Pembuktian Kata

Aku adalah laki-laki penyandang disabilitas penglihatan, memang kondisi tunanetra ini tidak ku alami sejak lahir, aku menjadi tunanetra karna sebuah kecelakaan. Namun aku sangat bersyukur dengan keadaan saat ini, meski aku seorang disable namun aku cukup beruntung dibanding dengan teman-teman ku penyandang disabelitas yang lain, meski ekonomi keluarga ku bukan tergolong dari keluarga yang mampu, namun aku mampu mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, itu semua dapat kuraih karna aku mendapatkan beasiswa dari suatu lembaga karna nilai-nilai akademik ku. Dan Aku merupakan alumnus dari perguruan tinggi yang cukup ternama dengan gelar sarjana kesejahteraan social, yang hal itu merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi ku, karna saat ini masih sangat sedikit penyandang disabilitas yang memiliki gelar sarjana. Dengan gelar yang aku miliki tersebut, aku berhasil lulus dalam penerimaan calon pegawai negri sipil. bukan hanya itu, aku juga sering diundang untuk menjadi pembicara di talk sow- talk sow inspiratif yang diselenggarakan oleh berbagai media elektronik baik radio maupun telvisi. Aku pun sudah menikah dan pasangan ku bukan merupakan penyandang disabilitas, aku memilih pasangan non disabilitas disamping memang ia sudah menjadi jodoh ku, ini juga aku lakukan untuk memenuhi harapan kedua orang tua ku yang menginginkan anaknya memiliki pasangan non disabilitas, karna dengan demikin harapan kedua orang tua ku kelak akan memiliki seorang cucu bukan penyandang disabilitas. Karna sebagai orang tua mereka nempunyai pendapat bahwa  jika aku anaknya yang merupakan penyandang disabilitas mempunyai pasangan yang sama-sama penyandang disabilitas akan jauh lebih besar mempunyai resiko untuk mewariskan disabilitas itu terhadap keturunan kami. meski aku menolak pemikiran itu, dan aku berangapan tidak semua penyandang disabilitas yang memiliki pasangan yang sama-sama penyandang disabilitas akan selalu memiliki keturunan penyandang disabilitas pula. Dan itu terbukti dengan banyaknya sahabat ku yang berpasangan dengan sesama penyandang disabilitas, namun mereka mempunyai keturunan non disabilitas. Dan bagi ku penetapan disble atau non disable bukanlah merupakan hak kita, itu merupakan hak prerogratif sang pemvbuat mahluk. Terlepas dari itu semua aku sangat sayang dan cinta dengan istri yang saat ini hidup menemani ku.

Seperti biasa hari ini aku harus berangkat untuk mengajar di panti sosial tempat ku bekerja, sambil menyiapkan perlatan yang harus kubawa aku bersenandung lirih, “tongkat sudah, riglet, pena sudah semua” gumam ku dalam hati sambil memasukan peralatan-peralatan itu ke dalam tas kerjaku. “mas, gimana, kamu jadi nanti malam pergi talk sow ke stasiun tv itu?” tanya istri ku tiba-tiba, yang membuat aku sedikit kaget. “ya Insyallah jadi” jawab ku sambil tterus sibuk mempersiapkan peralatan yang akan aku bawa kerja. “tapi mas, kalau malam ini kamu pergi, aku takut mas, karna menurut prediksi dokter minggu-minggu ini anak kita akan lahir..” kata rika istri ku sambil berharap agar aku membatalkan talk sow yang akan ku lakukan malam ini, “jangan kawatir sayang, aku ga akan lama kok, acaranya cuma satu jam, apa lagi aku perginya malam jadi jalanan ga akan macet” bujuk ku sambil mengusab pundaknya sambil berusaha membuat ia tidak terlalu kawatir. “ya sudahlah kalau begitu” jawab istriku masih sedikit merasa kecewa. ” mas, nanti kamu berangkat langsun dari kantor apa pulang ke rumah dulu?” tanya istri ku lagi. “pulang dulu sayang, soalnya acaranya baru dimulai jam delapan malam..” jawab ku sambil berdiri untuk bersiap pergi. Setelah ku cium keningnya aku pun berangkat  menuju panti sosial tempat ku bekerja.

***

Sampai di panti sosial tempat ku bekerja tepat pukul delapan pagi, aku langsung menuju kantor untuk mengisi absensi dan langsung menuju kelas untuk memberi pelajaran kepada keenam murid ku. Di panti sosial ini ada 60 penyandang disabelitas, dari jumlah tersebut dibagi dua kategori yang pertama penyandang disabilitas yang berusiasekolah, mereka kami beri pendidikan atau pelajaran yang kurikulum nya mengikuti kurikulum pendidikan nasional dengan harapan setelah lulus mereka dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih lanjut dengan mengikuti pendidikan inklusi. Dan kategori yang kedua adalah penyandang disabilitas yang bsudah tidak berusia sekolah lagi, sehingga untuk kategori disable ini kami memberinya bekal skil atau ketrampilan sehingga ketika mereka telah lulus dari panti sosial ini mereka mempunyai bekal keahlian untuk kemandiran mereka ditengah-tengah masyarakat. Adapun jumlah penghuni panti yang berusia sekolah hanya dua puluh dari enam puluh dari keseluruhan penghuni panti dan sisanya usia bukan sekolah, dan di panti ini aku merupakan pengajar bagi anak-anak yang masih berusia sekolah.aku merasa bahagia dengan mendedikasikan hidup ku untuk mengajar di panti sosial ini, karna dengan ini semua, aku bisa berbagi banyak hal dengan penyandang disabilitas yang menghuni panti sosial ini. Aku sering membri motifasi kepada anak-anak didik ku agar terus berjuang dan tidak lemah dengan disabilitas yang mereka punya, aku selalu mengajak mereka untuk selalu mengatasi keterbatasan tanpa batas. Dan waktu pun terus berjalan, tak terasa karna kesibukan ku waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, setelah aku shalat asar aku pulang kembali ke rumah.

***

 

Setelah berjuang hampir dua jam menghadapi kemacetan jalan ibu kota akhirnya aku tiba juga di rumah. Sampai di rumah gema azan magrib sudah berkumandang, tak seperti biasanya Rika istri ku yang selalu menyambut kedatangan ku dengan mencium tangan ku, namun sore itu tak terdengar suaranya, aku langsung masuk kedalam rumah karna memang pintu tidak di kunci. “Assalamualaikum..” ucap ku sambil membuka pintu dan masuk kedalam rumah. Karna sudah hafal dengan lingkungan di dalam rumah, sehingga aku tidak mengalami kesulitan untuk menempatkan peralatan kerja ku di tempatnya. Aku langsung menuju ke kamar tidur ku dan aku menemui rika sedang tertidur. “bangun sayang!” kata ku sambil ku goncang-goncang tubuhnya perlahan. Dan istri ku pun terbangun karna seruan ku. “maaf mas aku ketiduran, soalnya seharian ini aku merasa sakit di bagian perut ku” katanya sambil masih merasakan sakit pada perutnya. “ya sudah ga papa” jawab ku. Dan aku pun beranjak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan, dan rika menyiapkan teh panas untuk ku. Setelah shalat magrib dan makan malam, seperti biasa aku duduk di depan komputer untuk sekedar brossing mencari artikel-artikel kegemaran ku. Memang aku sangat hobby berselancar di internet dengan menggunakan computer, dan hal tersebut terkadang membuat orang yang belum terlalu banyak mengenal  mengenai penyandang disabelitas netra heran, karna tanpa penglihatan kami para tunanetra mampu mengoprasikan computer, namun bagi kami hal itu sudah biasa karna dengan kemajuan teknologi saat ini tidak ada yang mustahil. Sambil terus asyik dengan computer ku, aku Juga sambil mempersiapkan materi untuk talk sow malam ini. Tak lama setelah aku brossing-brossing di internet, terdengar suara telepon genggam ku. “hello selamat malam, apakah ini bapak anto?” sapa suara seorang perempuan di ujung telepon. “betul, maaf ini siapa?” tanya ku balik. “maaf bapak Anto, saya Marlina dari stasiun Tv sebagai penanggung jawab acara talk sow malam ini..” jawab perempuan itu memperkenalkan diri. “oh iya ibu, bagaimana?” tanya ku “iya bapak anto, ssaat ini driver kami sedang menuju ke rumah bapak untuk menjemput, dan talk sownya akan dimulai jam delapan..” jelas ibu lina. “baik bu saya akan segera bersiap.” jawabku. Segera setelah percakapan telepon itu terputus, aku mematikan komputer dan bersiap-siap untuk berangkat. “gimana sayang, perut mu masih sakit?” tanya ku, sambil aku masih terus sibuk menyiapkan sesuatu yang harus aku bawa. “ya masih, tapi sudah ga terlalu sakit seperti siang tadi..” jawabnya sambil ia membantu ku. Dan tak lama setelah aku bersiap-siap, terdengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah kami. “selamat malam..” terdengar suara laki-laki memberi salam sambil mengetuk pintu rumah kami. rika langsung bergegas membuka pintu. “maaf ibu saya riko driver yang ditugaskan ibu Lina untuk menjemput bapak anto…” kata laki-laki itu memperkenalkan diri. Rika mempersilahkan laki-laki itu masuk, namun ia menolak “terima kasih bu, saya duduk di sini saja..” jawabnya, memang karna tak lama kami harus segera berangkat. Segera setelah aku berpamitan dan Rika mincium tangan ku aku langsung berangkat. Di bantu Riko aku di gandeng untuk memasuki mobil yang akan membawa kami ke stasiun TV         itu.
***

Mobil yang membawa kami menuju stasiun TV itu melaju cukup kencang karna jalan yang kami lewati cukup lancar. Sepanjjang jalan menuju stasiun TV itu aku banyak berbincang dengan Riko, “Driver ini cukup cerdas” fikir ku dalam hati, orang nya enak diajak ngomong dan memiliki wawasan yang cukup luas. Kami berbincang banyak mengenai berbagai hal dari politik, ekonomi hingga isyu-isyu menganai disabilitas , dan tak terasa kami pun telah tiba di stasiun tv itu. aku tiba di stasiun itu 15 menit sebelum talk sow dimulai, aku langsung disambut olih panitia. “hai bapak Anto, apa kabar!” sapa seorang perempuan sambil ia menjabat tangan ku, “aku sering lo ngelihat mas, di acara talk sow inspiratif yang mas Anto menjadi nara sumbernya..” ujarnya ramai. “terima kasih bu, maaf ini ibu siapa ya?” tanya ku sambil memastikan siapa yang sedang mengajaku ngobrol. “masa sih lupa dengan suara saya, baru tadi saya menghubungi mas anto..” jawab perempuan itu sambil bercanda ” oh ibu marlina?” tanya ku ” betul mas, saya di sini merupakan koordinator acara talk so malam ini..” jawabnya. Kemudian kami berbincang tentang talk sow yang akan dilangsungkan malam ini, kami berbincang mengenai tujuan, siapa saja yang akan menjadi nara sumber dan odiens yang nanti akan terlibat dalam talk so malam ini. Talk sow pun segera akan dimulai. Aku dibimbing ibu Marlina untuk memasuki ruang studio tempat talk sow itu akan berlangsung. Ketika baru aku memasuki ruangan itu, aku mendengar suara yang cukup ramai yang aku perkirakan itu adalah suara odiens yang telah hadir untuk mengikuti talk sow malam ini, Dari suara yang ku dengar odiens yang ada dalam studio itu cukup banyak. Dan tak lama kemudian MC pembawa acara membuka talk so itu, dengan penuh semangat ia berbicara kepada odiens. Dan takk lama kemudian MC memanggil satu persatu para nara sumber yang menjadi pembicara dalam talk sow inspiratif itu. Dan saatnya tiba giliran ku untuk naik ke atas podium aku di pandu untuk naik ke podium oleh ibu Marlina. Sorak tepuk tangan terdengar ketika kami berempat menaiki podium itu, memang talk sow kali ini ada empat pembicara yaitu seorang aktifis yang memperjuangkan hak-hak perempuan, perwakilan dari birokrasi pemerintah, perwakilan aktifis pemerhati pendidikan dan aku sebagai perwakilan penyandang disabilitas. Mc pembawa acara talk sow itu memang cukup berhasil dalam membawakan acara itu yang membuat oudiens sangat antusias mengikuti jalannya talk sow, dan sampailah waktu sesi Tanya jawab. “Maaf pak Anto, apa menurut pendapat anda mengenai disabilitasitu?”  Tanya salah satu odiens ke pada ku. “disabilitas adalah merupakan suatu keberagaman mahkluk yang telah diberikan Tuhan dan kita hendaknya memperlakukanya sama tanpa adanya perlakuan diskriminatif. Jawabku penuh semangat. “Apakah bapak Anto bahagia dengan kondisi disabilitas yang bapak sandang?”  Tanya odiens yang lain. “ menurut saya bahagia bukanlah suatu kondisi, tetapi bagaimana cara kita memaknai dan memberi arti dari suatu kondisi yang kita alami ..”  jawab ku lagi dengan penuh antusias. Dan tepuk tangan terdengar ketika aku memberri jawaban-jawan itu. Satu jam talk sow itu berlangsung dan mc pun menutup acara itu dengan meminta kami para narasumber untuk memberikan statement penutup.  Selesai talk sow para odiens menghampiri kami mereka hendak berfoto atau hanya sekedar ingin berjabat tangan dengan kami. “selamat ya mas. Tetap semangat!”  ucap salah satu odiens sambil menjabat tanganku “terima kasih pak ..”  jawab ku. Dan akhirnya satu persatu odiens itu keluaar meninggalkan ruang studio itu dan di susul kami para nara sumber dan panitia acara. Setelah aku berbincang dengan panitia aku pun pamit untuk pulang. Aku diantar pulang oleh riko, driver yang menjemput ku tadi.

Mobil yang membawa ku untuk pulang melaju kencang, jalanan memang cukup longgar karna memang hari sudah malam. Aku tiba di rumah jam sepuluh malam, dengan dibantu Riko aku memasuki halaman

***

 

rumah, setelah aku mengucapkan terima kasih aku langsung menuju pintu rumah ku. Karna tak ingin mengganggu istirahat istriku aku tidak mengetuk pintu, karna aku membawa kunci cadangan jadi aku tidak perlu membangunkan rika istri ku. Aku langsung membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Setelah aku membrsihkan badan dan kemudian shalat isya karna tadi aku belum sempat shalat, aku langsung menuju kamar tidur ku untuk beristirahat.Belum lama aku tertidur, aku terbangun karna mendengar rintihan istriku. “ aduh mas, perut ku terasa sakit sekali..”  rintih nya. Aku segera duduk dan memegang perut isriku, “saying, apakah ini bertanda kamu sudah akan melahirkan??”  Tanya ku cemas. “  ga tau mas, mungkin soalnya prediksi dokter memang minggu-minggu ini diperkirakan anak kita akan lahir..”  kata istri ku sambil menahan rasa sakit. “ya sudah biar aku menghubungi taxi untuk menghantar kita ke rumah sakit..”  kata ku menenangkan. Aku segera mengambil telpon dan menghubungi call center taxi yang memang sudah langganan kami. Di rumah ini memang kami hanya tinggal berdua, aku mempunyai kaka namun tinggalnya cukup jauh dari rumah kami dan orang tua kami tinggal diluar daerah dan tetangga kami memang cukup baik dan perhatian kepada kami, namun karna hari sudah cukup malam kami tidak ingin merepotkan mereka. Dan akhirnya kami memutuskan untuk pergi berdua saja menggunakan taxi. Dan tak lama taxi itu pun tiba, setelah aku berkemas-kemas untuk membawa apa yang kira-kira akan kami butuhkan untuk proses persalinan, dan segera setelah  itu   kami pun berangkat menuju rumah sakit persalinan.

***

 

Suasana rumah sakit itu sangat sepi, taxi yang kami tumpangi langsung memasuki halaman rumah sakit, dan di bantu sopir itu dibantu menuju kantor yang berada di depan bagian rumah sakit itu. Dikarnakan rika istri ku sudah tidak mampu berjalan karna rsa sakit yang ia rasakan, perawat membawanya menggunakan tempat tidur dorong. Setelah aku menyelesaikan atministrasi Rika langsung di bawa ke ruang bersalin. Setelah aku membayar ongkos taxi, aku dihantar oleh sopir taxi itu untuk duduk menunggu di luar ruang bersalain karna aku tidak diizinkan untuk menunggu dalam proses persalinan itu. Dengan perasaan cemas aku menunggu istri ku menjalani proses melahirkan, “ya Tuhan ku, mudahkanlah proses kelahiran anak kami, ya Tuhan ku kuatkanlah istri ku dalam menjalani proses persalinan ini, ya Tuhan ku sehatkan dan selamatkanlah anak kami.” kalimat doa itu terus ku panjatkan dalam aku menunggu istri ku menjalani proses melahirkan.  Setelah cukup lama aku duduk cemas menunggu anak pertama ku lahir, terdengar suara pintu ruang bersalain itu dibuka dan terdengar suara jerit tangis sorang bayi. “selamat pak, anak bapak sudah lahir” kata dokter saat ia keluar ruangan dan menghapiri ku yang sedang duduk cemas menunggu. “anak bapak laki-laki berat dan ukuran tubuhnya normal,, tapiiii..”  ucap dokter itu menjelaskan dan berhenti dengan kata tapi. “tapi kenapa dok??..”  Tanya ku kawatir. “maafpak, dari kondisi fisik anak bapak tidak ada masalah, namun kami perkirakan organ mata bayi itu tidak berfungsi..”  jelas dokter itu. Seperti disambar halilintar  perasaan ku ketika mendengar penjelasan yang diberikan dokter itu. “iya pak, kami telah melakukan pemeriksaan paada anak bapak, dan kedua bola matanya tidak seperti keadaan bayi-bayi pada normalnya, kemungkinan anak bapak mengalami kebutaan..”  lanjut jelasnya. Kemudian dokter itu meninggalkan ku karna ia harus membantu pasien yang lain yang akan ia bantu dalam proses persalinan. Aku tidak langsung masuk menemui istri dan anak ku, aku kembali duduk di tempat ku tadi. “Tuhan apa salah dan dosa ku, apa maksud dari semua ini..”  Tanya ku dalam hati seakan –akan aku menyalahkan Tuhan. Lama aku duduk merenung ddi depan ruang bersalin itu, perasaan bahagia, kecewa sedih becampur menjadi satu. “Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada hambaNya melebihi kemampuan hambaNY…” ““disabilitas adalah merupakan suatu keberagaman mahkluk yang telah diberikan Tuhan dan kita hendaknya memperlakukanya sama tanpa adanya perlakuan diskriminatif”  , “bahagia bukanlah suatu kondisi, tetapi bagaimana cara kita memaknai dan memberi arti dari suatu kondisi yang kita alami ..”. Tiba-tiba kalimat-kalimat yang pernah aku ucapkan melintas dan memenuhi isi kepala ku. Aku terbangun dari lamunan dan disadarkan dengan suara tangisan bayi yang di bawa seorang perawat menuju mendekati ku. “maaf bapak, apakah bapak hendak mengazankan putra bapak?..” Tanya perawat itu sambil mengendong bayi mungil itu yang membuat ku segera tersadar dari lamunan ku. “iya suster, aku akan mengazankan putra ku..”  kata ku sontak. Kemudian suster itu membantu ku untuk aku bisa mengazankan ditelinga anak ku. Setelah itu suster itu membawa bayi itu ke tempat ruang anak. Aku langsung berdiri dan masuk ke dalam ruang tempat Rika istri ku berbaring usai bersalin. Aku duduk di samping tempat tidur dimana istri ku sedang berbaring, “  gimana mas, kamu sudah memegang anak kita?”  Tanya nya riang. Dokter tadi memang berpesan kepada ku untuk tidak memberi tau terlebih dahulu tentang kondisi anak kami kepada istri ku karna alas an kesehatannya yang masih belum stabil. “  sudah saying, aku pun sudah mengazankan untuk anak kita..”  jawab ku tenang. Tanpa sadar air mata ku mengalir, kemudian aku menggengam tangan dan mencium kening nya “terima kasih saying, kamu telah berjuang mempertaruhkan nyawa mu demi lahirnya anak kita..”  “anak kita telah lahir dan aku yakin ia  akan menjadi harapan kita..”  bisik ku sambil terus aku mengenggam dan menciumi kening istri ku, dan air mata ku pun menetes membasai wajah istri ku.

*****

Last Updated on 10 tahun by Redaksi

Oleh Sapto Kridayanto

Seorang tunanetra, karyawan di salah satu Bank Swasta di Jakarta. Koordinator program Kartunet Community 2013-2015.

5 komentar

  1. nanti kalo kumpul bawa aja laptopnya biar disetting agar kata2 yang diketik seperti hukum tidak berubah otomatis jadi hokum, sayang jadi saying, dan datang jadi dating.

  2. uuu, mantap abis. keren bung. lanjutkan. tapi izin pindahin kategori ya ke Karfiksi. oia, jangan lupa language autocorrect yang di Microsoft Word dimatikan dulu kalo mengetik dalam bahasa Indonesia 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *