Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana bagi Disabilitas berdasarkan Sendai Framework Action dan Perundang-Undangan Indonesia

Pada 27-29 April 2015, Arbeiter Samariter Bund (ASB) mengadakan sesi selama 3 hari terkait kebijakan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bagi kelompok disabilitas. Program ini diwujudkan atas bantuan dan kerjasama dari Australian Aid, ASB, Universistas Sidney dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. Seperti yang telah kita ketahui, masyarakat internasional melalui Badan Perserikatan Bangsa untuk Perkiraan dan Koordinasi Bencana (UNDAC) telah menyatakan bahwa orang dengan disabilitas berpotensi dua kali lebih besar untuk terluka bahkan meninggal dunia saat terjadi bencana. Hal ini yang menjadi alasan di antara setiap bangsa sebagai bagian dari masyarakat internasional untuk berkomitmen dalam memberikan perlindungan terutama kelompok rentan seperti kelompok disabilitas.

Indonesia sudah meratifikasi Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang disabilitas yang telah diundangkan dalam UU No. 19 Tahun 2011. UU tersebut mengemanatkan seluruh peserta konvensi termasuk Indonesia untuk mengambil tindakan berkaitan dengan kewajiban mereka di bawah hukum internasional, hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional, untuk memastikan adanya perlindungan dan keamanan bagi orang-orang dengan disabilitas di saat situasi berisiko seperti dalam konflik bersenjata, keadaan darurat kemanusiaan dan kejadian bencana alam. Di samping itu Indonesia juga memiliki peran yang penting sebagai bagian dari negara-negara di mana bencana alam lebih sering terjadi dibandingkan di negara lain, peran ini ada dalam pembentukan Sendai Frmaework Action (SFA). Peran Indonesia ini telah mendorong pembahasan isu kemanusiaan sebagai salah satu isu internasional yang penting yang harus disuarakan di setiap negara termasuk di Indonesia sendiri. Pentingnya peran Indonesia mengharuskan pemerintah untuk mengimplementasikan apa yang telah disuarakan dalam SFA. Dalam SFA ini, ketentuan-ketentuannya telah mengakomodasi kelompok disabilitas. SFA mengamanatkan negara peserta untuk membuat peraturan khusus atau peraturan inklusif yang mengatur perlindungan terhadap kelompok disabilitas dalam situasi bencana alam.

UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana telah memberi prinsip-prinsip panduan dalam menangani bencana alam. Salah satu prinsip tersebut mengamanatkan bahwa penanganan harus dilakukan tanpa diskriminasi. Namun, ketentuan dalam aturan yang berlaku saat ini belum secara tegas memberikan pengaturan tentang inklusi disabilitas dalam penanganan bencana. Walaupun UU saat ini memiliki kekurangan, ketentuan dalam SFA di mana Indonesia terlibat dan Panduan Tematik atas Disabilitas Japan International Cooperation Agency (JICA) yang telah diakui di dalam Rencana Jangka Panjang Badan Perencanaan Nasional Indonesia, memiliki ketentuan yang signifikan dalam memandu prinsip-prinsip inklusi disabilitas ke dalam kebijakan PRB. Salah satu elemen yang dimandatkan oleh ketentuan-ketentuan tersebut ialah adanya partisipasi dari kelompok disabilitas dan organisasi penyandang disabilitas dalam proses pelatihan, persiapan diri dan pendidikan terkait dengan PRB.

Sejauh ini, ASB dengan didukung Universitas Sidney telah berupaya dalam kerjasama bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk memastikan baik tindakan yang tidak diskriminatif dan pelaksanaan prinsip-prinsip inklusi disabilitas diberlakukan pada setiap program PRB nasional yang dilaksanakan oleh BNPB. Hal ini penting untuk memperkenalkan dan melibatkan kelompok disabilitas dalam proses perancangan kebijakan PRB di mana keamanan, keselamatan dan nyawa mereka sangat terancam dalam situasi bencana alam, dan karenanya mereka harus dilibatkan untuk menjamin hak-hak keamanan dan keselamatan mereka terlindungi oleh kebijakan. Juga diharapkan UU Penanganan Bencana di masa depan untuk mengadopsi panduan-panduan SFA dan hukum internasional lainnya yang mewajibkan inklusi disabilitas dalam setiap kebijakan manajemen dan penanganan bencana. Saat bencana alam terjadi, tidak ada satupun yang boleh ditinggalkan termasuk kelompok disabilitas. Hal ini merupakan tanggung jawab kita dan negara untuk memastikan kebijakan dan program PRB melindungi setiap nyawa orang, paling tidak mengurangi risiko bencana alam saat terjadi bencana alam.

Last Updated on 5 tahun by Redaksi

Oleh Abi Marutama

Penyandang low vision sejak lahir. Lulusan fakultas hukum. Membidangi hukum kemanusiaan internasional, hukum has asasi manusia dan kebijakan pemerintah terkait disabilitas.

2 komentar

  1. halo kak, terima kasih untuk sumbang tulisannya. Menarik dan penting sekali ini informasi mengenai PRB. Semoga dapat jadi referensi untuk pembaca Kartunet. anyway, boleh tolong agar user profile kakak di Kartunet dilengkapi kak? terutama untuk bagian biografi yang dapat diisi dengan deskripsi singkat siapa diri kakak. Agar Kartuneters yanglain dapat lebih mengenal kakak. terima kasih 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *