Jakarta – Beberapa hari terakhir ini, Afriani Susanti (29) menjadi pembicaraan hangat di masyarakat luas. Wanita bertubuh subur ini mendadak terkenal setelah Daihatsu Xenia nopol B2479XI yang dikendarainya menelan sembilan korban tewas dan tiga luka, Minggu lalu.
Publik sempat jengkel karena tak ada tanda-tanda penyesalan sedikitpun di wajahnya. Bahkan ia masih sempat memainkan BB-nya dan tertawa-tawa seolah tak terjadi apa-apa saat diperiksa. Ini wajar saja, karena saat itu si pengemudi maut masih berada di bawah pengaruh narkoba dan minuman keras yang di konsumsinya sebelum kecelakaan naas itu terjadi. Baru beberapa hari setelah pengaruh barang-barang haram itu hilang, Afriani mulai menunjukkan perubahan. Ia sering terlihat murung dan termenung. Entah apa yang ada di dalam fikirannya. Ia telah menyatakan permintaan maaf kepada korban dan seluruh keluarganya. Melalui pernyataan tertulis yang dibacakan oleh pihak keluarganya, Afriani berkali-kali menuliskan kata maaf sebagai ekspresi rasa penyesalanya.
Kini, persoalan yang tinggal adalah apakah hukuman yang setimpal bagi si pengendara maut ini. Polisi bersikukuh akan menerapkan pasal kelalaian kecelakaan lalu lintas dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara. Namun sejumlah kalangan menilai Afriyani pantas mendapat ancaman pasal pembunuhan dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Beberapa pakar hukum mengeluarkan pendapat dan argumen seputar hukuman yang pantas dikenakan pada Afriani. Pakar Hukum Pidana Universitas Gajah, Mada Eddy Hiariej, berpendapat bahwa sangat mungkin Afriani mendapat hukuman di atas enam tahun. Pasalnya, perempuan bertubuh tambun itu telah melanggar beberapa Undang-Undang. UU lalu lintas, Narktika dan KUHP. Sementara ahli hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Kuat Puji Prayitno menyatakan, “sumber hukum ada 3 yaitu berdasarkan interpretasi aturan, berdasarkan putusan hakim yang sudah tetap (yurisprudensi) dan hukum yang hidup dalam masyarakat. Sehingga, polisi tidak perlu kaku menggunakan sumber interpretasi aturan semata.”
Apapun nanti hukuman yang akan dikenakan kepada Si Pengendara Maut ini, yang penting adalah jangan sampai mengesampingkan aspirasi dari masyarakat. Memang kita telah memiliki aturan hukum yang telah ditetapkan dan dilegalkan secara tertulis. Namun aspirasi dari publik juga harus di perhatikan. Jangan sampai penerapan pasal-pasal dari aturan tertulis yang berlaku melukai rasa keadilan masyarakat.
Kasus ini memberikan sebuah pelajaran berharga bagi kita. Sikap kehati-hatian dalam setiap tindakan dan perilaku kita adalah sebuah keharusan. Setiap yang kita lakukan, baik maupun buruk, pasti ada bekas dan ganjarannya. Bila kita melakukan sebuah tindakan yang merugikan, maka bersiaplah-siaplah menerima sanksinya. Hukum tak pernah pandang bulu. Tak peduli apakah itu masyarakat umum atau mereka yang duduk di pemerintahan, masyarakat miskin atau mereka yang berdarah biru, normal atau mereka yang berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas). Meskipun pada pelaksanaanya nanti akan di berikan perlakuan khusus, pelanggar hukum tetaplah pelanggar hukum. Meskipun ia serang pejabat negara sekalipun, ia takkan dapat meloloskan diri dari akibat perbuatan “jahat” nya itu.(Satrio)
editor : Risma