Jingga Laksa Surya

Sore menyapa, ku terduduk di sini jua
Di atas kursi berlubang-lubang tua
Yang sudah tak nyaman adanya
Aku temenung, di beranda sunyi, tanpa tahu mengapa aku duduk di sini
Memandang ke suatu arah yang sama

 

Ada bulatan jingga di sana
Kian lama kian merendah dan menghilang
Semula semua putih bersih, laksa kapas, berterbangan, perlahan menjingga
Tergaris panjang indah ke utara dan selatan seperti penggaris Kak Luna

 

Samar kudengar suara langkah kaki mendekat.
“Hari terang akan segera digantikan oleh malam tenang

 

Marilah masuk, Kayla…”
Kau tahu, aku ini anak sindrom Down
Akulah satu dari 650 kelahiran, selesma, radang tenggorokan, radang paru-paru

Itu menyebalkan, juga membosankan
Membosankan karena aku sudah terlalu banyak mengidap penyakit
Hingga saat ini pendengaran dan penglihatanku kurang jelas
Aku juga kesulitan dalam berbicara
Benar-benar menyakitkan.

 

Sebenarnya aku tidak suka dianggap cacat mental
Benar-benar merendahkan!
Memang, aku ini anak ke tujuh dan merupakan ‘produk gagal
Menyedihkan, ya?
Pada saat lahir jantungku bocor
Kulitku pucat sekali
Kakak-kakakku dan ayah ibu benar-benar mengkhawatirkanku
Aku berhasil bertahan hidup hingga usiaku kini, yaitu empat tahun
Ya, inilah aku, Kayla, begitu aku dipanggil

 

Malam menjelang
Kak Luna mengelus punggungku lembut
“Oh… mungkinkah perutmu tak lagi terisi, kosong?

Mari kubantu dirimu mengisi kekosongan itu

dengan beberapa suap bubur protein bergizi tinggi.”
Dan aku selalu suka saat ia membisik
“Aku ingin kau menjadi normal, Kayla…
aku… aku… hati ini tak pernah sampai untuk mengerti keadaanmu,

kuharap kau dapat menggapai apa yang kau citakan kelak…”

 

Aku? Normal? Menggapai cita?
Mungkinkah itu harapan untukku? Akankah terwujud?
Kak Luna mendudukkanku pada tempat tidur di kamarnya
Aku tak mengerti mengapa Kak Luna memilih tempat ini
Bubur itu kutampar ketika disuapkan padaku
Aku tak tahu mengapa aku ingin melakukannya
Yah… mungkin karena jengkel

 

Apa yang bisa kulakukan?
Apa yang bisa kuraih?
Aku… Aku… ingin menjadi seperti Kak Luna
Yang selalu pandai memilih potongan-potongan kata
Lalu merangkainya dengan indah membentuk sebuah puisi

 

Aku juga ingin seperti Kak Mia
Yang pandai memadukan titik, garis, warna, bentuk, serta bidang, membentuk karya yang abstrak atau malah nampak nyata

 

Atau juga Kak Via yang suka sekali bermain bulu tangkis
Aku amat tahu perasaan gembira Kak Via
Saat melihat wajahnya bila ia baru saja menang
Dari lawan-lawan yang lebih tua, apalagi laki-laki

 

Malam telah larut
Aku terbangun karena kedinginan
Termenung..
Aku adalah yang paling berbeda dari semuanya
Tak sempurna, juga tak berguna, merepotkan saja

 

Tapi, bisikan ibu selalu membuatku tersentak haru

“Aleen… Ibu menyayangimu, kami mencintaimu. Besarlah anakku, gapai citamu, Warnailah dunia, dengan warna jinggamu. Jingga laksa surya yang membuat bahagia…”

Last Updated on 11 tahun by Redaksi

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *