Seandainya Aku Menteri Sosial RI

Foto Rafik Akbar

Seandainya aku diamanatkan untuk menjadi seorang mentri social. Aku ingin membuat Indonesia ini betul-betul memahami tentang para penyandang keterbatasan fisik. Berapa juta para penyandang keterbatasan fisik di Indonesia ini yang merasa kurang diakui keberadaannya di dalam tanah airnya sendiri.

Jalan-jalan besar banyak di buat tetapi sayang dari sekian banyak jalan-jalan besar di Indonesia belum ada trotoar yang accessible untuk penyandang keterbatasan fisik tunadaksa. Kemudian dari sekian ratus ribu gedung-gedung pencakar langit di Indonesia, hampir semua lif yang terdapat di gedung tersebut tombolnya tidak dilengkapi oleh huruf braille. Nah pastinya hal itu sangat menyulitkan para penyandang keterbatasan fisik tunanetra. Dan masih banyak lagi ketidak sadaran pemerintah dalam menyetarakan rakyatnya. Apakah pemerintah tidur. Atau tak mau tahu tentang kesulitan-kesulitan yang dimiliki oleh rakyatnya yang memiliki keterbatasan fisik tersebut.

Kemudian selain fasilitas umum yang kurang accessible di negara ini, pemerintah juga sangat mengabaikan kesejahteraan para penyandang keterbatasan fisik. Sebagai contoh, masih banyak para penyandang keterbatasan fisik yang hidupnya hanya berpangku tangan mencari belas kasihan dari orang lain dengan keterbatasan yang dimilikinya. Sudah jelas hal itu sangat ironis karena terjadi di negeri yang dijuluki Jamrud Khatulistiwa oleh Multatuli di bukunya yang berjudul Max Havelar. Contoh yang lebih spesifik lagi, banyak para penyandang keterbatasan fisik yang sangat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, padahal di dalam undang-undang sudah dikatakan bahwa setiap perusahaan harus memiliki paling sedikit 10% karyawan yang memiliki keterbatasan fisik dari keseluruhan karyawan yang normal.

Dilihat dari segi sosial, pemerintah sangat kurang mensosialisasikan tentang para penyandang keterbatasan fisik di negara ini. Apa, bagaimana, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyan yang timbul di benak masyarakat luas jika bertemu dengan seseorang/sekelompok orang yang memiliki keterbatasan fisik. Contohnya, ketika ada seorang/sekelompok orang tunanetra yang ingin menyebrang jalan besar dan jelas-jelas sudah memegang tongkat putihnya, masih banyak masyarakat yang tidak memiliki kepedulian untuk membantunya menyebrang jalan. Atau mungkin para pengendara kendaraan umum/pribadi yang masih terus saja menginjak kopling kendaraanya dan ragu untuk menginjak pedal remnya daripada memberikan kesempatan seorang tunanetra menyeberang jalan.

Selanjutnya, di zaman yang modern dan penuh dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang ini, masih banyak masyarakat yang belum menyadari. Bahwa para penyandang keterbatasan fisik ini mungkin memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang normal. Contohnya para penyandang keterbatasan fisik tunanetra yang selama ini dikenal hanya dengan keahliannya dalam pijat massage dan operator telepon, sudah berhasil menggugah walaupun baru sebahagian masyarakat dengan membuktikan bahwa sekarang ini para tunanetra sudah dapat mengoperasikan komputer atas bantuan dari sebuah software. Software ini berfungsi sebagai pembaca tex yang terdapat di layar komputer. Nah dengan pembuktian seperti itu, para tunanetra sedikit terangkat keeksistensiannya di dalam masyarakat yang masih berfikiran sempit tentang tunanetra.

Selain itu dalam dunia pendidikan, masih banyak diskriminasi yang dialami oleh para penyandang keterbatasan fisik. Contoh kongkritnya, masih banyak sekolah-sekolah umum yang belum bersedia menerima penyandang keterbatasan fisik untuk bersekolah ditempat mereka. Padahal mereka sebenarnya bisa bahkan mampu bersaing dengan orang-orang yang awas (normal) dalam hal pendidikan. Karena yang dipertaruhkan disini adalah kemampuan intelektual yang mereka miliki, Bukan keterbatasan fisik yang menjadi sebuah hambatan. Memang, ada beberapa penyandang keterbatasan fisik yang benar-benar tidak dapat disamakan sekolahnya dengan orang-orang awas pada umumnya. Seperti penyandang keterbatasan fisik tunagrahita (terbelakang mental) pastinya tidak dapat disekolahkan di sekolah umum. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kemampuan berfikir dan daya tangkap yang di bawah rata-rata pada umumnya.

Nah, berdasarkan empat poin yang sudah saya paparkan di atas. Saya akan membenahi keempat poin tersebut dengan sebaik-baiknya. Contohnya pengakuan terhadap persamaan hak bagi para penyandang keterbatasan fisik. Saya akan berusaha semaximal mungkin untuk memberikan apa yang sebenarnya harus mereka miliki. Seperti perbaikan trotoar-trotoar di jalan-jalan besar agar dapat digunakan oleh para penyandang keterbatasan fisik tunadaksa dengan nyaman. Saya juga akan menerapkan lift-lift yang aksesibel bagi tunanetra. Karena seharusnya alat mobilitas tersebut diberikan huruf braille pada bagian tombolnya untuk memudahkan para tunanetra bermobilisasi di sebuah gedung bertingkat.

Kemudian masalah pekerjaan yang sangat sulit dimiliki oleh setiap penyandang keterbatasan fisik. Saya akan menindak tegas setiap perusahaan yang tidak bersedia menerima penyandang keterbatasan fisik untuk berkerja di perusahaannya. Bahkan saya akan meningkatkan kewajiban setiap perusahaan untuk mempekerjakan para penyandang keterbatasan fisik paling sedikitnya 25% dari total keseluruhan pegawainya.

Masala sosialisasi, saya akan melobi semua stasiun televisi untuk sering menayangkan iklan atau berita tentang bagaimana kita sebagai masyarakat umum memperlakukan para penyandang keterbatasan fisik. Bagaimana cara menolong para penyandang keterbatasan fisik ketika mereka sebenarnya membutuhkan pertolongan kita tetapi karena keterbatasan yang mereka miliki seolah-olah mereka tidak membutuhkannya dan seharusnya kita yang selalu mempunyai inisiatif untuk segera menolong mereka. Dan mensosialisasikan bahwa penyandang keterbatasan fisik itu bukan seseorang yang merepotkan atau menyusahkan. Tapi harus disadari oleh masyarakat luas untuk sama-sama saling tolong-menolong sesama umat manusia. Apa lagi mengingat kita ini adalah orang-orang yang terkenal dengan ramah tamahnya, gotong royongnya dan sopan santunnya.

Dalam hal pendidikan saya juga akan mensosialisasikan kepada seluruh sekolah umum di seluruh Indonesia bahwa penyandang keterbatasan fisik itu mempunyai hak yang sama dalam memperoleh hak pendidikan dan pengajaran. Kapanpun dan dimanapun mereka berada. Bagi sekolah umum yang tidak bersedia menerima para penyandang keterbatasan fisik, maka sanksi yang akan diberikan dari pemerintah cukup berat. Seperti, peneguran kepada pihak sekolah sampai pemberhentian kegiatan belajar mengajar di dalam sekolah tersebut. Karena tindakan yang sudah dilakukan oleh pihak sekolah merupakan pelanggaran hak azasi memperoleh pendidikan layak yang dimiliki oleh setiap manusia, tidak terkecuali para penyandang keterbatasan fisik.

Dari beberapa wacana yang telah dipaparkan di atas, jadi sangat kurang bijaklah jika kita sampai saat ini menganggap kemampuan penyandang keterbatasan fisik itu terbatas sesuai dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya. Justru mereka menganggap keterbatasan fisik itu sebagai sebuah tantangan bukan sebagai sebuah kendala besar dalam hidup. Timbulah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh penyandang keterbatasan fisik tersebut yang belum tentu dimiliki juga oleh orang-orang normal. Sekaranglah saatnya kita rubah pola fikir kita tentang para penyandang keterbatasan fisik. Jangan pernah melihat sesuatu dari apa yang menyelimutinya tetapi lihat segala sesuatu itu dari apa yang diselimutinya. Karena sesuatu yang kita anggap tidak sempurna bisa saja memiliki kesempurnaan yang belum pernah kita ketahui sebelumnya. Bahkan mungkin saja kesempurnaan yang kita miliki belum tentu sebanding dengan kesempurnaan yang mereka miliki. (RA)

Last Updated on 9 tahun by Redaksi

Oleh Rafik

Tiada Mata Tak Hilang Cahaya

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *