Manusia Dahsyat

Gloria Excelcise Muhammad
Sahabat bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja ya. Sahabat, pada kesempatan ini aku ingin bercerita tentang kisah temanku, semoga ceritanya dapat menjadi motivasi baru. Sahabat, aku punya teman namanya Gloria Excelcise Muhammad, dia tergolong anak yang pintar di sekolah. Dia selalu mendapatkan rangking di kelas. Pernah suatu hari aku bertanya apa rahasia kepintarannya, dia hanya tersenyum dan mengambilkan buku dalam tasnya. Awalnya aku tidak paham maksudnya setelah aku pikir-pikir ternyata rahasianya dari hobi membacanya. Dia juga berkata kepintaran dalam pelajaran di kelas bukan segalanya yang terpenting seberapa pintarkah kita dapat mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan.

Sahabat, meski kami bersekolah di SMA negeri. Namun, kami tidak seperti siswa lainnya. Setiap siswa sebagaian besar memiliki modal leptop untuk mempermudah belajarnya. Sedangkan kami hanya bermodal tekad dan usaha. Dulu pada tahun 2014 ada lomba menulis dari BKKBN bertema “Kependudukan di Indonesia”, pada waktu itu Excel mengajakku untuk ikut serta dalam lomba tersebut. Namun, aku menolaknya dengan alasan tidak memiliki leptop atau alat ketik lainnya. Dia bilang “Sama Jok aku juga tidak punya, Oh ya sejak kapan kamu mudah menyerah?” aku hanya dapat terdiam dengan ucapannya.

Sahabat, setiap pulang sekolah biasanya kami selalu pulang bersama, namun sejak saat itu Excel selalu pulang duluan. Sempat berpikir mungkin dia marah kepadaku dan sebagai temannya aku ingin segera minta maaf. Sore itu aku mencarinya, ternyata dia mengurung diri di lab komputer. Dengan seriusnya dia menatap layar komputer sambil mengaruk-garuk kepalanya. Meski tidak memiliki sarana pribadi bukanlah halangan no 1, menurutnya batu adalah sebuah tantangan. Melihat keseriusannya aku mengurungkan diri untuk menemuinya dan memutuskan untuk pulang lebih dulu.

Keesokan harinya munculah gosip baru, dalam gosip tersebut di beritahukan bahwa Excel terkunci di dalam sekolah dan berteriak sambil menunggu tukang kebun membukakan pintu kira-kira jam 07.00 malam, meski begitu perjuangannya tidak selesai sampai disini. Waktu istirahat sekolah dia pergi ke lab untuk menyelesaikan essai nya. Sahabat, dia juga bercerita kepadaku, “Saking asiknya mengerjakan essai sampai lupa jam, dan aku sering di usir penjaga lab komputer,”. Sahabat, sejujurnya ini bukan kali pertama dia mengikuti lomba essai. Namun, sudah berkali-kali sejak dari kelas X meski dia tidak pernah menjadi juara. Namun, semangatnya patut di contoh. Dia tidak pernah mengeluh ataupun putus asa. Dia selalu berusaha untuk bangkit, bangkit dan bangkit lagi. Mengoreksi dari kesalahan terdahulu.

Sahabat, biasanya kami selalu mengadakan belajar kelompok setiap malam di rumahnya, tapi waktu itu dia tidak bisa hadir tepat waktu karena harus melanjutkan essainya di rumah salah satu guru. Padahal jarak dari rumahnya sangatlah jauh, dia berkata “Ingsaallah nanti malam, aku baru bisa hadir,” sebagai temannya aku hanya bisa mengiyakan saja. Aku menunggu nya hingga jam 9 namun dia tidak kunjung datang, akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Pada jam 11 malam ada seseorang mengetuk pintu rumahku dan segera aku buka, aku sempat kaget karena Excel datang kerumahku setelah aku tanya alasan kenapa datang ke rumahku, dia menjawab “Maaf, baru selesai mengerjakan essai. Sebenarnya tadi aku di suruh menginap di rumah pak Githo tapi karena aku sudah janji kepadamu jadinya aku pulang saja, dan pergi kerumahmu.”. Sahabat, jujur aku kagum kepadanya. Dia datang malam-malam demi menepati janji. Mungkin kalau aku di posisinya aku akan memilih untuk menginap menikmati mimpi dan melepas kelelahan di tubuh.

Sahabat, andai saja kalau dia memiliki sarana seperti leptop atau komputer mungkin dia akan lebih santai. Namun, dia tidak pernah menyalakan keadaan. Dia tidak pernah marah kepada orang tuanya karena tidak membelikan leptop, dia berusaha dan terus berusaha mencari jalan keluar dalam masalahnya dengan suatu keyakinan bahwa tuhan tidak pernah menguji hambanya melebihi batas kemampuannya.

Sahabat, sebulan kemudian diadakan study tour ke pulau dewata selama 3 hari. Dengan suka cita kami mengikutinya. Namun, di tengah perjalanan kami dapat kabar bahwa essai yang di buat Excel masuk dalam 10 besar jawa timur dan harus dipresentasikan 3 hari lagi. Sebagai temannya aku sangat marah karena keterlambatan informasi dari panitia. Tapi Excel justru sebaliknya, dia terlihat senang atas informasi tersebut. Guru pengawas study tour menanyakan kepada Excel “Ikuti study tour atau mengikuti lomba?” Excel terdiam sejenak dan berkata, “Dua-dua nya pak,”

Sahabat, meski aku sudah 5 tahun mengenalnya namun aku tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya. Jika aku di posisinya pasti aku akan binggung, namun dia menjawab tanpa keraguan. Dia berkata dia akan ikut study tour kemudian dia akan pulang lebih cepat supaya tidak terlambat mengikuti lomba. Sebagai teman aku menanyakan apa alasannya memilih itu? Dia menjawab “Momen di mana aku bisa bersama teman-temanku tidak akan terulang untuk kedua kalinya, dan tidak mungkin juga aku dapat membuang kesempatan emasku untuk meraih prestasi,”

Sahabat, ketika sedang berkumpul dengan teman-teman dia melupakan beban lombanya dan lebih menunjukkan senyumannya. Namun ketika malam dengan modal cahaya yang bersinar dari tabletnya dia terus belajar memahami isi essai nya dan mempersiapkan jawaban yang mungkin muncul dari pertanyaan juri. Dengan kondisi di dalam bus tentu tidak akan mudah untuk dapat belajar. Terlebih lagi keadaan fisiknya pasti lelah karena dalam perjalanan. Namun, itu semua bukan halangan baginya.

Sahabat, saat di dalam kapal Excel masih terfokus dalam belajarnya, berbeda dengan siswa lain yang sedang sibuk memegangi kepala masing-masing karena mabuk laut. Sahabat, Perjuangannya tidak berhenti sampai di sini. Saat malam tiba di penginapan para siswa sedang asyik tidur, dia masih sibuk belajar, sungguh perjuangan yang keras. Keesokan harinya dia juga harus pulang sendiri dengan harapan tidak telat menghadiri presentasi.

Sahabat, beberapa minggu kemudian tibahlah pengumuman lomba, dan Alhamdulillah Excel mendapat juara 1 Jawa timur dan masuk 10 besar nasional sehingga dia mewakili Jawa timur untuk merebutkan juara 1,2 dan 3 nasional di Jakarta. Namun, sangat disayangkan saat mewakili Jawa timur dia tidak mendapat juara. Tapi rasa sedihnya terobati karena dia dapat menghadiri upacara kemerdekaan di istana negara bersama bapak presiden Susilo Bambang Yudoyono.

Sahabat, kita pasti akan memanen padi jika kita menanam padi. Jadi yakinlah jika kebaikan yang kita tanam akan membuahkan kebaikan pula, tinggal bagaimana kita memanennya. Karena tidak menutup kemungkinan kita akan terluka jika salah memanennya. Sahabat, terimakasih telah mau membaca tulisanku. Terimakasih telah mendengar ceritaku.

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

2 komentar

  1. halo kak, selamat datang dan terima kasih sudah ikut partisipasi dalam Lomba Artikel Inspiratif #Kartunet 2015. Silakan inspirasi ini disebar via social media dan ajak sebanyak mungkin orang untuk ikut like, retwit, atau +1 ya kak agar jadi Artikel Terfavorit. Mohon pula bagian user profile di website ini dilengkapi, khususnya bagian biografi dengan deskripsi singkat diri kakak, sehingga lebih mudah dikenali oleh Kartuneters lainnya. terima kasih 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *