Momentum @jokowi_do2, Aksesibilitas Fasilitas Umum, dan Media Darling

Bukan rahasia lagi bahwa kemenangan Joko Widodo alias pak Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta tahun lalu sangatlah fenomenal. Sosok yang sangat sederhana dan populis ini menjadi idola baru para awak media sejak masa kampanye hingga hari ini sudah menjabat gubernur. Kemana ia pergi, selalu ada wartawan yang mengikuti dan membuat liputannya. Tak heran jika tiap hari bukan sedikit artikel berita terkait beliau di media cetak, elektronik, dan online. Maka, posisi Jokowi sebagai “media darling” ini secara tidak langsung akan dapat pula mengangkat sesuatu yang sedang menjadi perhatiannya. Hal ini yang coba dilakukan oleh komunitas penyandang disabilitas untuk mengupayakan fasilitas dan layanan umum yang lebih ramah difabel melalui acara blusuan bersama gubernur Kamis, 4 Juli silam.

Agenda blusuan ini adalah follow up dari audiensi gubernur Joko Widodo bersama komunitas Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) bulan lalu di Balai Kota yang kebetulan aku juga menghadirinya. Beliau benar menepati janjinya untuk blusuan di awal Juli dan di luar kebiasaan JBFT yaitu di akhir pekan karena ingin mengajak langsung kepala dinas perhubungan, dinas sosial, BLU Trans Jakarta, dan instansi terkait agar dapat langsung melihat lapangan. Sayang sekali aku tak dapat ikut pada hari itu karena bertepatan dengan agenda FGD dengan UN Volunteer di Menara Thamrin. Namun aku masih sempat menyebarkan info kegiatan via millis serta web kartunet.com, dan mengikuti jalannya kegiatan dari pemberitaan di media online serta Facebook JBFT.

Menurut rencana, pak gubernur akan diajak “jalan-jalan” mulai Balai Kota, lalu naik Trans Jakarta, kereta ComuterLine, hingga naik Kopaja. Namun dari pemberitaan yang diikuti, beliau hanya sempat mengikuti rute bus Trans Jakarta dari halte Monas hingga Senen Jakarta Pusat. Dari perjalanan singkat itu sudah banyak hal yang ditemukan. Dari berbagai sumber media online, mantan walikota Surakarta itu menyebutkan kesulitan pengguna kursi roda ketika naik ke bus yang jarak antara halte dengan bus cukup lebar, loket yang kurang terang menyulitkan tunarungu membaca gerak bibir, hingga kurangnya pegangan penuntun arah tunanetra. Bahkan ia juga berjanji untuk mengalokasikan dana perbaikan fasilitas umum pada APBD perubahan DKI 2013 atau 2014. Ditambah lagi dengan komitmen untuk menambahkan aturan penyediaan fasilitas bagi difabel pada pembuatan IMB.

Namun dari semua itu, hal paling melegakan adalah kesadaran beliau akan pentingnya aksesibilitas fasilitas umum. Pada salah satu media, beliau menyebutkan bahwa penyediaan fasilitas yang akses difabel ini harus dilakukan. Ia menambahkan jika fasilitas sudah ramah bagi mereka, tentu akan lebih nyaman juga bagi masyarakat pada umumnya. Ini dia konsep yang memang diharapkan ada di pemikiran tiap pembuat kebijakan. Fasilitas yang ramah penyandang disabilitas bukan dianggap sebagai beban tambahan, akan tetapi keharusan yang akan berdampak baik bagi semua warga. Sebab selama ini, penyediaan aksesibilitas kerap dilupakan ketika membangun fasilitas publik. Selain itu, gubernur juga menjanjikan akan membuat pelatihan kepada para petugas lapangan bagaimana cara membantu penyandang disabilitas agar nyaman. Pernyataan ini juga sangat diharapkan karena selain aksesibilitas fisik, kesadaran masyarakat untuk mendukung keberadaan penyandang disabilitas juga diperlukan.

Momentum ini tentu tak dapat dibiarkan memudar begitu saja. Perlu upaya-upaya strategis mengikuti blusuan 4 Juli lalu agar isu disabilitas makin diketahui oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan fakta bahwa Jakarta sebagai ibukota menjadi barometer pembangunan untuk keseluruhan Indonesia. Apabila wilayah ibukota saja tidak ramah pada difabel, maka pesimis rasanya jika daerah lain mampu lebih peduli pada persoalan ini. Diharapkan dengan dimulai gerakan dari ibukota, akan merambat ke daerah-daerah lainnya.

Aku juga terfikir untuk memulai kembali gagasan mengenai gerakan Indonesia Nyaman. Sebuah ide yang sudah sejak tahun lalu diinisiasi, bahkan sudah ada website dan twitternya, tapi belum direalisasi secara optimal. Sebuah gerakan via jejaring sosial yang diharapkan dapat jadi penghimpun aspirasi warga mengenai fasilitas yang nyaman, sekaligus input data dan controler bagi pembuat kebijakan. Gerakan ini akan lebih efektif lagi ketika berkolaborasi dengan JBFT dengan kegiatan rutin secara offline. Sembari “jalan-jalan” dan mengedukasi masyarakat, Indonesia Nyaman menyuarakan via online agar lebih banyak lagi warga masyarakat yang tahu dan ikut terlibat.

Selain itu, diperlukan pula dukungan luas di luar komunitas disabilitas. Insya Allah besok, akan bertemu dengan IndoRelawan dan @InfoJakarta yang juga punya perhatian pada isu fasilitas publik di ibukota. Dengan dukungan baru ini, akan dibuat gerakan yang lebih terarah dan berdampak serta melibatkan sebanyak mungkin warga. Dapat dibayangkan, ketika kampanye mengenai aksesibilitas fasilitas umum dilakukan sinergis via online dan kegiatan langsung di lapangan. Dengan visi yang diusung adalah jika fasilitas umum dapat diakses nyaman oleh difabel, tentu bagi masyarakat umum akan lebih nyaman lagi.

Semoga gerakan untuk menciptakan aksesibilitas di fasilitas umum ini dapat optimal di kota Jakarta. Perbaikan pada fasilitas umum yang telah ada, dan pelibatan dalam proses perencanaan dan evaluasi untuk sarana yang akan dibangun kemudian. Paling tidak, ada kesadaran masyarakat untuk peduli dan petugas-petugas di lapangan yang tahu cara yang benar untuk mendukung penyandang disabilitas pengguna layanan. Dengan dibantu komitmen dari gubernur Jokowi, maka media massa akan menyertai, dan dampaknya semakin banyak masyarakat terlibat.(DPM)

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

13 komentar

  1. soal kampanye politik, sudah saya kirimkan ke email mas Riqo dan mas Dimas yang ada kata :
    RATS, We Should Have Used
    Clinton: Subliminal priming in Political Campaigns
    Joel Weinberger, Derner Institute of Advanced Psychological Studies, Adelphi
    University, Garden City, NY, USA; weinberg@panther.adelphi.edu
    &
    Drew Westen, Depts. of Psychology and Psychiatry, Emory University, Atlanta, GA,
    dwesten@emory.edu
    yang valid menurut penelitian, bukan katanya atau pengalaman berkampanye hehe,
    maaf ngangkat/komen lagi, supaya orang tidak gantung,

  2. mas,
    mohon maaf ini bukannya sama saja ya tapi secara tidak langsung dengan meminta untuk memilih satu dari calon presiden?

    yakni dengan menjelaskan program untuk disabilitas hanya dilihat dari satu kandidat saja… bukankah dilarang untuk menulis mengenai politik disini?
    bukan bermaksud menyerang, cuma mengingatkan saja.

    aku tertahan di kampus karena melihat ini, seharusnya uda beranjak untuk pulang.

    aku netral disini, bukan hendak meracuni atau merendahkan atau melakukan black campaign,
    silahkan memilih

    semoga aturan yang ditetapkan bisa dilakuka secara bijak, jangan cuma kami saja, namun pendiri juga harus tegas.

    mohon maaf sekali lagi,
    salam

    1. Hi, Mbak, ini posting tanggal 8 Juli 2013, sudah setahun yang lalu. Sudah tidak relevan lagi untuk dipermasalahkan 🙂 Kecuali jika ini baru diposting.

    2. Ini saat Pak Jokowi masih menjadi gubernur aktif (8 Juli 2013) memangnya mengandung unsur politik jika mempublikasikan gebrakan Pak Gub? Mungkin anda kurang teliti membaca tanggal posting.

      1. iya,
        iya kalau dilihat dari even kampanye politik yang sedang gencar sekarang,
        maaf ya kalau berlebihan….

        memangnya bukan? aku kurang mengerti sih, memangnya kampanye itu dalam bentuk apa saja ya?
        mohon bimbingan dan informasinya.
        memang iya saya kurang teliti membaca tanggal posting

        1. soal kampanye politik, sudah saya kirimkan ke email mas Riqo dan mas Dimas yang ada kata :
          RATS, We Should Have Used
          Clinton: Subliminal priming in Political Campaigns
          Joel Weinberger, Derner Institute of Advanced Psychological Studies, Adelphi
          University, Garden City, NY, USA; weinberg@panther.adelphi.edu
          &
          Drew Westen, Depts. of Psychology and Psychiatry, Emory University, Atlanta, GA,
          dwesten@emory.edu
          yang valid menurut penelitian, bukan katanya atau pengalaman berkampanye hehe,
          maaf ngangkat/komen lagi, supaya orang tidak gantung,

  3. amin,

    tunggu,
    maaf….
    ini tanggal 1 Juni Bapak Jokowi sudah mengundurkan diri sebagai Gubernur Jakarta dan digantikan pada tanggal 2 Juni oleh Bapak Ahok untuk sementara,
    info ini aku dapat karena kebetulan mendengar radio di mobil,
    terus jadinya gimana itu?

    semoga bisa teralisasi dan nyaman untuk semua, khususnya penyandang disabilitas.

    1. mohon dipahami dulu konteks dari tulisan sebelum menyimpulkan. terima kasih.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *