Suara Pemilih Tunanetra Rawan Dicuri

Surabaya – Tak adanya alat bantu berupa templet kertas suara berhuruf braille untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD dapat berakibat pada suara pemilih tunanetra yang rawan dicuri. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menyediakan templet kertas suara untuk pemilihan anggota DPD di 9 April nanti.

Para pemilih tunanetra akan didampingi KPPS dalam memberikan hak suaranya. Dalam proses ini petugas KPPS juga bisa dengan mudahnya mengarahkan pemilih untuk mencoblos partai atau caleg yang sudah berkoordinasi dengan petugas KPPS.

Mantan Anggota KPU Jawa Timur, Agus Mahfudz Fauzi menegaskan, jika para tunanetra dalam memberikan suaranya didampingi anggota KPPS berarti dalam posisi ini tidak ada kerahasiaan suara. Proses seperti itu melanggar asas pelaksanaan pemilu yaitu luber dan jurdil, langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil.

“Agar pesta demokrasi ini berjalan sesuai aturan maka penyelenggara pemilu harus segera membuat kebijakan untuk memfasilitasi kebutuhan logistik penyandang disabilitas. Jika tidak maka pemilu 2014 terancam cacat hukum karena azas-azanya dilanggar,”tandasnya.

Agus menerangkan bahwa KPU hanya menyediakan template bagi surat suara calon DPD RI. Menurutnya ini merupakan diskriminasi pemilih karena tidak mengakomodir semua lapisan masyarakat. “KPU RI tidak boleh banyak beralasan. Ini juga untuk menekan angka golput,” paparnya.

Untuk diketahui berdasarkan data dari SIGAP organisasi penyandang disable di Jatim setidaknya ada 38.000 penyandang disabilitas netra. Jika nantinya tidak ada template braile bagi tunanetra maka angka golput bisa tinggi.

Sementara itu, Eko Sasmito Ketua KPU Jawa Timur menerangkan, hak suara tidak ada klasifikasi baik yang sehat maupun yang sakit. Namun menurutnya bagi penyandang disabilitas nantinya ada template brailenya. Hanya saja secara tekhnis belum ada koordinasi dengan KPU RI.

“Nanti ada templatenya. Tapi mengenai tekhnisnya saya masih belum tau. Sampai sejauh ini masih koordinasi dengan KPU RI,” pungkasnya dengan singkat.

Suda dua periode Pemilu negara ini melakukan sistem pemilihan langsung. Seyogyanya pengalaman tersebut dapat jadi pembelajaran untuk Pemilu yang lebih baik. Bahkan di kalangan pejabat KPU sendiri, soal Pemilu akses masih belum tersosialisasi dengan baik. Penghalangan hak seseorang untuk memilih yang disebabkan oleh sistem dapat dikatakan pelanggaran HAM. Negara sebagai pelindung tidak menjamin hak suara pemilih tunanetra tersebut. Semoga ada tindak lanjut yang tegas soal ini.(DPM)

sumber: Jaring News

Last Updated on 8 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

4 komentar

    1. kalo ada info yang mau ditambahin juga boleh. atau tulis aja opini terkait itu.

  1. sebenarnya hari ini di kota bandung sedang diadakan aksi jalan mundur oleh para disabilitas netra. Semoga saja ada hasilnya. Sayang gak bisa meliput soalnya hari kerja. 😛

    1. coba kalo ada kenalan yang ikut acara itu, ditanya-tanya aja. terus ceritain jalannya aksi, harapan, dan hasilnya di Kartunet ya.. btw, itu apakah aksi karena akomodasi untuk Pemilu akses yang malah lebih buruk dari lima tahun lalu?

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *