Makna cinta pada pasangan tunanetra dari Perspektif Psikologi

1. Perumusan masalah
Soemantri (2006), tuna netra (tunet) adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awam.

Greegor (dalam Fauzana, 2010), seorang tuna netra berkata “Sejauh saya mengingat, saya menyadari akana adanya dua ‘saya’ pada diriku, tampilan luar yang dapat dilihat oleh seluruh dunia, dan satu lagi substansi dalam diriku yang tidak dapat dilihat. Tampilan luar tentu saja bagian tubuhku dan kecacatan yang tampak yang mempengaruhi dunia dalam diriku sebenarnya. Kesampingkan mataku yang tidak dapat melihat, ekspresi wajahku yang aneh, dan tingkah lakuku yang dipengaruhi dunia dalam menilaiku. Bagian dalamnya adalah pikiranku, karakterku, kesadaranku, dan diriku sebenernya. Kesampingkan mataku yang tidak dapat melihat, ekspresi wajahku yang aneh dan tingkah lakuku yang dipengaruhi oleh kecacatanku, maka anda akan menemui seorang yang normal di dalam sana”.

Fromm yang merupakan seorang psikiater (2002) menyatakan bahwa pada cinta terdapat hubungan saling memberi dan saling menerima diantara dua orang atau lebih. Cinta yang dimaksud adalah cinta heteroseksual (berbeda kelamin) yang disebut oleh Fromm sebagai cinta erotis.

Cinta erotis mendambakan suatu peleburan secara total atau penyatuan dengan pribadi lain dari jenis kelamin yang berbeda namun bermakna. Sedangkan definisi makna dalam kamus lengkap Psikologi (Chaplin, 2002) adalah sesuatu yang dimaksudkan atau yang diharapkan, sesuatu yang berarti atau yang menunjukkan satu istilah (simbol) tertentu. Cinta itu yang membuat dunia hingga saat ini belum mengalami kiamat (Suryantoro, 2009).

Bagaimana seorang tunet dalam memandang arti cinta dan emosi cinta itu sendiri, dapat dilihat dari sebuah penelitian yang berjudul “Ekspresi emosi cinta pada pasangan tuna netra yang sudah menikah” (Maulana, 2006).

Hasil penelitian ini yaitu subyek mengekspresikan recreational and social intimacy ini dalam bentuk menonton pertunjukan musik yang digelar disekitar rumah mereka. Seluruh subyek menempatkan komponen commitment sebagai komponen yang paling penting dalam membina rumah tangga, sedangkan subyek yang lain merasa komponen passion semakin memudar seiring dengan berjalannya waktu,

2. Pengertian tunet
Secara etimologi, tunet berasal dari tuna yang berarti rusak, netra yang berarti mata atau penglihatan.

BAMPERXII (2008) tunet adalah :
a. Seseorang dikatakan buta jika ia tidak dapat mempergunakan penglihatannya untuk pendidikan
b. Mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang jelas).
Berdasarkan tingkat gangguan/kecacatannya, tunet dibagi dua yaitu buta total (total blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (low vision).

Soekani & Soeharto (1977) tunet dapat dilihat dari segi etimologi bahasa, “Tuna = rugi”, “Netra = mata/cacat mata”.

3. Faktor penyebab tunet
Somenatri (2006) membagi kedalam beberapa faktor :
a) Faktor dari dalam (internal)
Sifat gen, kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dll..
b) Faktor dari luar
Kecelakaan, terkena penyakit yang mengenai mata saat dilahirkan, pengaruh alat medis saat melahirkan sehingga mengakibatkan sistem persyarafan rusak, kurang gizi, terkena racun dan virus.

Soekini dalam Fauzana (2010) :
a) Endogen
Keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah dan hubungan sedarah, contohnya saudara kandung yang menikah
b) Eksogen
Kecelakaan

4. Karakteristik
a. Fisik
PLB (dalam Fauzana, 2010) menyatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik fisik tunet yakni mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair (mengeluarkan air mata), pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.
b. Perilaku
PLB (dalam Fauzana, 2010), tunet berperilaku : menggosok mata secara berlebihan, menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata, berkedip lebih banyak daripada biasanya atau kelas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan, membawa bukunya ke dekat mata, tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh, menyisipitksn mata atau mengerutkan dahi, tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan, janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata, menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan, mata gatal, banyak mengeluh karena penglihatan, merasa pusing, kabur.
c. Psikis
Soekini (1977) melihat hubungan sosial yaitu curiga terhadap orang lain, perasaan mudah tersinggung, ketergantungan yang berlebihan

5. Klasifikasi tunet
PLB (dalam Fauzana,2010)mengklasifikasikan tunet berdasarkan :
a. Waktu terjadi
i. Sebelum lahir & sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan
ii. Setelah lahir atau pada usia kecil, mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visula tetapi belum kuat dan mudah terlupakan
iii. Usia sekolah atau remaja, mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi
iv. Usia dewasa, pada umumnya mereka yang dengan segaka kesadaran memapu melakukan latihan penyesuaian diri
v. Usia lanjut, sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan penyesuaian diri
b. Kemampuan daya lihat
i. Ringan (low vision)
ii. Setangah berat (menggunakan kaca pembesar)
iii. Berat (buta total)
c. Kelainan mata
i. Myopia (rabun dekat)
ii. Hyperopia (rabun jauh)
iii. Astigmatisma (silindris)

6. Makna cinta pada pasangan tunanetra
Makna cinta yang dimiliki pada pasangan tunanetra tidak jauh berbeda dengan yang normal. Pasangan dari tunet tersebut bisa memaknai cintanya dengan saling menyayangi, saling memberi perhatian satu sama lain, saling mengerti pasangannya, mengajak pasangannya menikmati pertunjukan musik, menjaga keutuhan rumah tangga, saling mengenal, merasakan cinta diantara mereka hanya melalui perasaan dan hati saja.

7. Metode penelitian
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan bentuk studi kasus. Metode ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan observasi pada pasangan tunanetra yang sudah menikah selama dua puluh lima tahun dan memiliki empat orang anak yang normal dengan jumlah sampel yaitu sepasang tunantera dengan dua significant other.

8. Hasil penelitian
Adanya pemberian perhatian, pujian, menghargai, membuatkan minuman, menyiapkan pasangan makan, bercakap dalam waktu yang lama, terlihat bercanda dengan pasangannya ketika sedang berkumpul bersama dengan keluarga sehingga membuat subjek tertawa, berbicara dengan nada yang sopan, menuruti perintah pasangan, tanggung jawab, pengetahuan, respect.

Selain itu, Adanya keintiman dengan merasa puas dengan kehidupan yang dijalani, adanya hasrat (ketertarikan kepribadian, merencanakan masa depan) dan adanya komitmen (bersedia menikah karena suka, sayang, tidak ingin menjadi beban orang tua dan saudaranya karena kekurangannya, memperlihatkan kesetiaan, saling membantu saat kesulitan).

9. Daftar Pustaka
BAMPERXII. (2007). Apa itu tunanetra. http://id.tunanetra/apa-itu-tunanetra.html .
Chaplin, J. P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : Fajar Pers.
Fauzana, Diana Nova. (2010). Makna cinta pada pasangan tunanetra. Skripsi. (tidak diterbitkan). Depok : Univeritas Gunadarma.
Fromm, E. (2002). The art of love (penerjemah : Syafi’i Alielha). Jakarta : Fresh Book
Maulana, A. (2004). Ekspresi emosi cinta pada pasangan tuna netra yang sudah menikah. Skripsi. (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Soekini & Soeharto. (1977). Pendidikan anak-anak tunantera. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soemantri, S. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung : PT Refika Aditama.

Last Updated on 10 tahun by Tyaseta Rabita Nugraeni Sardjono

Oleh Tyaseta Rabita Nugraeni Sardjono

Nama lengkap saya adalah Tyaseta Rabita Nugraeni Sardjono, biasa dipanggil Tyas. Sejak 2012-sekarang saya mengalami halusinasi suara, jangan takut sama saya, 2013-2016 mengalami penurunan penglihatan (low vision) dan hingga kini terganggu penglihatan. Saya ini orangnya kritis :)

2 komentar

  1. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Dunia Psikolog, menurut saya bidang studi Psikologi merupakan bidang studi yang sangat menarik
    juga banyak hal yang bisa dipelajari di dunia Psikologi.
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis
    mengenai bidang Psikologi yang bisa anda kunjungi di Lembaga Psikologi

    1. Oh begitu ya kak M. Ridwan Adi P,
      sebelumnya, salam kenal dari saya,

      terima kasih sudah berkunjung di tulisan saya dan disini,

      terima kasih sudah menambatkan komentar disini,
      terima kasih atas rekomendasinya,

      itu link ngelink ke kampus saya, Gunadarma hehehe ^_^

      tulisannya menarik….

      ngomong-ngomong anak Gundar juga ya?

      oh iya, kalau boleh tahu, kenapa bidang studi Psikologi itu menarik?

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *