Memahami Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Jakarta, Kartunet.com – Pengertian kadang terlihat menjadi hal yang sepele dalam banyak  hal. Akan tetapi, pernahkah kita menyadari bahwa kesalahan dalam memahami arti atau pengertian suatu istilah tak jarang menimbulkan kekeliruan dalam kenyataanya?


 


Kekeliruan seperti di atas juga kerap terjadi pada dunia pendidikan khusus (ortopedagogik), misalnya saja kekeliruan dalam mendefinisikan kategori Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Ketika banyak orang salah mengartikan anak dalam kategori ABK, maka kemungkinan besar pelayanan yang diberikan akan salah juga.


 


Kebanyakan dari masyarakat memahami bahwa ABK sama dengan anak cacat (defective), anak penyandang ketunaan (handicapped children), dan anak luar biasa atau berkelainan (exceptional children). Padahal, konsep pengertian ABK jauh berbeda dengan tiga istilah lainnya. perbedaan dari ketiganya berimbas pada perbedaan bentuk pelayanannya.


 


Jika kita kembali pada perkembangan istilah anak yang menerima pelayanan khusus, kita akan mendapatkan perubahan istilah anak cacat menuju anak luar biasa, dan kini berubah lagi menjadi anak berkebutuhan khusus atau yang biasa disebut ABK. Mengapa sebutan untuk anak yang menerima pelayanan khusus terus berubah? Hal ini dikarenakan ruang lingkup anak yang menerima pendidikan khusus lebih dispesifikkan.


 


Dulu, istilah anak cacat digunakan untuk menyebut setiap anak yang berbeda dengan kebanyakan anak pada umumnya. Dan, setiap anak yang belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) pasti dikategorikan ke dalam anak cacat.


 


Kemudian, istilah anak cacat berubah menjadi anak berkelainan atau anak luar bisa. Pada awalnya, perubahan istilah ini didasarkan pada penghalusan istilah. Meskipun istilahnya sudah berubah dan mengalami penghalusan, anak-anak yang mendapatkan layanan khusus di SLB tetap dikatakan sebagai anak berkelainan atau anak luar biasa.


 


Istilah ini bertahan cukup lama, akan tetapi masih banyak kalangan yang memahami bahwa anak yang bersekolah di SLB pasti anak cacat atau anak luar biasa yang lebih berkonotasi negatif. Padahal, jika kita amati lagi, tidak semua anak yang belajar di SBL adalah anak cacat atau anak luar biasa. Sebagai contohnya adalah anak-anak denga kesulitan belajar. Anak kesulitan belajar bukanlah anak yang memiliki kecacatan atau kelainan pada fisik maupun intelejensi mereka. Selain itu anak dalam kategori dengan  kecerdasan luar biasa tinggi dan memiliki bakat juga masuk dalam anak luar biasa yang tidak memiliki kelainan atau kecacatan.


 


Jadi, selain mengalami penghalusan, pergeseran istilah anak cacat menuju anak berkelainan atau anak luar biasa ikut mengalami pergeseran ruang lingkup. Jika istilah anak cacat meliputi anak-anak dengan keterbatasan fisik, anak luar biasa adalah anak-anak yang memiliki kemampuan kurang atau melebihi anak pada umumnya.


 


Untuk lebih menspesifikkannya lagi, muncullah istilah baru dalam dunia ortopedagogik untuk anak-anak yang menerima pelayanan khusus, yaitu Anak Berkebutuhan Khusus yang selanjutnya disebut ABK. Berbeda dengan dua istilah sebelumnya, penggunaan istilah ABK lebih spesifik pada kondisi anak dan proses interaksi yang harus dilakukan pada ABK.


 


Seorang anak dikatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apabila anak tersebut memiliki dua ketentuan berikut; (1) anak memiliki penyimpangan berarti dari anak pada umumnya (kurang atau melebihi anak pada umumnya), (2) penyimpangan tersebut membuat anak mengalami hambatan dalam kesehariannya, dan (3) karena hambatan tersebut seorang anak membutuhkan pelayanan khusus.


 


Jika ketiga ketentuan di atas ada pada diri anak, maka anak dikategorikan sebagai ABK. Jadi, ketika ada anak yang memiliki penyimpangan fisik maupun intelejensi tetapi tidak memiliki hambatan dalam kesehariannya, otomatis anak ini tidak membutuhkan pelayanan khusus dan tidak dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus.


 


Macam-Macam ABK


 


Anak Berkebutuhan Khusus memiliki banyak kategori, kurang kebih ada sembilan macam ABK seperti yang tertulis di bawah ini.



  1. Anak Disabilitas Intelektual (Retardasi Mental), dulu disebut tunagrahita. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki intelejensi kurang dari rata-rata atau dengan IQ di bawah 70.

  2. Anak Disabilitas Pengelihatan, dulu disebut tunanetra. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan dalam pengelihatannya, baik itu secara keseluruhan (totaly blind) maupun sebagian (low vision).

  3. Anak Disabilitas Pendengaran, dulu disebut tunarungu. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran baik ringan maupun berat.

  4. Anak Disabilitas Tubuh, dulu disebut tunadaksa. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki kondisi fisik yang menyimpang dari anak pada umumnya. Kondisi fisik ini dapat terjadi dalam berbagai macam dan menghambat aktivitas anak.

  5. Anak Gangguan Emosi dan Tingkah Laku, dulu disebut tunalaras. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku berdasarkan sosial, adat, dan hukum.

  6. Anak Autis. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pada sistem syaraf dan menyebabkan timbulnya beberapa tingkah laku yang berbeda, seperti memiliki dunianya sendiri. Anak autis memiliki ciri yang berbeda dari setiap individu, sehingga tidak ada ciri-ciri spesifik dalam anak autis.

  7. Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki gangguan pemusatan perhatian dan memiliki tingkat keaktifan jauh melebihi anak pada umumnya.

  8. Anak Kesulitan Belajar. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki hambatan dalam belajar karena gangguan dalam anak, seperti faktor medis pada bagian otak anak.

  9. Anak Berbakat. Anak dalam kategori ini adalah anak yang memiliki kemampuan akademis atau nonakademis melebihi anak pada umumnya.

 


Kesembilan kategori ABK di atas memiliki perbedaan dalam kekhususannya. Antar ketegori ABK memrlukan pelayanan yang berbeda-beda sesuai dengan kekhususannya masing-masing.(Nir)

Last Updated on 8 tahun by Redaksi

Oleh Lisfatul Fatinah

Guru pendidikan khusus yang senang mengajar, menulis, dan menonton film.

3 komentar

  1. mba, apakah ada sumber buku/literatur dalam menulis artikel ini? kalau ada boleh tolong dicantumkan? karna akan sangat membantu dalam penyusunan penelitian saya terkait abk, terimakasih banyaak 🙂

  2. Semangat terus Mba,, teruskan perjuangan dalam memberikan pengajaran yg baik bagi anak..

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *