KPU Akomodasi Pemilih Disabilitas

Jakarta, Kartunet.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu berusaha mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas lewat aturan yang dibuat. Melalui peraturan KPU No 35 tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD,DPR Propinsi dan Kabupaten/Kota, sudah ada beberapa pasal yang secara rinci memberi akses pada penyandang disabilitas.


 


Perkembangan ini mulai terlihat pada Pemilu tahun 2009, ketika alat bantu Braille untuk tunanetra sudah digunakan pada Pemilu legislative dan presiden. Namun, masih ditemui kekurangan di sana-sini seperti alat bantu yang tak tersedia di beberapa TPS, lokasi yang kurang aksesibel bagi pengguna kursi roda, dan bilik atau posisi kotak suara yang tak terjangkau. Semua fakta tersebut dianggap sebuah kekurangan atau bahkan pelanggaran sebab telah diatur dalam peraturan yang dibuat oleh KPU.


 


Menurut peraturan KPU No 35 tahun 2008, ada beberapa pendukung aksesibilitas yang ideal bagi calon pemilih dengan disabilitas, dan dapat diuraikan sebagai berikut:



  1. Alat bantu tunanetra
    Alat bantu  ini diatur dalam pasal 8 ayat 3 bahwa  tersedia di tiap TPS. Bentuknya seperti template dua bidang yang digunakan untuk menjepit kertas suara. Pada bagian kotak gambar calon, terdapat ruang dengan tulisan Braille di bawah kotak. Di atas label Braille yang menerangkan tentang nama calon, pemilih tunanetra dapat mencoblos gambar tanpa kesalahan menggunakan alat tusuk TPS. Maka, alat bantu tersebut dapat membuat tunanetra jadi mandiri dan menjaga kerahasiaan pilihannya.

  2. Meja kotak suara
    Pada pasal 19 ayat 1 sudah diatur bahwa tinggi meja untuk meletakkan kotak suara tidak boleh lebih dari 35Cm. Letaknya di dekat pintu keluar dan berhadapan dengan posisi ketua KPPS. Tinggi tersebut dirasakan cukup bagi pengguna kursi roda agar dapat memasukkan surat suaranya sendiri.

  3. Posisi bilik suara
    Ditetapkan pada pasal 19 ayat 2 bilik suara berjarak minimal satu meter dari batas lebar lokasi TPS. Hal ini dimaksudkan agar pengguna kursi roda dapat menuju ke bilik suara tanpa menemui ruang yang sempit.

  4. Meja pemberian suara
    Masih pada pasal yang sama, diatur bahwa tinggi meja untuk memberikan suara tidak lebih dari 100M dengan rongga di bawahnya. Rongga tersebut bermanfaat bagi pengguna kursi roda dapat memasukkan bagian depan kursi rodanya ke bawah meja, sehingga dapat mudah mencoblos kertas suara.

  5. Lebar pintu masuk dan keluar
    Diatur pula dalam pasal 21 bahwa lebar pintu TPS minimal 90M. Lebar tersebut dirasa cukup bagi pengguna kursi roda untuk masuk dan keluar lokasi.

  6. Aksesibilitas lokasi
    Bagi pengguna kursi roda, pasal 22 ayat 1 menjamin bahwa lokasi TPS tidak berbatu-batu, tidak berbukit, tidak berumput tebal, tidak melompati parit, dan tidak bertangga-tangga. Semua hambatan tersebut dapat mempersulit akses pengguna kursi roda, terutama mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi.

  7. Pendampingan saat mencoblos
    Bagi pemilih tunanetra atau tunadaksa yang mengalami kesulitan untuk mencoblos, KPU membeirkan solusi dengan adanya pendamping dari kalangan petugas KPPS, atau tidak. Penyandang disabilitas dapat memilih kebutuhannya, tanpa paksaan. Bagi petugas yang diminta mendampingi, harus tanda tangan form C5 yang menyatakan untuk merahasiakan pilihan yang dibantu.

 


Beberapa aturan yang dibuat oleh KPU untuk akses penyandang disabilitas telah cukup ideal. Hal yang diperlukan saat ini adalah pengawasan agar aturan tersebut diaplikasikan dengan baik, sehingga penyandang disabilitas tak terhalang menyalurkan aspirasinya. DPM

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *