PELANGI DAN CINTA

“Saya mau ke toilet dulu. Taruh aja snek dan minumannya di kursi. Nanti saya ke sini lagi.” Jawab Andri sambil terus berjalan ke arah toilet.

“Ternyata ramai juga ya pertemuan tunanetra seperti ini. Aku malah jadi terpekuk-pekuk melihat acara seperti ini. Kok bisa ya acara tunanetra seramai ini?” tanya Dini kepada Andri yang sedang memakan snek sambil duduk di depannya.

“Kenapa harus heran? kami yang tidak bisa melihat ini kan cuman matanya yang enggak berfungsi. Anggota badan kami yang lain masih berfungsi dengan baik, kami pun juga bisa berpikir dengan normal. Kenapa sekedar menyelenggarakan acara seperti ini kami tidak mampu?” Andri justru bertanya balik kepada dini.

Entahlah, kalau Andri menceritakan tentang tunanetra  kepada seseorang, dia merasa ingin menguraikan sejelas-jelasnya bahwa tunanetra itu cuman kehilangan penglihatannya saja. Sedangkan untuk anggota lainnya masih lengkap dan bisa seperti layaknya manusia biasa. Tak terkecuali juga kepada Dini, sosok gadis yang baru dikenalnya beberapa bulan yang lalu itu.

“Bukan begitu bang, aku sih juga biasa aja melihat tunanetra bisa beraktifitas. Sudah sering aku lihat kok banyak tunanetra yang masuk acara tv karena kemampuannya. Maksudku, kok banyak juga rupanya kalau berkumpul seperti ini.” Jelas Dini kepada Andri sambil tersenyum.

“Tapi bang, di Sumatra Utara sana, sungguh masih sangat memprihatinkan. Kalau yang pernah saya lihat di sana, para tunanetra itu banyak meminta-minta bang. Mereka banyak yang berada di jalan-jalan sambil minta-minta sedekah. Beda dengan di sini yang kelihatan bahwa tunanetra itu bisa mandiri. Baik itu mandiri dari sisi mobilitasnya, maupun mandiri dari sisi ekonominya.” Lanjut Dini menjelaskan.

“Heee…,” desah Andri perlahan.

“Itulah Din, yang pertama yang harus kamu sadari adalah bahwa tunanetra itu adalah manusia sama seperti manusia-manusia pada umumnya. Mereka itu ada juga yang pandai, ada juga yang bodoh, ada yang kaya, ada juga yang miskin, ada yang sekolah, ada juga yang tidak sekolah, ada yang rajin, ada juga yang malas, ada yang mendapat kesempatan, ada juga yang terkadang tidak mendapat kesempatan. Mungkin yang Dini pernah temui di sana adalah mereka yang belum pernah mendapat pendidikan, atau mungkin juga mereka itu adalah tunanetra yang kurang beruntung karena tidak mendapat pekerjaan. Tetapi banyak juga tunanetra yang diberikan kelebihan oleh Allah. Mereka ada yang hafal Quran, ada juga yang menjadi penyanyi terkenal seperti Ramuna Purba. Kalau kita mau berpikir, bukankah sama sebetulnya kami para tunanetra ini dengan manusia yang lain? Bukankah kita juga sering menjumpai para orang yang mereka itu normal secara fisik akan tetapi mereka juga minta-minta di jalan? Bukankah kita juga sering menjumpai banyak orang yang normal secara fisik yang menjadi glandangan? Nah, kalau kita pikir, bukankah sama mereka itu dengan para tunanetra keadaannya?”

“Iya bang, aku paham kok dengan apa yang abang katakan. Kalau aku sih Cuma pingin tahu lebih mendalam saja tentang tunanetra,” ucap Dini sambil membetulkan kerudungnya.

 

Andri dan Dini pada hari itu banyak sharing tentang tunanetra. Keinginan Andri untuk menjelaskan kepada semua orang tentang keadaan para tunanetra yang sesungguhnya, dan keinginan tahu Dini yang merasa awam tentang ketunanetraan membuat mereka tampak akrab pada hari itu. Mitra bakti yang lain tampak sibuk membagi-bagikan snek dan minuman namun Andri dan Dini tampak asyik ngobrol tentang ketunanetraan.

***

 

“Assalamu alaikum. Masih ingat dengan suara saya?” tampak seseorang menyapa Andri dari arah depan.

“Oh…, ya pasti ingat mas. Ini kan suara Mas Ruri. Enggak akan lupalah mas, kan setiap hari selalu yang nyuruh-nyuruh kita jamaah di Mushola asrama,” jawab Andri sambil tersenyum dan segera mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

Yah, orang yang menyapa Andri adalah Mas Ruri. Dia adalah bapak asrama di sebuah yayasan tunanetra. Dulu Andri ketika masih kuliah dia tinggal di asrama tunanetra itu dan Mas Rurilah yang menjadi bapak asramanya. Mas Ruri inilah yang selalu telaten mendampingi para murid tunanetra yang berada di asrama. Mas Ruri datang bersama Mas Yitno adalah untuk menghadiri undangan organisasi tunanetra tersebut.

“Sama siapa ke sininya mas? Mana Ibu Ruri kok enggak diajak?” tanya Andri basa-basi.

“Sama Mas Yitno. Bu Ruri lagi sibuk di asrama. Biasalah, kan di asrama banyak yang harus dikerjakan,” jawab Mas Ruri hangat.

“Oh…, Mas Yitno juga datang toh. Enggak kedengeran sih suaranya jadi enggak tahu.”

Yah, Yitno inipun adalah kakak kelas Andri dahulu waktu di asrama. Inilah yang Andri maksud seperti yang Andri ungkapkan di atas bahwa tunanetra itu terkadang malah diberikan kelebihan oleh Allah. Contohnya saja Mas Yitno ini. Dia adalah salah seorang Hafidh Quran dan sekarang mengajar di Asrama Tunanetra di Jogjakarta ini. Yah, sungguh, kalau kita mau bersyukur maka nikmat Allah akan semakin ditambah. Mungkin inilah wujud dari kesyukuran yang diikrarkan oleh Mas Yitno, oleh karenanya dia mendapat anugrah dapat khatam menghafalkan Al-Quran.

“Sudah nikah belum?” tanya Mas Ruri kepada Andri dengan nada berseloroh.

“Belum Mas. Masih mencari nih,” jawab Andri pendek sambil bergurau.

“Lo, saya pikir yang ngobrol dengan kamu tadi adalah istrimu. Mbok cepet nikah, enggak baik sendirian terus.” Kata Mas Ruri setengah menasehati.

“Iya An, mbok cepet nikah. Riski itu sudah diatur Allah kok. Asal kita berniat untuk beribadah masa Allah akan melupakan ciptaan-Nya. Bukankah Allah itu telah menciptakan kita itu dengan riski, jodoh dan maut kita?” tukas Mas Yitno yang pendiam itu.

Yah, Mas Yitno adalah tipikel orang yang pendiam. Akan tetapi kalau sudah berbicara, pasti perkataannya senantiasa berbau nasehat dan motivasi.

“Ya doanya saja mas, mudah-mudahan saya segera dipertemukan dengan jodoh saya,” jawab Andri santai.

***

(baca bagian selanjutnya dengan klik next)

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Fidi Rukmana

seorang tunanetra yang ingin terus belajar

2 komentar

  1. terima kasih untuk kontribusinya. Cerpen yang menarik. Namun ada baiknya dapat dibuat lebih ringkas dengan satu konflik dan klimaks cerita. Tetap semangat dan terus produktif berkarya 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *