Terakhir diperbaharui 10 bulan oleh Redaksi
Padda suatu hari banyak binatang yang tinggal di pedalaman hutan, yang ada di Indonesia. Para binatang itu di kepalai oleh seikor Singa.
Setiap ada binatang yang akan pergi harus izin dengan Singa.
Di siang yang begitu panas, bahkan panasnya bagaikan terbakar api. Seekor Jerapah memohon izin kepada Singa.
“Wahai raja saya ingin izin.”ungkapnya.
“Izin kemana?” tanya Singa.
“Saya ingin berjalan-jalan, karena saya endak pernah jalan-jalan.” pamitnya.
Ya sudah kalau gitu. Tapi kamu jalan-jalannya hati-hati. Soalnya saya takut, barang kali ada orang jahat yang ingin memangsamu.” Pesannya.
“Baik raja.” Balasnya.
Ia pun berjalan-jalan keberbagai tempat yang adda di hutan. Ia di perjalanan bertemu dengan Kancil, tapi dirinya enggak tahu kkkkkkkkkkalau itu adalah Kancil.
Itu terbukti, karena pas di sapa sama Kancil malah bingung.
“Pah-Jerapah!” sapanya.
“Siapa ya yang menyapakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkku? Suaranya kok terasa enggak asing di telingaku.? Pikirnya, dalam hati.
“Eh Jerapah di tanya kok malah diam. Kkkkkkkamu sedang mikirin apa si Pah? Ini aku Kancil temanmu.” tegurnya.
“Oh ternyata kamu Cil. Maaf aku tadi enggak menyadari kalau itu kamu. Jika aku boleh tahu, ada apa kamu memanggilku?” Ucap Jerapah.
“Ya enggak ada apa-apa Pah. Hanya inggin memastikan kalau itu adalah kamu. Memangnya kamu hendak pergi kemana?” sambungnya.
“Aku tak ingin kemana-mana Cil. Hanya mau jalan-jalan saja.” Jawabnya.
“Ya sudah, lanjutkan perjalananmu.” Usirnya.
“Iya Cil. Kkkkkkkkkkkkkkkalau gitu akkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkku pergi dulu.” Responnya.
Setelah pamit dengan Kancil, ia langsung kkkkkkkkkkkkkabur, tanpa menunggu tanggapan.
Jerapah berkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkeliling di sekitar hutan.
Saat di hutan bagian utara, ia menjumpai sungai.
“Kayanya aku singgah di tempat ini dulu, kebetulan aku dari tadi belum istirahat. Lagi pula mumpung ada sungai, jadi aku bisa sekalian minum.” Gumamnya, dalam hati.
Jerapah pun melaksanakan niatnya.
“Sruput-sruput! Sruput-sruput!”
“Aduh segarnya, bagaikan minum air dari syurga.” imbuhnya.
Selesai beristirahat, Jerapah meneruskkkkan perjalanannya.
Dia berjalan terus ke arah utara, dia tidak mengerti saat berjalan ke utara tanpa balik arah akan menemui jalan buntu serta jurang.
“Jeduk-jeduk. Jedukk-jeduk.” Langkah kakinya.
“Lah kokk ada jurang. Bagaimana ini? Wah gawat ini.” Sontaknya, bingung.
Di saat sedeng sedemikian rupa, ada seekor kelinci yang baik hati yang mau menolongnya.
“Jika diteruskan ke utara tak ada jalan lagi. Itu hanya jurang dan tak bisa di lewati. Lebih baikk kamu berjalan ke arah barat, makka kamu di sana akan menemui berbagai pohon buah.” Saran kelinci.
“Baiklah jika memang seperti itu, aku akkan mengikuti saranmu.”sahutnya.
Dia bergegas mengubah haluan menuju arah baratt.
Ketika dirinya sampai di tempat aneka pohon buah, perutnya merasa lapar.
“Aduh betapa segarnya buah itu. Membuat aku ingin memakannya. Dari padda aku kelaparan, akkkkkkkkkku akan memetik dan menikmatinya.” Tandasnya.
Jerapah pun asyik melahap buruannya, di bawah pohon yang rindang nan teduh.
“Sebenarnya tempat ini indah sekali. Aku di suruh tinggal di sini juga mau. Namun, ini bukan untukk kawasan binatang.” Tukasnya, sambil menerawang.
Makanan yang di santap Jerapah sudah habis takkkkkkkkkk tersisa.
Jerapah meneruskan perjalanannya, ia semakin ke arah barat. Yaitu ke perhutanan karet.
“Waw! Betapa banyaknya karet-karet itu!” pekinya, dengan terkagum-kagum.
Setelah ia puas menyaksikan aneka karet, ia kembali melangkahkan kakinya. Namun, bukannya ke arah timur agar kembali ke tempat perkumpulan binatang. Malah terus semakin ke arah barat, sehingga tersesat ke permukkkiman warga.
“Waduh! Sekarang akkkkkkku ada dimana ini? Kok tempat ini asing banget, aku bener-bener belum pernah ke tempat yang seperti ini.” Tukasnya dengan bingung.
Karena tempat yang di jumpai Jerapah masih terasa asing baginya. Jerapah pun tertekur memikirkan nasipnya.
“Kalau aku enggak bisa pulang gimana? Terus kalau aku kelaparan gimana?” ratapnya.
Di saat sedang panik sedemikian rupa, ada Kancil yang menghampirinya.
“Eh Jerapah, ternyata kamu juga suka bermain ke tempat tinggal manusia.” Cerocosnya.
“Enggak kokkkkkkkkkk Cil, aku enggak bermaksud menyatroni manusia. Tapi aku tersesat di tempat ini.” Curhat Jerapah.
“Oh gitu Pah. Gimana kalau aku bantu untuk keluar dari tempat ini?”tawarnya.
“Benarkah kamu akan menolongku?” harapnya.
“Ya benarlah.enggak mungkin aku membohongi kamu.” tegasnya.
Sayangnya, Kancil ingkar dengan ucapannya.
Bukannya Jerapah di antar pulang ke hutan, alih-alih tambah di sasarkan.
Mari aku tunjukkan jalannya! Ajaknya.
Jerapah manut saja dengan ajakan Kancil.
“Begini pah, kamu jalan terus lurus kek arah barat, jika ada keramaian, itulah jalan menuju hutan.” Terangnya.
Jerapah pun berterima kasih, karena mendapat keterangan dari Kancil.
“Thank you Cil, sudah memberi petunjuk paddaku.” Kata Jerapah.
Dan langsung lari begitu saja, tanpa menunggu sahutan dari Kancil.
“Jruk-jruk! Jruk-jruk!” larinya.
Terus berlari, hingga sampai di tempat pendudukkkkkkkk.
Mengapa kok banyak manusia? Jangan-jangan ini bukan hutan. Dan ternyata aku di bohongi sama Kancil.” Bisiknya, dalam hati.
Para warga belum menyadari ketika ada Jerapah tersasar di perdesaan.
Sementara itu, waktu sudah semakin sore.
Sang raja Singa masih menunggu kedatangan Jerapah, karena ia khawatir dengan keadaan Jerapah.
“Jerapah kok belum pulang juga si. Padahal ini sudah sore banget. Kemana aja si??” katanya.
“Sudah raja tenang ddulu, mungkin masih ingin menikmati keindahan alam yang ada di luaran sana.” Hibur Gajah.
Raja singa agak lumayan tenang.
Dirinya kembali menunggu Jerapah di sekitar area jalan keluar masuknya para binatang, sampai larut malam. Ternyata Jerapah juga tak kunjung pulang.
Haripun berganti, malam berpindah menjadi pagi.
Singa mengadakan rapat.
“Wahai para binatang kecil besar, tua muda, pada merapat!” serunya, dengan lantang.
Para binatang itu mematuhi apa kata Singa.
Sesudah para binatang berkumpul semua, raja memperdetail maksudnya.
“Tujuanku mengundang kalian semua untuk membahas lenyapnya Jerapah, yang sudah tidak pulang selama semalam.” Paparnya.
“Iya raja, saya mengerti.” Sambar sapi.
Mewakili yang lainnya.
“Jangan hanya berkata mengerti saja! Tapi laksanakan!” hardik raja.
Singa membagikan rakyatnya menjadi bberapa bagian.
Mudah saja membaginya, karena mereka sudah tersusun berkelompok pas di kumpulkan.
“Yang kelompok di sebelaah kiriku menuju pesisir utara! Yang di kelompok sebelah kananku menuju pesisir selatan! Yang kelompok sebelah depanku menuju pesisir barat! Entah menemukan Jerapah ataupun kembali dengan tangan kosong. Nanti laporkan padaku!” perintahnya.
Paginya para warga baru sadar, jika ada seekor Jerapah di tempat tinggal mereka.
“Tolong-tolong ada Jerapah!” tereak warga.
“Mana-mana Jerapahnya?” song-song warga yang lain.
“Itu ada di sebuah kebun, nampaknya sedang kebingungan.” Tudeng salah satu warga.
“Bagaimana kalau kita laporkan pada pihak yang berwenang saja. Biar cepat di urus dan tidak meresakan warga.” Usul seorang warga.
Pihak yang berwajibpun di hubungi.
“Permisi pak, kami ingin melapor. Di desa kami ada seekor Jerapah. Tolong segera di tangani.” Ujarnya.
“Baik-baik, akan segera di tangani.” Tanggapnya.
Jerapah pun di tangkap, dan akan di masukkan di suakamarga satwa.
Di hutan para binatang kembali dengan nihil. Alias tidak menemukan apa yang merekka cari.
“Maaf raja, kami tidak membawa Jerapah.” Jabarnya, dengan halus.
“Sudah kalau gitu. Nanti kalau sudah ingin pulang mungkin akan pulang dengan sendirinya.” Jawabnya, lesu.
Tanpa lama-lama, pihak yang berwenang langsung menindak lanjuti laporan warga.
Jerapah berhasil di tangkap.
Dia meronta-ronda minta di lepaskan.
“Tolong jangan tangkap aku. Aku enggak ingin mengganggu mereka!” jeritnya.
Petugas enggak menggubris permohonannya. Malah membawanya ke suaka marga satwa.
“Tenang saja kamu akan kami bawa di tempat yang aman. Yaitu suaka marga satwa.” Tutur petugas yang berwajib.
Mendengar hal tersebut, Jerapah langsung menulis suatu kata yang isinnya.
“Aku enggak mau di bawa ke suaka marga satwa. Kembalikan saja aku ke hutan.” Pintanya.
Pihak yang berwenang menuruti permintaanJerapah.
Jerapah di kembalikan ke hutan.
Setelah kembali, Jerapah minta maaf pada raja Singa.
“Ampuni saya raja! Karena saya sudah membuat khawatir.” Rengeknya.
“Tenang saja sudah saya maafkan. Lain kali jangan seperti itu lagi!” nasehatnya.
“Iya raja, saya mengerti. Saya berjanji tidak mengulangi lagi.” Tegasnya.
Jerapah tidak menceritakan pengalaman jalan-jalannya padda raja Singa, karena ia takut jikkkka bercerita tidak di izinkan berjalan-jalan lagi.
Sekian dan tamat.