Logika dan Cinta

Dalam tulisan kali ini penulis ingin berbagi sedikit pengetahuan yang penulis dapatkan dari beberapa mata kuliah filsafat yang penulis ambil di kampus. Sebenarnya penulis tidak mengambil jurusan filsafat, namun penulis memiliki ketertarikan yang cukup besar dengan dunia filsafat sehingga penulis mengambil beberapa mata kuliah pilihan dari jurusan filsafat.

Salah satu poin penting dari ilmu filsafat adalah penggunaan logika. Lalu, mengapa penulis menghubungkan antara logika dengan cinta? Mari lanjutkan membaca tulisan ini.

Logika, sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sering dilupakan orang. Mengapa penulis katakan “sering dilupakan orang”? Dalam kehidupan sehari-hari, penulis seringkali mendengar orang yang mengambil kesimpulan dari suatu kejadian tanpa melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan kejadian tersebut bisa terjadi. Mari kita langsung melihat contoh kongkritnya.

1. Logika Deduktif

Logika deduktif adalah cara berpikir dari hal yang umum (premis mayor) menuju hal yang khusus (premis minor) hingga akhirnya didapatkan sebuah kesimpulan. Tetapi seringkali kita mengabaikan penggunaan logika semacam ini.

Mari kita lihat contoh berikut. Banyak wanita yang berpendapat seperti ini, “Cowok itu Cuma ada dua tipe, kalo gak brengsek ya homo!”

Dari contoh kasus di atas, terlihat bahwa wanita tersebut hanya berpatokan pada premis mayor (hal yang umum) dan langsung mengambil kesimpulan tanpa menggunakan premis minor (hal yang khusus). Jika wanita tersebut berpikir dengan logika deduktif, maka akan terbentuk pemikiran seperti berikut.

Premis mayor: Semua laki-laki adalah brengsek atau homo.
Premis minor: Bapak wanita tersebut adalah laki-laki.
Kesimpulan: Bapak wanita tersebut adalah brengsek atau homo.

Bagaimana? Fakta yang mencengangkan? Apakah tega wanita tersebut mengatakan bapaknya sendiri adalah orang yang brengsek atau homo? Begitulah kira-kira ilustrasi dari penggunaan logika deduktif.

2. Logika Induktif

Kebalikan dari logika deduktif adalah logika induktif. Logika induktif adalah cara berpikir dengan melakukan penelitian/percobaan terhadap beberapa objek (hal yang khusus) hingga akhirnya mendapatkan sebuah kebenaran sementara. Kebenaran sementara itu akan berubah jika ada hasil percobaan yang tidak cocok dengan percobaan sebelumnya.

Coba kita perhatikan ilustrasi berikut. Seorang wanita berkata bahwa setelah dia menjalin hubungan spesial dengan 10 orang laki-laki, semua laki-laki itu adalah brengsek. “10 laki-laki” adalah percobaan (hal yang khusus) dan “semua laki-laki adalah brengsek” adalah kebenaran sementara. Namun, ketika wanita tersebut menjalin hubungan spesial dengan laki-laki ke sebelas, ternyata laki-laki itu sangat baik hati. Maka kebenaran sementara tersebut akan berubah menjadi “Di antara banyak laki-laki brengsek, ada laki-laki yang baik hati”.

Lalu, apa hubungannya logika dengan cinta? Hubungannya sangat sederhana. Gunakanlah logika dalam setiap kesempatan, termasuk dalam hal cinta. Jangan sampai perasaan mengalahkan logika. Karena terkadang penggunaan perasaan yang berlebihan akan berakibat cukup fatal. Jika kita berpikir tanpa logika, bukan tidak mungkin jika kita akan mendapatkan kesimpulan yang salah terhadap sesuatu yang kita alami dalam percintaan. Yang lebih baik adalah menggunakan perasaan yang seimbang dengan logika.

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Fakhry Muhammad Rosa

Fakhry Muhammad Rosa, seorang tunanetra kelahiran Pontianak, 31 Mei 1994. Alumni jurusan Sastra Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Aktif menjadi pengurus di ITCFB (IT Center For The Blind) sebagai penulis artikel teknologi (silahkan baca di http://www.itcfb.org). Aktif bermusik sebagai drummer di Mitra Netra Band dan bassist di Remikustik.

7 komentar

  1. Agnes Monika: “Cinta ini, kadang-kadang tak ada logika!” gitu ga, sih, lagunya? tapi menurut gw kalau cinta pakai logika ga asyik, karena cinta itu buta, cinta itu tunanetra *Dikutip dari Tweet monitoring*

  2. salah masuk jurusan lo Ri. kalo mau jadi Don Juan masuk sastra Perancis. kalo masuk Jerman tuh harusnya jadi kayak Hitler. haha. good writing 🙂

  3. hehehe jadi mengingatkanku pada pelajaran critical thinking semester tiga lalu jeng heehhehe

  4. Yaah sepikiran (mau posting,
    tapi aku filsafat ilmu dan manusia) hahaha,
    bisa gitu…
    kaga jadi dah….

    Sesuatu daaa

    jadi bisa nyantai,
    tadi habis ujian itu,
    hegheg….

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *