Saya Malu pada Disabilitas Netra

Tak bisa dihindari bahwa internet menjadi sesuatu yang amat penting di dunia ini. Segalanya kita bisa melakukan banyak hal yang mungkin dulu tak pernah dikira. Misalnya, memesan transportasi, membeli makanan, membeli buku, dan masih banyak lagi hanya dengan ujung jari. 1 detik saja tidak bisa lepas dari ponsel. Rasanya hampa apabila sebentar saja tidak memegang perangkat teknologi tersebut. Walau hanya diraba-raba tak melakukan kegiatan sentuh menyentuh, yang penting lega.

Kehebohan tidak hanya dirasakan non disabilitas saja. Penyandang disabilitas berhak menikmatinya. Termasuk mereka disabilitas netra. Kini sudah banyak perusahaan yang memberikan kesempatan agar disabilitas netra mampu menggunakannya. Hampir semua disabilitas netra di dunia ini memiliki minimal 1 ponsel pintar.

Tapi jika kita mundur limabelas tahun yang lalu, disabilitas netra cuma bisa gigit jari. Kenapa? Sebab saat itu, teknologi khususnya telepon genggam belum ramah terhadap mereka. Jikapun bisa menggunakan ponsel, tunanetra jenis low vision saja. Tunanetra total? Mungkin bisa dihitung jari.

Tunanetra total bisanya sekadar telepon dan SMS. Itupun SMS-nya perlu pembaca layar manual atau non disabilitas netra. Menutup kemandirian disabilitas netra total. Tak jarang yang seharusnya sesuatu yang pribadi terpaksa terbongkar dan sering kali makan hati.

Namun seiring berjalannya waktu, dengan didukung teknologi yang cukup canggih dizamannya, akhirnya disabilitas netra bisa bernapas lega. Sebab, rahasia mereka bisa mereka nikmati sendiri. Orang lain tidak dapat lagi membocorkan.

Kenapa bisa demikian? Karena saat itu ponsel mereka dapat berbicara sesuai kehendak mereka. Perangkat tersebut dengan sabar melayani disabilitas netra kapan saja dan dimana saja. Aplikasi pembaca layar, membuka harapan tunanetra untuk menjadi lebih baik. Tidak hanya dapat mengetahui telepon dan SMS saja, bahkan tunanetra mampu menjelajah dunia maya.

Semenjak itu, kini tunanetra menjadi “melek teknologi”. Apalagi terus didukungnya kemajuan tunanetra dalam dunia teknologi. Banyak bermunculan tunanetra-tunanetra hebat yang bisa dibilang kita non disabilitas netra saja kalah. Perhatikan saja, rata-rata tunanetra sekarang memiliki blog, media sosial, dan hal-hal yang dapat dimiliki orang non tunanetra.

Bersama ponsel pintar, mereka dapat menjangkau wawasan jauh lebih tinggi. Dari ilmu yang luar biasa itu, tercipta karya-karya yang membuat kagum siapapun. Karya-karya yang disungguhkan berupa penemuan aplikasi yang akseseibel dan lain-lain. Bahkan yang paling membuat kita menjadi malu ialah jiwa sosial tunanetra untuk berbagi sangat tinggi.

Belajar dari masa lalu yang menyedihkan, menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Benar kata pepatah, “pengalaman adalah guru”. Orang yang sukses belajar dari pengalaman. Sedewasa usianya, belum tentu pikiran dan pengalamannya ikut dewasa.

Sudah sepatutnya kita yang “melek” harus malu terhadap tunanetra. Kita boleh berbangga memiliki sepasang mata, tapi apakah itu memberikan pertolongan di dunia kiamat? Hati penolong kita. Lihat karya mereka dengan hati. Masihkah diskriminasi menjerat mereka? Tidak, sebab diskriminasi mulai terperangkap.

Kesimpulan dari tulisan ini bahwa internet itu menumbuhkan peran disabilitas khususnya tunanetra. Tingkat belajar tunanetra begitu kuat dan juga karya-karyanya walau dengan ponsel. Marilah kita genggam tangan mereka dan bersama-sama membangun negara ini ramah disabilitas netra. Aamiin.

Tulisan ini merupakan nominasi pada lomba esai opini Manfaat Internet untuk Kemandiriaan Difabel #12KartunetBerkarya. Silakan vote tulisan ini untuk mendukungnya sebagai nominasi terbaik.

Last Updated on 6 tahun by Redaksi

Oleh Rino Jefriansyah

Rino Jefriansyah adalah seorang penulis, musisi, dan mantan atlet tenis meja tunanetra. Saat ini Rino sedang kuliah di Unpas (Universitas Pasundan) Bandung jurusan Sastra Inggris angkatan 2013.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *