Sepucuk Surat dari Mama Tersayang

Palembang, 20 November 2009

                                                                        Teruntuk sayangku Faila Sufa

 

Apa kabar sayang?Apa kau masih ingat pada Mama Maryam-mu ini? Ah, sudah lama sekali kita tak bertemu. Mama rindu sekali padamu. Hingga tak tahan lagi mama menuangkannya dalam surat ini. Dan mungkin saat surat ini sampai di tanganmu, mama sudah tidak ada di dunia ini. Tapi ijinkanlah mama bercerita sayang tentang masa-masa terindah yang Allah berikan pada mama saat bersamamu.

Kau ingat hari itu saat hujan deras mengguyur kota Palembang. Kau dengan kaki kecilmu berlarian sepanjang trotoar. Saat itu hati mama berdetak. Seperti ada yang menggerakkan mama untuk mengajakmu mampir. Dan mama sungguh iba padamu saat kau bercerita tentang orang tuamu hingga mama pun dengan senang hati membawakanmu berbagai makanan enak, mendengar cerita-ceritamu. Tanpa alasan, mama melakukan semua itu. Entah kenapa mama hanya ingin membahagiakanmu.

Dan kau menunjukkan buku kumpulan cerpenmu pada mama. Kau tahu sayang, seketika mama teringat pada almarhum suami mama. Sebelum kandungan mama lahir, dia sempat berkata bahwa dia ingin sekali anaknya yang lahir kelak mewujudkan cita-citanya yang tak kesampaian yaitu menjadi seorang penulis terkenal. Hati mama haru sekali saat melihat tulisanmu itu. Lantas mama tergerak untuk mengirimkannya ke majalah.

Dan hari itu, mama bertemu kembali dengan wanita yang selalu memandang rendah mama. Mama tidak tahan dan pergi. Lalu kau pun datang,dan mengakui bila itu tantemu. Seketika perasaan mama jadi campur aduk setelah menyadari kau adalah putri kandungku. Ya Faila kau putri kandungku yang dengan teganya telah mama jual pada pasangan suami istri yang kini kau sebut sebagai kedua orang tuamu. Beribu rasa syukur mama panjatkan hari itu. Sudah lama mama memimpikan untuk bertemu dengan putri mama dan dia ada di hadapan mama.

Saat kau tidur, mama pandangi wajah mungilmu tanpa henti. Sungguh mama takut sekali kehilanganmu. Tapi batin mama berontak. Di satu sisi mama ingin selalu bersamamu, tapi di sisi lain, kau sudah punya keluarga sendiri, yang lebih menjamin kehidupanmu. Ya, akan jadi apa kau bila bersama mama. Akhirnya mama memilih kebaikanmu daripada perasaan mama sendiri. Kau harus pulang  pada orang tuamu.

Mama mengantarmu pulang dan memberitahumu tentang cerpenmu yang akan dimuat. Kau sangat senang sekali. Mama pandangi kau membacakan puisi itu. Mama merasa puisi untuk mama. Batin mama bergejolak lagi. Mama pandangi dirimu sebelum kau tiba di rumahmu. Saat itu mama ingin sekali Allah mengembalikan suara mama. Saat itu saja, mama ingin mengatakan, ”Faila,kau putri kandungku.”

Orang tuamu lalu datang dengan cemas. Kau berteriak senang melihat orang tuamu. Mendadak, hati mama pedih, merasa tersingkir. Apalagi, dari sikap kedua orang tuamu yang marah, takut sekali rahasia ini terbongkar, mama sadar mereka memang lebih baik buatmu Faila. Kau memang pantas dapatkan yang terbaik, putriku.

Dan ya, bila hari itu mama menuruti keegoisan mama, kau pasti takkan bisa menjadi editor terkenal seperti sekarang ini. Sungguh mama bangga padamu. Kau sudah mewujudkan mimpi ayahmu, Nak.

Maafkan mama yang baru sekarang memberitahu semua ini padamu. Mama tak mau membuatmu sedih bahkan marah pada orang tuamu yang mungkin saja menyimpan rahasia ini rapat-rapat. Jangan marah pada mereka ya, anakku. Tolong pahami perasaan mereka yang tak mau kehilangan dirimu. Jangan marah sayang.

Ah, mama tak tahan lagi. Ayahmu pagi tadi datang menjemput mama. Maaf tak ada yang bisa mama berikan padamu selain surat ini. Jaga dirimu baik-baik ya. Maaf mama tak bisa menemuimu. Biarlah Tuhan yang menyampaikan betapa cinta dan rindu mama padamu. Dan semoga kita dipertemukan lagi pada saatnya nanti di surga-Nya.

 

                                                                                   Mama Maryam 

 

Sebuah momen melintas di pikiranku. Teringatku ketika tante menarikku dari Mama maryam dan ketika mama dan papa meneriakinya, di tengah keputusasanku dan ketidakmengertiaanku, Mama Maryam memberiku isyarat..

Tangan kanannya dengan kelingking yang tegak sementara keempat jari yang lain terlipat, menunjuk dada. Lantas kedua tangannya yang terkepal ia silangkan di bahu. Ditunjuknya aku dengan telapak tangan kanannya.

Aku ingat senyum itu terkembang, tulus….

Aku baru mengerti apa arti tanda itu: Aku sayang padamu, Faila.

*******

Editor: Putri Istiqomah priyatna

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

2 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *