Perempuan Disabilitas, Nasibmu Kini

Makassar – Berbicara tentang wanita selalu menarik untuk dibicarakan, entah itu sepak terjangnya di dunia politik, pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, trafficking, KDRT, single parent, poligami, emansipasinya sampai pada penyia-nyiaan dan diskriminas. Wanita  adalah makhluk ciptaan Allah yang secara umum berhati lemah lembut, sensitif  serta memiliki  tingkat kepedulian tinggi.  


 


Ajaran Islam sungguh mengangkat derajat wanita dari penyia-nyiaan serta pandangan rendah. Pada zaman Jahiliah, penduduk Quraisy menganggap wanita tidak berguna bagi keluarganya. Wanita adalah pembawa sial, aib dan lebih tragis lagi sebagai pramuria bagi laki-laki. Tak heran, di zaman itu setiap bayi perempuan yang lahir akan dikubur hidup-hidup.


 


Perihal wanita banyak disebut dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat Al-Qur’an yang menyinggung masalah wanita adalah Q.S Ali-Imran:195, yang artinya “Sebagian kamu dari sebagian yang lain”. Penafsiran ayat tersebut dijelaskan dalam buku tafsir Al-Mishbah karangan M. Quraish Shihab. Dijelaskan bahwa lelaki lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga wanita. Karena itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya.


 


 Allah telah menciptakan pria dan wanita sama, berupa kebutuhan jasmani, naluri dan akal. Allah juga telah membebankan hukum yang sama terhadap pria dan wanita seperti kewajiban menjalankan shalat, puasa, zakat, haji, menuntut ilmu, mengemban dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain-lain. Semua ini dibebankan kepada pria dan wanita tanpa ada perbedaan. Sungguh amat disayangkan jika ada sebagian dari mereka masih meremehkan dan menganggap wanita sebagai saingan berat.  Bukankah setiap mahluk ciptaan Allah membawa keunggulan dan manfaatnya masing-masing untuk saling melengkapi antara laki-laki dan wanita?


 


Ayat di atas menunjukkan rasa saling mencintai dan menghargai sesama mahluk ciptaan Allah. Terlebih lagi dari satu ayah dan satu ibu, yaitu Adam dan Hawa. Memang jika melihat kondisi saat ini, jumlah wanita lebih banyak dibanding pria. Pria juga  diberi kelebihan setingkat dari wanita karena pria adalah seorang pemimpin. Sebagaimana dalam Q.S.An-Nisa: 34, “Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita……”. Kaum pria merupakan pemimpin bagi para wanita dalam mendidik dan membimbing mereka untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah. Jadi, wanita adalah mitra (laki-laki dan wanita) dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan untuk ditindas (saling menindas sesama wanita), diremehkan dan disia-siakan.


 


Islam telah meletakkan wasiat dengan berbuat baik kepada wanita termasuk sendi-sendi kemuliaan, sebagaimana dalam Q.S Luqman:14 “Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Dalam memperjuangkan harkat dan martabat wanita, Nabi Muhammad SAW telah memberi contoh teladan betapa besar dan berperannya wanita. Dalam sebuah hadits, secara khusus  Nabi SAW menuturkan, ’’Surga itu ada ditelapak kaki ibu”. Dalam Hadits lain, diriwayatkan Bukhari,  “Keharusan kita berbakti didahulukan kepada ibu, yang dijawab Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam sebanyak tiga kali. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘ayahmu”. Hadits ini menjelaskan bahwa kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah.


 


Islam tidak membatasi wanita dalam meniti karir. Sebagaimana firman Allah SWT, “… Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan” (Qs An Nisa 32). Poin pentingnya adalah wanita tidak mengabaikan kewajiban utamanya mengurus keluarga. Masih banyak lagi kemuliaan seorang wanita yang tertulis dalam Al-Quran. Jadi berbanggalah menjadi seorang wanita. Wanita mempunyai tempat tersendiri dalam Al-quran dan dalam kehidupan ini.


 


Lalu bagaimana dengan wanita disabilitas (WD)? Tentunya tidak ada perbedaan antara wanita disabilitas dan non disabilitas. Mereka sama-sama mempunyai peluang yang besar dalam mengembangkan diri, mampu dan mempunyai hak untuk berkata tidak jika merasa diberlakukan tidak adil. Pelopor emansipasi kaum wanita,  RA.Kartini telah memberi inspirasi bagi kemajuan dan bangkitnya kaum wanita di Indonesia. Seperti telah banyak kita saksikan, dengan semangat RA.Kartini wanita bisa mandiri, menentukan sikap yang terbaik bagi dirinya. Wanita juga berhak menentukan karirnya, jodohnya, kesehatannya, serta  berhak menentukan kehidupan yang dia jalani.


 


  Dari pengamatan penulis, WD masih dalam perjuangan mencapai kesejahteraan dan kemajuan (mencapai pendidikan tinggi, misal S2, S3 dan karir yang bagus). Sebagian  masyarakat kita mempresentasikan WD adalah makhluk abnormal, aneh, tidak menarik, tidak mandiri, selalu membutuhkan perlindungan, tidak produktif dan mengekslusifkan diri. Image yang terbangun dari masyarakat sosial ini membuat tingkat kepercayaan diri WD semakin terkungkung dan keragu-raguan semakin memuncak. Ada sebuah anekdot berkata, “Sudah wanita (mahluk lemah), disabilitas, disabilitas ganda lagi.” Ini menunjukkan betapa menyedihkannya seorang wanita disabilitas.


 


Tapi apa benar nasib WD seperti itu? Harusnya tidak begitu. Apalagi  dengan adanya organisasi WD, tentu menjadi pintu bagi terbukanya kemajuan WD, baik pendidikan, karir, maupun kehidupan. Namun masih banyak yang belum menggunakan lembaga ini secara maksimal, sehingga masih jauh dari kata berhasil. Penulis ambil contoh di kota kelahiran penulis, sebagian besar WD ketika diberi bantuan atau pelatihan, awalnya saja yang semangat. Setelah pelatihan itu usai, maka selesailah sudah, tidak ada tindak lanjut untuk mengembangkan pelatihan tersebut  menjadikan lebih kreatif, inovatif,  bahkan termotivasi memacu dirinya menjadi wanita dengan kemampuan lebih. Atau bisa jadi WD malas beranjak dari tempatnya sekarang karena merasa sudah aman dan nyaman. Padahal hidup ini sudah berubah, sekeliling kita sudah banyak berubah, berarti kita juga harus berubah.   


 


Memang kita hidup di zaman serba cyber seperti saat ini, tapi tidak bisa dipungkiri, diskriminasi, keraguan-raguan, ketidak percayaan terhadap kaum disabilitas, masih sangat tinggi. Ambil contoh, usaha makanan yang dikelola WD, sangat  kurang diminati (dibeli,red) oleh masyarakat. Pada awalnya ada pembeli, tapi setelah tahu siapa yang kelola usaha makanan tersebut, menjadi kurang peminatnya. Masyarakat  kurang percaya akan kebersihan dan kualitas dari makanan tersebut. Tapi ini juga tergantung dari disabilitas seseorang. Jika usaha kuliner dikelola seorang disabilitas tunarungu, banyak peminatnya dibanding tunadaksa atau tunanetra.


 


 Masih panjang perjuangan WD dalam meraih pengakuan bahwa WD mampu juga berperan dalam bermasyarakat. Memang kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk selalu bersikap simpati dengan nasib para WD. Wanita itu sendirilah yang harus merubah kehidupannya. Hal terpenting adalah selalu berusaha merubah mind set pada diri sendiri, lebih menghargai diri sendiri, percaya pada kemampuan, tidak manja, mampu menjawab tantangan yang ada, dan gigih berjuang.  Karena wanita sudah mulia dari awalnya, sebagaimana Allah telah mengangkat derajat wanita itu sendiri dalam mejalani kehidupan ini.(Nurul Hasanah) 


Editor: Risma

Last Updated on 10 tahun by Redaksi

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *