Pilgub Sulsel 2013, Akseskah?

Makassar – Sejenak, semua aktivitas kerja pada tanggal 22 Januari 2013 itu terhenti. Apa pasal? Hari itu, perhatian masyarakat Sulawesi Selatan tertuju pada pesta demokrasi 5 tahunan yang kembali menyapa. Bak pesta besar, mereka pun berbondong-bondong meramaikan pesta tersebut. Tak terkecuali penyandang disabilitas, dalam pemilukada kali ini mereka pun dapat menikmati indahnya berdemokrasi dengan turut serta menyumbangkan suaranya demi terpilihnya sosok pemimpin yang dapat membawa provinsi Sulawesi Selatan menjadi lebih maju di dalam berbagai bidang.

Antusiasme para penyandang disabilitas cukup besar. Hal itu ditandai dengan adanya semangat yang mendorong mereka untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan hak pilihnya. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah pelaksanaan pilkada tahun ini cukup aksesibel bagi penyandang disabilitas?

Pelaksanaan pilkada gubernur dan wakil gubernur Sulsel telah berakhir dengan aman dan tertib. Namun, untuk menilai apakah pilkada kali ini memenuhi asas aksesibilitas atau tidak, maka penyandang disabilitas itu sendirilah yang berhak menilai akan hal yang demikian. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai parameter penilaian. Pertama, tersedianya alat bantu di dalam melakukan pencoblosan bagi penyandang disabilitas netra (template). Kedua, jalan yang dilalui ketika melakukan pencoblosan harus dapat dilalui oleh pengguna kursi roda, atau dengan kata lain, jalan yang dilalui tidaklah berundak-undak sehingga dapat diakses dengan nyaman. Selain itu, keramahan petugas TPS juga sangat diperlukan, karena terkadang, para petugas-petugas di TPS memandang sinis ataupun kurang bersahabat dalam melayani para penyandang disabilitas.

Banyak penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan mengatakan bahwa pelaksanaan pilkada kemarin, telah dapat digolongkan aksesibel meski masih jauh dari kesempurnaan. Hal tersebut mengacu pada telah tersedianya alat bantu mencoblos untuk disabilitas netra disetiap TPS. Namun, yang menjadi masalah, petugas di TPS-TPS belum terlalu paham apa fungsi dari alat bantu tersebut, kususnya TPS yang lokasinya jauh dari kota Makassar. Hal ini menyebabkan alat bantu yang telah disediakan tidak difungsikan di daerah-daerah tertentu. Sehingga di dalam memilih, penyandang disabilitas yang berdomisili di daerah tersebut, harus didampingi oleh petugas maupun keluarganya seperti yang terjadi di kabupaten Endrekang, Gowa dan Jene Ponto.

Tentunya, untuk mencegah kejadian tersebut agar tidak terulang pada pesta demokrasi berikutnya, diperlukan partisipasi dari segala pihak yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pilkada, untuk mengupayakan diadakannya sosialisasi kepada seluruh petugas yang akan terjun dan terlibat langsung di TPS ketika pelaksanaan pemungutan suara sedang berlangsung. Mereka harus mengetahui, bagaimana sebetulnya sebuah pilkada yang aksesibel. Perlu diketahui juga bahwa untuk mencapai sebuah pilkada yang aksesibel tidaklah membutuhkan banyak biaya. Yang paling penting hanyalah bagaimana caranya untuk menyadarkan masyarakat bahwa saat ini ada hak dari masyarakat lain yang belum terpenuhi. Alangkah indahnya sebuah kehidupan jika semua masyarakatnya merasakan kebersamaan sehingga hal-hal yang bersifat diskriminatif tak terjadi lagi. (Syarif)

Last Updated on 8 tahun by Redaksi

Oleh Nur Syarif Ramadhan

Nur Syarif Ramadhan. lahir di Bonto Langkasa, 13 maret 1993. suka nulis sejak kecil dan saat ini tergabung di forum lingkar pena (flp) sulawesi selatan

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *