Sekelumit Kisah dari Sisi Gelap

Kebencian adalah suatu hal yang menghancurkan. Inilah yang merupakan ide pokok dari sebuah cerita yang pernah saya baca ketika berusia sepuluh tahun, yaitu ketika menjalani pemulihan selepas operasi tumor otak.

Ketika itu keluarga saya tercinta membelikan aneka buku bacaan untuk menemani hari-hari yang panjang di rumah sakit, salah satunya adalah cerita yang diambil dari komik Tales From the Dark Side ini. Komik ini adalah sebuah manga atau komik Jepang karya Yoko Matsumoto. Ketika itu saya hanya membaca satu cerita dari beberapa cerita yang tersaji dalam satu edisi komik aslinya. Pasalnya, saya membaca cerita tersebut dalam majalah kumpulan komik berjudul Candy, dimana dalam satu edisi majalah hanya ada satu kisah dari masing-masing judul komik.

Cerita ini bercerita tentang konflik antara beberapa pelajar putri di sebuah sekolah. Seorang siswi baru bernama Chiharu mendadak saja ditunjuk memerankan tokoh utama dalam drama yang akan dipentaskan dalam acara ulang tahun sekolah. Padahal peran itu telah dipegang oleh seorang siswi bernama Kanako Shimizu. Akibatnya, posisi Kanako pun tergeser dari peran utama menjadi seksi perlengkapan.

Saeko, sahabat Kanako pun merasa tidak suka kepada Chiharu. Kebenciannya bertambah besar beberapa lama kemudian, yaitu ketika Chiharu mulai mencari-cari perhatian dari Tomoki, pemeran utama pria dalam drama tersebut. Padahal Saeko tahu persis bahwa Kanako menaruh hati kepada Tomoki.

Sejak itulah kehidupan di sekolah menjadi penuh dengan konflik. Bibit-bibit kebencian dan iri hati menyembul ke permukaan. Hingga pada suatu ketika terjadilah kecelakaan yang disebabkan oleh sebuah jarum yang terselip di dalam kostum. Kecurigaan pun muncul tanpa terhindarkan, sehingga menimbulkan dendam. Peristiwa yang terjadi pada saat latihan itu menyebabkan ketegangan di antara para siswa makin meningkat.

Puncaknya, acara pementasan pun menelan korban. . Kanako Shimizu yang kembali memegang peran utama setelah peristiwa yang melukai Chiharu sekarat di atas panggung. seluruh personel terguncang. Siapakah yang melakukan semua itu? Dan dapatkah pementasan tersebut diselamatkan?

Dari ringkasan cerita di atas, judul Tales From the Dark Side sangat sesuai dengan komik ini. Dark side yang dimaksud di sini adalah sisi gelap yang misterius dimana para arwah akan melewatinya untuk menentukan perjalanan selanjutnya, apakah akan meneruskan perjalanan atau tidak. Namun bagi saya sendiri, sisi gelap yang dimaksud dapat juga menunjuk kepada sisi gelap dari karakter para tokoh yang menghidupkan kisah ini. Kisah ini sarat akan konflik antartokoh sehingga dapat dikatakan bahwa dendam dan kebencian adalah jiwa kisah ini.

Bagi saya sendiri,kisah yang berbentuk komik ini benar-benar tidak mudah untuk dilupakan. Komik yang menggunakan alur maju ini penuh dengan kejutan sehingga tidak mudah ditebak. . Gambar-gambarnya yang indah dan dialog yang mudah dipahami dapat membawa imajinasi saya menyusuri alur-alur cerita karya komikus Jepang Yoko Matsumoto ini.

Karena itulah cerita yang ditujukan bagi segmentasi remaja, khususnya remaja putri ini mampu memikat saya.

Penjelasan-penjelasan misteri yang dilatarbelakangi oleh konflik pribadi antar para tokohnya disajikan pada saat yang tepat sehingga terasa memuaskan, apalagi karena apa yang terjadi pada para siswa tidak lepas dari konflik para guru mereka. Sebagai contoh, adanya konflik di masa lalu antara Ibu Fujikawa dan kepala sekolah membawa akibat pada kehidupan sekolah di masa kini.

Bagi saya yang belum kehilangan penglihatan pada waktu itu kisah ini juga cukup memanjakan mata. Gambar-gambarnya cukup bagus sehingga mampu menghibur dan memberikan kesan dramatis. Kondisi emosional para tokoh juga cukup terwakili oleh ilustrasi ini.

Berbeda dengan komik Jepang lain yang juga ditujukan bagi remaja putri, yaitu komik Mari Chan yang beberapa gambarnya dibuat lucu, di dalam kisah Tales From the Dark Side yang saya baca ini tidak ada gambar tokoh yang dikartunkan. Hal ini sesuai dengan emosi yang terkandung dalam cerita ini dimana ceritanya selalu serius dari awal hingga akhir. Namun, tidak ada kesan membosankan karena itu. Hingga sekarang pun terkadang muncul keinginan untuk membaca kembali majalah itu.

Selain itu, pernah juga muncul keinginan mengoleksi komik-komik asli dari serial Tales From the Dark Side ini. Namun sayangnya, saya dengar komik-komik Jepang yang populer pada era 90-an tidak diterbitkan lagi, sehingga keinginan saya tidak dapat terlaksana. Selain itu, kondisi saya yang tunanetra sekarang ini tidak memungkinkan untuk menikmati ilustrasi dari komik ini, sehingga saya harus puas dengan kenangan saya tersebut.

Amanat yang bisa diambil dari kisah ini adalah bahwa kebencian dan niat jahat tidak akan menghasilkan apa-apa, bahkan akan merugikan diri sendiri. Selain itu, dari tokoh Kanako dan Saeko pun bisa ditemukan nilai persahabatan dimana Saeko tidak rela jika ada seseorang yang merugikan sahabatnya. Tidak hanya itu, para tokoh di dalam kisah ini juga bersedia untuk mengakui kesalahan mereka. Mereka juga tidak berhati batu, sebagai buktinya adalah timbulnya penyesalan dalam diri mereka atas perbuatan-perbuatan yang salah. Tidak ketinggalan pula, sikap Kanako yang bersedia memaafkan perbuatan yang dilakukan kepada dirinya turut menjadi nilai moral yang terselip dalam kisah ini.

Saya menyukai kisah ini karena unsur-unsur misteri yang terkandung di dalamnya cukup menghibur, di samping gambar-gambarnya yang indah. Kisahnya yang ringan juga mudah dipahami sehingga kisah ini cocok untuk dibaca di kala waktu senggang.

Satu-satunya kelemahan dari komik ini sama dengan kelemahan yang saya temukan pada Mari Chan karya Kimiko Uehara, yaitu tokoh-tokohnya yang digambarkan lebih mirip orang Eropa daripada orang Jepang. Hanya nama-nama mereka yang mencirikan nama Jepang seperti Kanako, Saeko, dan Fujikawa.

Selain itu, kisah ini juga tidak memperkenalkan budaya Jepang. Namun, hal itu bisa dimaklumi karena setting kisah ini adalah di sebuah sekolah modern dimana gaya hidup para siswa tidak lagi menggunakan atribut tradisional. Drama yang dipentaskan pun tidak bersetting Jepang tradisional, melainkan lebih bergaya Eropa, tepatnya kerajaan-kerajaan di Eropa. Hal itu terlihat dari setting panggung yang menyerupai sebuah kerajaan dan juga dari kostum para tokohnya yang modelnya klasik seperti di Eropa pada abad pertengahan.

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Cchrysanova Dewi

Chrysanova Prashelly Dewi adalah alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Subang. Gadis yang mengalami ketunanetraan sejak berusia lima belas tahun ini gemar menulis, membaca, dan mendengarkan musik

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *