Mengenal Kesulitan Belajar Menulis

Jakarta, Kartunet.com – Mengekspresikan diri atau berkomunikasi dalam bentuk lisan memang penting, akan tetapi kemampuan menulis juga tidak kalah pentingnya untuk dimiliki oleh setiap murid di sekolah. Apabila murid tidak memiliki kemampuan atau memiliki hambatan dalam menulis, kemungkinan besar murid tidak dapat membuat catatan pelajaran, mengerjakan tugas karangan atau cerita, dan tugas lainnya yang membutuhkan kemampuan menulis. Murid yang mengalami hambatan menulis, dalam dunia pendidikan khusus disebut sebagai anak dengan kesulitan belajar menulis. Siapa saja murid yang tergolong kesulitan belajar menulis? Apa sajakah ciri-cirinya? Untuk lebih jelasnya, kita akan membahasnya dalam paper ini. 


 


Menurut Lerner (1985) sebagaimana dikutip Mulyono Abdurrahman (2009), menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Mulyono melanjutkan menulis dapat diartikan sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulisnya. Bertolak pada kedua pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar menulis adalah kesulitan dalam mengekpresikan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang grafis.


 


Hallahan dan Kauffman (1996) membagi kemampuan menulis ke dalam tiga bidang utama, yaitu handwriting, spelling (mengeja), dan compotition (campuran/ekspresif). Hallahan dan Kauffman menambahkan, sekalipun ekspresi pikiran dan perasaan mungkin lebih penting daripada aspek penulisan, tulisan yang tidak terbaca, salah ejaan, tata bahasa yang tidak tepat, dan penempatan kata yang salah dapat menyulitkan pembaca untuk memahami arti dari sebuah tulisan.


 


Pertama, handwriting. Dulu, handwriting ditekankan kepada gaya tulisan seseorang. Akan tetapi, selama bertahun-tahun penekanan ini berubah secara substansional karena gaya tulisan zaman Thomas Jefferson dan tulisan masa kini. Hallahan dan Kauffman (1996) menyatakan bahwa handwriting adalah alat untuk mencapai suatu tujuan atau komunikasi. Sehingga, murid yang tulisannya dapat terbaca dan menulis dengan kecepatan yang wajar tidak memiliki hambatan untuk mengekspresikan diri mereka dengan handwriting. Sebagaimana yang dikemukakan Herry (1961) dalam Hallahan dan Kauffman bahwa handwriting adalah keterampilan murid yang harus menjadi rutinitas serta dilakukan secepat dan seefisien mungkin.


 


Hallahan dan Kauffman (1996) mencontohkan bahwa murid dengan kesulitan bejalar handwriting memiliki tulisan yang sulit dibaca, tulisannya seperti berupa corat-coretan. Ada pula murid kesulitan belajar menulis jenis handwriting yang memiliki misformasi huruf dalam tulisannya, miskin spasi baik secara horizontal dan vertikal, dan menulis dengan sangat lambat. Kesalahan lain yang dapat ditemukan dalam tulisan murid kesulitan belajar menulis jenis handwriting adalah pencerminan, misalnya kata dog ditulis bog. Kesalahan lainnya adalah murid memiliki kesulitan untuk menyalin tulisan dari papan tulis ke buku tulis, dan murid menulis tidak pada garis yang tepat.


 


Kedua, spelling (mengeja). Kemampuan mengeja murid dapat diketahui ketika  guru melakukan dikte kepada murid. Pada saat ini murid diminta untuk menulis dengan benar dengan huruf-huruf yang membentuk kata tertentu. Untuk melakukan ini murid dituntut untuk mengubah fonem (bunyi) ke dalam grafem (tulisan).


 


Pada murid dengan kesulitan belajar menulis jenis ejaan, mereka memiliki hambatan untuk mengubah bunyi ke dalam bentuk tulisan, sehingga mereka tidak mampu melakukan tugas dikte. Dengan kata lain, mereka tidak memiliki kesadarn bunyi  huruf. Kesalahan lain yang ada pada murid kesulitan belajar menulis jenis ejaan adalah adanya pembalikan huruf dalam kata; ibu ditulis ubi, pembalikan konsonan dan vokal; kata air ditulis ari, kata berjalan ditulis berjrlan, dan pembalikan suku kata; kata laba ditulis bala.


 


Terakhir, compotition (campuran). Lovitt (1989) dalam Mulyono (2009) menggunakan istilah menulis ekspresif untuk jenis kesulitan menulis yang ketiga ini. Menulis campuran atau ekspresif dapat diartikan sebagai cara mengungkapkan pikiran dan/atau perasaan ke dalam suatu tulisan, sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa (Mulyono, 2009). Kesulitan belajar tipe ini pada umumnya menunjukkan adanya ketidakmampuan murid untuk menulis secara kompleks, sehingga diartikan sebagai gabungan dari kesulitan belajr menulis jenis handwriting dan spelling.


 


Murid dengan kesulitan belajar menulis jenis campuran memiliki kesulitan untuk menulis pengalaman sendiri, menulis imajinatif, bahkan menulis suatu perintah  atau pemberitahuan. Biasanya, mereka memiliki  banyak kesalahan dalam ejaan sebagaimana murid kesulitan belajar menulis jenis spelling, memiliki kesalahan dalam menggunakan tanda baca seperti tanda titik, koma, tanda kutip, dan lain-lain, serta memiliki kesalahan dalam tata bahasa seperti kesalahan menggunakan huruf kapital dan penggunaan kata ganti. Selain itu, murid tidak mampu menulis dengan kalimat yang panjang dan memiliki perbendaharaan kata yang sedikit untuk menyampaikan informasi.


 


Demikian paper ini menjelaskan bahwa kesulitan belajar menulis dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu kesulitan belajar menulis handwriting, spelling (mengeja), dan campuran (ekspresif). Berdasarkan penjelasan pada setiap jenis kesulitan belajar menulis di atas, murid dengan kesulitan  belajar menulis sebaiknya diberikan layanan pendidikan sesuai dengan jenis kesulitan belajar menulis  masing-masing. (Nir)


editor: Herisma Yanti

Last Updated on 8 tahun by Redaksi

Oleh Lisfatul Fatinah

Guru pendidikan khusus yang senang mengajar, menulis, dan menonton film.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *