SabangMerauke, Mengajak Anak Indonesia Merantau

Jakarta, Kartunet.com – Di era kolaborasi dan sinergi saat ini banyak bermunculan berbagai gerakan sosial yang diinisiasi oleh pemuda, tak terkecuali sebuah gerakan yang dinamakan SabangMerauke. Didirikan pada 28 Oktober 2012 oleh Aichiro Suryo Prabowo, Ayu Kartika Dewi dan Dyah Widiastuti, Sabang-Merauke bertujuan mengajarkan makna Bhineka Tunggal Ika kepada anak bangsa dengan merantau ke berbagai daerah di Indonesia.

Indonesia adalah negara yang bhinneka dengan aneka suku, budaya dan bahasa. Namun sayang, di Indonesia topik keberagaman masih menjadi isu yang sensitif. Padahal, tidak seharusnya keanekaragaman di Indonesia menjadi masalah; kebhinekaan di Indonesia adalah sebuah fakta dan keniscayaan.

SabangMerauke percaya bahwa merantau atau hidup jauh dari rumah dapat meluaskan cakrawala dan mengubah hidup. Seseorang menjadi lebih toleran justru karena pernah menjadi minoritas. Memahami toleransi tidak bisa hanya dengan membaca buku PPKN saja, melainkan harus dialami dan dirasakan. Anak-anak Indonesia juga harus merasakan hal yang sama. SabangMerauke ingin anak-anak Indonesia belajar bertoleransi dengan mengalami perbedaan.

Aichiro, co-founder gerakan, menceritakan pengalamannya menjadi minoritas di luar negeri dalam salah satu sesi talkshow di Forum Indonesia Muda yang berlangsung di Taman Widatika, Cibubur (2/5/2013). Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menceritakan pengalamannya ketika menjalani program student exchange di Belgia dimana dia sebagai muslim menjadi minoritas. Sebagai orang yang biasa menjadi mayoritas dengan segala kemudahan di negeri sendiri, ia harus menerima fakta bahwa tak mudah untuk menemukan mushola atau tempat ibadah bagi seorang muslim di sekolahnya. Ia lantas kemudian menyampaikan hal tersebut kepada kepala sekolah yang mungkin tak pernah tahu apa itu sholat atau berwudhu.

Lanjut Aichiro, tak disangka kepala sekolah di Belgia itu tak keberatan dengan permintaannya. Ia diberikan ruangan yang tidak terpakai tapi bersih untuk sholat dan sumber air untuk berwudhu. Dari hal tersebut, ia menyadari bagaimana riskan posisi seseorang yang menjadi minoritas di sebuah masyarakat. Tak akan ada yang mendukungnya jika kebutuhannya sebagai minoritas di sana ditolak oleh yang merasa mayoritas.

Oleh karena itu, SabangMerauke ada. Tidak hanya nama dua kota tertimur dan terbarat Indonesia, SabangMerauke adalah akronim dari Seribu Anak Bangsa, Merantau untuk Kembali. SabangMerauke adalah program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia, mengajak anak-anak dari berbagai daerah untuk merantau sebentar dan tinggal dengan keluarga angkat di tempat baru selama liburan sekolah, untuk kemudian kembali ke daerah asalnya.

ASM (Anak SabangMerauke) akan diajak untuk tinggal bersama FSM (Famili SabangMerauke) selama 2 minggu (29 Juni-14 Juli 2013) ketika liburan sekolah. Keluarga angkat yang dipilih adalah yang memiliki nilai-nilai baik dan berpendidikan baik, sehingga bisa menjadi teladan bagi ASM. Selama masa pertukaran, ASM akan didampingi oleh Kakak SabangMerauke (KSM), yang berstatus sebagai mahasiswa.

Selama masa pertukaran, ASM akan mengunjungi museum sehingga bisa menapaktilasi perjuangan para pendiri bangsa, berkenalan dengan orang-orang dari berbagai profesi, datang ke kampus dan duduk di kelas. ASM juga akan berkunjung ke berbagai rumah ibadah.

Untuk info lebih lanjut mengenai Sabang-Merauke dan waktu program berjalan,Anda dapat mengunjungi situs resmi www.sabangmerauke.org dan akun Twitter di @SabangMeraukeID. Mari ikut dalam gerakan SabangMerauke, karena menjaga mimpi anak-anak Indonesia berarti menjaga cita-cita para Pendiri Bangsa. (DPM)

Editor: Muhammad Yesa Aravena

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

1 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *