Mudano, Band Tunanetra Bisa Berprestasi

Deni Mulyadi dan keluargaJakarta, Kartunet – Bicara tentang pencinta musik di kalangan tunanetra, mungkin Deni Mulyadi adalah salah satunya. Terlahir ke dunia 38 tahun yang lalu, rupanya membuat Deni cukup lama mengenal musik.

Ketertarikannya belajar musik di mulai sejak ia duduk di bangku SMP. Layaknya remaja seusianya, tak jarang ia berkumpul dengan teman-teman sebayanya sesama tunanetra yang ternyata telah pandai bermain gitar. Penasaran, Deni akhirnya berinisiatif untuk minta diajarkan oleh temannya tersebut.

Sebagai tunanetra, terkadang suami dari Istiqomah ini merasa kesulitan untuk menyesuaikan jari-jarinya pada kunci-kunci gitar. Jika seorang berpengelihatan normal menghafal kunci-kunci tersebut dengan melihat gambar, maka Deni mencatatnya dalam bentuk kalimat dengan huruf Braille. Dengan semangat belajar dan latihan keras, membuat Ayah dari satu orang putri ini kini mampu menguasai alat musik, bukan hanya gitar, tetapi juga bass dan keyboard. Ia mengaku tidak terlalu mahir untuk alat musik yang terakhir, namun agaknya cukup luar biasa jika seorang tunanetra mampu menguasai lebih dari satu macam alat musik, karena toh kenyataanya kemampuan bermusik seperti ini tidak dimiliki oleh semua orang, bahkan orang berfisik normal sekali pun.

Kegemarannya bermusik tak hanya berhenti sampai tahap belajar saja. Suatu ketika, Deni bergabung di sebuah paguyuban sunda tunanetra. Di sana, pria kelahiran Bogor ini bertemu dengan beberapa teman sesama tunanetra yang ternyata juga memiliki minat yang sama terhadap musik. Persahabatan terjalin di antara mereka, hingga mereka saling mengetahui talenta masing-masing di bidang musik. Kemudian, pada tahun 2009, Deni dan kelima temannya mendengar kabar bahwa akan diadakan sebuah festival musik di daerah Blok M, Jakarta. Festival inilah yang akhirnya membangkitkan semangat bermusik keenam tunanetra tersebut untuk bersatu, membentuk sebuah grup band demi menaklukan festival tersebut.

Mudano, demikianlah nama band tersebut. Band yang beranggotakan enam orang tunanetra ini, diberi nama berdasarkan inisial nama pendirinya, yaitu Manto, Ucup, Deni, Asep, Nanang, dan Oyo. Akhirnya, Mudano resmi terbentuk, dan debut pertama mereka dimulai pada festival musik bertajuk “Festival Lagu Betawi” tahun 2009.

Sebagai band yang baru pertama kali tampil di atas panggung, tentu rasa was-was dan khawatir tentang bagaimana penampilan band mereka, sempat menyelimuti Deni dan kelima rekannya. Namun ternyata, kegelisahan itu tidak terbukti. Dari 45 grup band yang terdaftar dalam festival, hanya Mudano yang merupakan band tunanetra. Sungguh tak disangka mereka berhasil masuk ke peringkat 10 besar, bahkan keluar sebagai Juara Harapan I.

“Ini menjadi pengalaman paling berharga selama kami nge-band, karena saingan kami semuanya orang awas, tapi kami berhasil masuk 10 besar dan meraih juara harapan I”, tutur Deni sang gitaris, rasa bangga terdengar pada nada bicaranya.

Hingga kini Mudano cukup sering tampil untuk mengisi acara di berbagai pentas seni di Jakarta. Pada tanggal 29 Agustus 2011 lalu, Mudano juga sempat tampil pada salah satu program televisi, “Apa Kabar Indonesia?” Yang ditayangkan di TV One. Mudano dapat tampil pada acara tersebut, tepatnya pada segmen “Menjelang Takbir Menyambut Lebaran” adalah berkat kerjasama ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia) dengan pihak TV One. Meski pada acara tersebut Mudano membawakan lagu religi, sebenarnya band tunanetra ini siap membawakan jenis lagu apapun, sesuai permintaan. Rupanya ketunanetraan tak menjadi penghambat bagi band satu ini, mereka tetap berani menjawab setiap tantangan dalam bermusik.

Kiprah Deni dalam bermusik mendapat tanggapan yang positif dari keluarganya. Sang istri yang juga merupakan tunanetra, amat mendukung kegiatan bermusiknya, begitupun dengan putri tunggalnya. Desti, gadis berpengelihatan normal yang terlahir dari orang tua tunanetra, rupanya cukup bangga dengan kemampuan sang ayah dalam bermusik. Ketika usia 3 tahun, Desti pernah ikut naik ke atas panggung bersama sang ayah yang sedang tampil bermusik. Dukungan lain juga ditunjukkan oleh gadis yang kini telah berusia 12 tahun itu dengan tidak melewatkan penampilan ayahnya saat tampil dilayar kaca.

“Desti suka protes kalau saya main musiknya lagi jelek,” kata Deni, seraya mengingat putrinya yang kini telah duduk di tingkat pertama SMP. Kritik-kritik sederhana dari putrinya tentu menjadi semangat bagi Deni untuk bermain musik dengan lebih baik lagi. Bagaimanapun dukungan dari keluarga yang disayangi akan sangat berpengaruh bagi semangat Deni dan anggota Mudano lainnya dalam meningkatkan kualitas bermusik mereka.

Pegawai jasa pengiriman JNE ini , menuturkan bahwa anggota Mudano yang lain juga memiliki kesibukan selain di bidang musik. Walaupun demikian mereka tetap berusaha untuk latihan secara rutin pada hari Sabtu sore dan hari Minggu. Tentu hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas dari band itu sendiri. Selain itu Deni juga menuturkan sebuah harapan sederhana untuk Mudano. Ia berharap supaya band yang telah berdiri sekitar 3 tahun ini dapat memiliki jadwal pentas yang lebih rutin dan dapat tampil di luar Jakarta, sehingga bermusik tak hanya menjadi hobi semata tetapi juga menjadi sumber penghasilan tambahan. Mari, kita doakan saja, semoga Mudano, dan band-band dari kalangan disabilitas lain pun dapat eksis di kancah music tanah air. (RR)
Editor: Herisma Yanti

 

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Ramadhani Ray

Literature lover, disability issues campaigner, Interest to learn something new through reading, training, and traveling.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *