakan adanya screenreader yang membacakan tampilan visual yang muncul di layar.

Dikutip dari Wikipedia, JAWS diproduksi oleh the Blind and Low Vision Group (Freedom Scientific) di St. Petersburg, Florida, Amerika Serikat.

Aplikasi ini pertama kali diciptakan oleh seorang programmer bernama Ted Henter pada tahun 1989. Henter membuat aplikasi ini untuk menolong dirinya yang kehilangan penglihatan akibat kecelakaan pada tahun 1978. Aplikasi yang pada awalnya dirancang untuk bekerja dalam MS DOS ini kemudian terus dikembangkan, hingga sekarang JAWS yang terbaru adalah JAWS 18 yang dirilis pada bulan April 2017 dan bekerja pada sistem operasi Windows. Sedangkan di Indonesia sendiri JAWS mulai dipergunakan pada tahun 1990 oleh Yayasan Mitra Netra, sebuah yayasan yang bergerak di bidang advokasi dan pendidikan bagi para penyandang tunanetra. Pada awalnya, penggunaan screenreader yang berlambang ikan hiu ini masih terbatas pada Microsoft Office karena saat itu JAWS belum bisa digunakan pada sistem internet.

Hingga sekarang, Yayasan Mitra Netra yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini menyelenggarakan kursus komputer bicara (komputer dengan screen reader) untuk para tunanetra. Peserta kursus didominasi oleh siswa dan mahasiswa tunanetra yang sedang menempuh pendidikan secara inklusif di sekolah umum serta perguruan tinggi. Barulah pada tahun 1999, Yayasan Mitra Netra mulai merentangkan sayapnya dengan program kursus serupa di Yayasan Mitra Netra Perwakilan Bandung. Cara yang digunakan untuk memperluas akses tunanetra di seluruh Indonesia terhadap teknologi komputer dan Internet adalah melalui kerja sama dengan Microsoft Indonesia, pada tahun 2003, Yayasan Mitra Netra mendirikan Community Training and Learning Center (CTLC) di beberapa organisasi ketunanetraan dan Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk tunanetra di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makasar. MelaluiCTLC yang terdiri dari lima lembaga ini (Yayasan Mitra Netra Jakarta, Kartika Destarata Jakarta, Yayasan Mitra Netra Bandung, YAPTI Makasar dan Yapentra Medan), Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan program pelatihan komputer bicara bagi generasi muda tunanetra.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, bagaimana caranya seorang tunanetra belajar komputer? Jawabannya adalah dengan menguasai teknik mengetik 10 jari. Mau tidak mau kita harus hafal letak semua tombol pada keyboard. Selain mempermudah kita mengetik tanpa harus melihat keyboard, teknik ini juga bermanfaat untuk mempercepat proses pengetikan. Barulah setelah menguasai keterampilan mengetik 10 jari, kita bisa melanjutkan dengan mempelajari aneka program di komputer, mulai dari Microsoft Office hingga eksplorasi dunia maya.

Dengan demikian, jelaslah bahwa saya dan kawan-kawan tunanetra tidak menggunakan hardware khusus. Hardware yang digunakan adalah perangkat komputer seperti umumnya, yaitu monitor, keyboard, CPU, dan speaker. Penggunaan speaker ini sangat penting karena para tunanetra mengandalkan suara untuk mendengarkan output dari perintah-perintah yang diinput ke komputer.

Bagi saya sendiri, penggunaan komputer yang dilengkapi dengan JAWS Screenreader sudah merupakan kebutuhan pokok. Dengan aplikasi ini saya bisa melakukan banyak hal. Dengan menggunakan komputer yang didukung oleh screenreader saya bisa leluasa menyalurkan hobi saya menulis, hingga pada tahun 2014 dan 2015 saya dan beberapa teman yang tergabung dalam Komunitas Kartunet menerbitkan buku antologi cerpen yang masing-masing diberi judul Merpati Berjari Enam dan Yang Tak Terlupakan.

Awal perkenalan saya dengan komunitas yang bertujuan membantu anggotanya yang mayoritas merupakan penyandang disabilitas untuk menggali dan mengembangkan bakat serta minatnya ini juga berlangsung dengan perantaraan komputer yang terkoneksi dengan jaringan internet. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa komputer yang dilengkapi dengan screenreader dan terkoneksi ke internet turut membuka wawasan baru dan memperluas pergaulan saya.

Dengan kemampuan mengoperasikan komputer yang dilengkapi screenreader, seorang tunanetra seperti saya bisa memperluas wawasan dan pergaulan tanpa harus keluar dari rumah. Hal ini tentu sangat membantu, karena tidak bisa dipungkiri bahwa bagi saya kendala pada penglihatan juga berimbas pada keterbatasan mobilitas.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, hal yang terpenting bagi saya adalah bahwa saya bisa mengembangkan bakat dan minat saya di bidang sastra. Tidak hanya bagi saya, bagi teman-teman sesama tunanetra pun demikian. Bahkan banyak di antara mereka yang bertindak lebih jauh dengan mengembangkan potensi mereka di bidang teknologi informasi. Mereka mempelajari lebih jauh mengenai komputer, seperti programming, desain web, online marketing, dan aneka seluk beluk dunia maya lainnya. Bahkan pada tahun 2006 beberapa kawan tunanetra yaitu Dimas Muharam, Aris Yohanes, Irawan Mulyanto, dan M. Tariqo meluncurkan sebuah website yang menampilkan hasil karya dari para penyandang disabilitas dan berita-berita seputar isu disabilitas. Website tersebut dapat diakses di alamat www.kartunet.com. Saya sendiri pun kerap turut berpartisipasi dalam website ini dengan menampilkan aneka tulisan seperti cerpen dan artikel.

Tidak hanya website Kartunet, bagi saya sendiri pun screenreader sangat membantu dalam aktivitas blogging. Hingga kini saya tetap menyalurkan hobi saya dalam hal menulis dengan memajang karya-karya saya di blog yang beralamat di

http://www.chrysanova.wordpress.com. Selain saya, banyak pula kawan-kawan tunanetra lainnya yang memiliki blog pribadi dimana mereka memajang karya-karyanya seperti musik dan tulisan.

Selain itu, ada pula yang memanfaatkan bakatnya di bidang teknologi informasi untuk berbisnis online. Hal ini sangat bermanfaat dan dirasakan sangat cocok untuk kaum tunanetra karena bisnis ini tidak mengharuskan pengusaha untuk pergi keluar rumah. Kebetulan, pada saat melakukan praktek kerja lapangan tahun 2016 lalu saya menjumpai salah seorang tunanetra yang menekuni bisnis online, yaitu M. Tariqo yang saya panggil dengan sebutan Mas Riqo. Mas Riqo bertempat tinggal di Depok. Kami pun sempat berdiskusi mengenai online marketing, namun sayangnya karena masa PKL yang terbatas, saya tidak sempat mempelajari topik ini dengan lebih mendalam.

Di dalam perkuliahan pun penggunaan komputer sudah merupakan hal wajib. Penggunaan screenreader sangat membantu saya dalam mengikuti perkuliahan, baik untuk mengetik tugas, berkomunikasi via email, mencari bahan bacaan, hingga untuk presentasi. Bahkan, saya mengikuti mata kuliah Komputer dengan laptop yang dilengkapi pembaca layar. Teman-teman dan dosen yang semuanya non disabilitas pun tidak asing lagi dengan JAWS. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak semua materi bisa diikuti dengan screenreader. Ketidakmampuan JAWS untuk membaca gambar membuat saya tidak bisa mengikuti praktek desain grafis seperti Photoshop dan Corel Draw dengan baik, sehingga tugas praktek tersebut diganti dengan tugas lain.

Saudara-saudara saya pun demikian. Meskipun pada awalnya merasa asing , bahkan agak terganggu oleh JAWS yang cerewet, lama-kelamaan mereka malah tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang JAWS . Dengan demikian seluk beluk screenreader tidak hanya merupakan urusan para penyandang tunanetra, tetapi juga orang-orang non disabilitas.

Sekian dulu tulisan singkat mengenai JAWS. Dengan mengembangkan kreativitas yang diberikan Sang Pencipta manusia mampu mengatasi permasalahannya, bahkan menolong sesamanya yang juga memiliki masalah yang sama. Mari kita melihat ke dalam diri sendiri, apakah yang masih bisa kita lakukan. Jangan biarkan apapun menjadi penghalang. Kekurangan di suatu hal pasti akan dibarengi oleh kelebihan dalam hal yang lain, jadi mari kita maksimalkan apa yang menjadi kemampuan kita untuk melakukan yang terbaik dari diri kita.

 

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Cchrysanova Dewi

Chrysanova Prashelly Dewi adalah alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Subang. Gadis yang mengalami ketunanetraan sejak berusia lima belas tahun ini gemar menulis, membaca, dan mendengarkan musik

1 komentar

  1. asik sekali tulisannya. tapi sepertinya saat ini NVDA + eloquence sudah mulai menyaingi JAWS. Karena perkembangannya lebih cepat dan sangat efektif di windows 10 juga di Office baru seperti office 2013 dan 2016.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *