Suara puisi hati

Mentari telah mewarnai jingga ketika Naga pemuda tampan dengan guntingan rambut cepak meninggalkan kampusnya. Motor vespa berwarna biru gelap miliknya membelah jalan dengan kecepatan tinggi hingga berhenti di sebuah kios besar yang masih tertutup dan gelap. Dengan kunci yang barusan dikeluarkannya dari saku celananya ia membuka kios itu lalu menghidupkan lampu yang ada sehingga nampaklah beberapa etalase kaca berukuran besar dan panjang yang di dalamnya terpajang beraneka kebutuhan ponsel tak terkecuali voucher pulsa. Kios itu lebih tepatnya disebut counter. Counter miliknya itu bernama ‘Naga cell’. Seperti biasanya, Naga duduk santai di sebuah kursi putar lalu menghidupkan laptopnya untuk membuka twitternya. Senyumnya seketika mengembang ketika matanya tertumbuk pada tweet seorang gadis yang tak dikenalnya. Namun jujur tanpa disadarinya gadis itu berhasil menghipnotisnya sehingga menjadikannya seorang pencandu twitter. Bila tak sehari saja ia tak membuka twitternya, terasa ada ruang hampa yang menyeruak di hatinya. Amazing! Sebab bukan foto gadis itu yang membuatnya seperti ini bahkan gadis itu hanya memasang gambar karikatur panda pada twitternya bukan foto dirinya, untaian kata-kata puisi indah dan manis itulah faktor yang membuat Naga seperti seseorang lagi jatuh cinta dan hal itu sudah berlangsung selama setahun. Puisi-puisi gadis itu terkoneksi secara langsung ke blog pribadinya. Akun twitter maupun nama blog gadis itu memakai nama yang sama yaitu theSilentPanda. Seluruh puisi-puisi itu telah dicopy oleh Naga bahkan sebagiannya diprint lalu dibingkai dalam figura-figura mini kemudian dipajang di dinding kamarnya.

 

Seorang siswi SMU yang masih mengenakan seragam sekolahnya sedang duduk gelisah di sebuah halte. Di tangannya tergenggam sebuah ponsel yang sejak tadi diutak-atiknya dengan gemas. Dari wajahnya terlihat kecemasan yang amat. Entah karena mungkin gadis itu sedang menanti bus atau jemputannya yang tak kunjung muncul, namun  pastinya ia sedang menanti dan ia ingin segera pulang melihat langit yang sudah malam apalagi di halte itu ia hanya seorang diri. Pada layar ponselnya tertulis nominal yang tak dinginkannya sehingga memaksanya untuk menggerakkan langkahnya menuju ke sebuah tempat yang tak sengaja dilihatnya dan tak jauh dari halte itu.

 

Naga baru akan mengomentari puisi theSilentPanda ketika didengarnya sebuah ketukan lembut. Ia menoleh ke arah sumber suara itu. ketukan seorang pembeli rupanya. Ia segera bangkit dari duduknya lalu menghampiri pembeli pertamanya untuk hari ini.

“Malam, Mbak! Ada yang bisa saya bantu?” tanya Naga ramah. Gadis itu hanya tersenyum lalu mengambil secarik kertas dan pulpen yang sudah selalu tersedia di atas etalase utama yang sengaja disediakan oleh Naga untuk pembeli yang ingin membeli pulsa. Tak jauh dari tempat keduanya, terlihat seorang gelandangan yang sedang dikejar oleh seorang lelaki separuh baya.

“Dasar gembel sialan! Berhenti! Awas kau! Kembalikan dompet saya! Rasakan batu ini!”

Prang..!!! lemparan batu dari lelaki itu meleset dari sasarannya dan mengenai salah satu kaca etalase milik Naga dan sialnya pecahan kaca itu melukai tangan sang pembelinya. Darah segar memerahi pergelangan baju seragam gadis itu. Naga terlihat panik namun gadis itu hanya meringis tanpa mengatakan sepatah kata pun. Melihat hal itu Naga merasa heran dengan ekspresi dan tingkah gadis tersebut. Bahkan ketika ia berniat ingin mengobati luka gadis itu, tangannya ditepis oleh gadis tersebut bertanda gadis itu menolak bantuannya. Setelah menyerahkan sejumlah uang kepada Naga, gadis itu pun berlalu. Sepeninggal gadis itu, Naga tak berhenti memikirkan kejadian yang baru saja terjadi khususnya mengenai gadis misterius tersebut.

“Sadis tuh  cewek! Beli pulsa nggak ngomong, kena kaca nggak ngomong, pengen dibantu juga nggak ngomong! Apa ada yang salah dengan muka gue sampai-sampai dia malas ngomong sama gue?!” batin Naga sambil mematut diri di hadapan cermin yang terpasang di dinding. Tak lama kemudian bayangan Bang Herman pelanggan setianya tiba-tiba muncul di cermin.

“Wah, Mas Naga! Jelek ya jelek aja! Nggak usah pakai acara pecahin kaca etalase segala! Kan kasihan kacanya,” celutuknya.

“Eh Bang Herman, ngagetin aja! Mau beli pulsa?” balas Naga sambil membalikkan tubuhnya ke arah Bang Herman yang tak jauh berdiri di belakangnya. Bang Herman mengangguk lalu menunjuk pecahan kaca. Naga pun menceritakan kronologi kejadian sejam lalu secara detail.

“Oh gitu toh, kirain… hahaha..! sudahlah, eh tapi ngomong-ngomong waktu abang masih muda kayak Elu, abang mah kerjanya di pesawat! Dan andai gue masih kerja disana pasti gue udah jadi pilot,”

“Pilot? Emang dulu kerjaannya apa?”

“Cleaning service!”

“Hah?!! Nyambung dimana?” kata Naga dalam hati dengan mulut menganga dan memasang wajah bengong.

 

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan halte. Dari dalam mobil itu seorang wanita berpakaian kantoran keluar lalu menghampiri sang gadis di halte.

“Eh Risya sayang, maafin mama ya membuatmu menunggu lama di halte ini. Eh astaga! Risya! Ada apa dengan tanganmu? Kok bisa berdarah? Yayo kita buruan masuk ke mobil, biar di rumah aja kita bersihin dan obatin luka kamu,” panik wanita itu. Risya hanya mengangguk lemah. Mereka pun masuk ke mobil lalu meninggalkan halte itu.

 

Risya begitu panik keesokan paginya setelah mengetahui gelang emas putih pemberian almarhum papanya tak ada di pergelangannya. Mondar-mandir ia mencari gelang itu di seluruh bagian kamarnya bahkan dicarinya hingga ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Ketika ia sudah hampir berputus asa sebuah kesadaran seketika menghantamnya. Yah.. gelang itu.. ia ingat sekarang, gelang itu pasti terlepas dan tercecer di sekitar counter itu ketika ia berusaha menepis tangan pemuda pemilik counter itu sehingga menurutnya ia harus kembali ke counter itu. Naga baru akan meninggalkan counternya ketika matanya tertumbuk pada sesuatu yang berkilat di sudut etalase utama. Sebuah gelang emas putih berinisial R tergeletak begitu saja. Dipungutnya gelang itu lalu diamatinya.

“Ini milik siapa? Jangan-jangan…”

Naga segera mengambil secarik kertas yang sudah terisi oleh sebuah deretan angka lalu ia pun berusaha menghubungi nomor yang tertera di kertas itu. Risya baru akan keluar dari kamarnya ketika ponselnya tiba-tiba berdering.

“Halo… halo..,” terdengar suara seorang lelaki di ujung telpon.

“Aneh, kok nggak ada suara orang sih! Helloo..! ada orang di ujung sana?” ujar Naga yang mulai kesal namun tak ada sahutan seseorang pun, hanya ada suara angin dan suara gresek sana-sini. Risya yang ada di ujung telpon hanya dapat menggigit bibir sambil menekan tombol-tombol ponselnya hingga akhirnya memutuskan untuk menutup telpon.

“Eh Udah terdengar suara gresek sana-sinilah, nggak ada suara oranglah, eh sekarang telpon gue malah dimatiin! Cewek aneh! Gue yakin kok gue nggak salah nomor,” gerutunya kesal. Ia baru akan kembali mencoba untuk menghubungi nomor itu ketika sebuah pesan mampir di ponselnya.

“Maaf ya, lo siapa? Gue pengen berangkat ke sekolah nih! So lo jangan nelpon gue lagi tapi lo bisa sms gue aja!” ucap Naga membaca pesan itu. ia merasa makin bingung, memang wajar saja orang itu tak mengenal nomornya akan tetapi mengapa telponnya harus ditutup? Ia kan bisa bertanya langsung padanya, jadi apalah bedanya berbicara langsung padanya dengan mengirimkannya pesan? Ah sudahlah, ia mesti berangkat ke kampusnya sekarang.

 

Senja kini berganti malam. Seperti biasanya sambil menunggu pembeli, Naga duduk santai dengan laptop yang ada di hadapannya. Apalagi yang saat ini terpampang di layar laptopnya jika bukan twitter, sesuatu yang kerap membuatnya senyam-senyum kayak orang gila. Tapi lihatlah kali ini, sebelah keningnya naik dengan mulut yang sejak sejam tak terkatup. Ia terlihat sedang berpikir keras tanpa melepaskan pandangannya dari layar laptopnya.

“Pecahan kaca berdarah? Ini maksudnya apa ya? Puisinya kali ini aneh! Hem.. semalam? Puisi ini dia buat kemarin malam! Bukankah kemarin malam itu kan…,” gumamnya terhenti ketika pendengarannya menangkap suara gresek dari depan. Ia menoleh dan seketika itu pula ia….

“Hoi tolong! ada pocong jongkok!” teriaknya. Risya yang mendengar hal itu ikut terkejut dan bergegas bangkit sambil membersihkan jilbab dan pakaiannya.

“Eh, elu rupanya, gue kirain pocong jongkok! Hem.. elu yang kemarin kan?” kata Naga setelah tahu siapa yang ada di counternya. Risya mengangguk malu-malu, wajahnya bersemu merah.

“Oh ya, elu kemari pasti cari ini kan?” tanya Naga sambil merogoh sesuatu dari saku celananya lalu memperlihatkan sebuah gelang emas putih pada Risya. Dengan mata yang berbinar-binar, Risya berjalan mendekati Naga lalu menarik gelang itu dari tangan pemuda itu. setelah gelang itu berhasil dipasangnya pada pergelangannya, Risya hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

“Eh elu mau apa? Gue nggak minta upah kok untuk nemuin gelang elu!”

Risya hanya tersenyum lalu menggelengkan kepala. Ia rupanya hendak mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pulpen kemudian menuliskan sebuah kalimat di atas kertas itu lalu menyerahkannya pada Naga.

“Thank’s ya elu udah nemuin gelang gue,” ucap Naga membaca tulisan di kertas itu. hening sesaat. Keduanya saling berpandangan.

“Masya Allah, cewek ini rupanya… pantasan aja dia nggak mau ngomong sama gue, juga.. waktu gue telpon! Gue jadi merasa bersalah,” kata Naga dalam hati. sedetik kemudian, Risya memutar tubuhnya bersiap untuk beranjak dari tempat itu. Naga pun berusaha mencegatnya.

“Eh tunggu dulu! Gue pengen minta maaf, tadi pagi gue udah lancang nelpon elu karena gue nggak tahu kalau elu rupanya..,” Naga diam sejenak lalu menghela nafas panjang.

“Gue hanya pengen bilang apa gelang itu punya elu soalnya gue nemuinnya tadi pagi sebelum gue berangkat ke kampus dan gue pikir itu pasti punya elu! Nah ternyata benar kan dugaan gue. Siapa lagi yang punya gelang cewek seperti itu kalau bukan elu! Counter gue ini kan hanya dikunjungin kaum lelaki doang selama ini, hem.. pernah sih dikunjungin sama kaum cewek, tapi itu sudah setahun yang lalu! Oh ya, nama elu siapa? Gue Naga, maaf ya gue sedikit cerewet malam ini,” lanjut Naga sambil mengembalikan kertas itu pada Risya. Gadis di hadapannya itu pun menerimanya kemudian kembali menuliskan sesuatu lalu mengembalikannya pada Naga.

“Nama elu Risya! Pantas aja gelang elu ada huruf inisial R! oh ya, save nomor gue dan Salam kenal,” katanya lagi. Risya kembali tersenyum lalu beranjak meninggalkan tempat itu.

 

Sejak perkenalan malam itu, Naga dan Risya menjadi akrab. Setiap hari mereka ngobrol melalui sms. Dan sejak itu pula kebiasaan Naga yang setia gengan aktivitasnya di twitter seketika hilang drastis. Bahkan sudah sebulan ini ia tak pernah lagi menyentuh laptopnya terkecuali untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Risya si gadis bisu itu telah berhasil mengalihkan dunianya. Dan menurutnya, wajah gadis itu sederhana namun memikat hati. dan menurutnya lagi  sejak awal bertemu dengannya, gadis itu memiliki sikap dan karakter yang kuat juga berkarisma bahkan berbeda dengan gadis-gadis yang pernah ditemuinya. Dan ia merasa… astaga! Ada apa dengan dirinya? Apakah ia mulai jatuh cinta pada gadis itu? dan bagaimana dengan perasaannya pada gadis yang di twitter itu? astaga! Twitternya! Ia sudah benar-benar melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan twitternya termasuk mengenai gadis yang selalu mempunyai sejuta puisi indah yang dulu selalu membuatnya bagai melayang. Mengingat semua itu, rasa rindu seketika membanjiri perasaannya. Hei tak mungkin dirinya jatuh cinta pada dua gadis?! Ah entahlah, ia lagi tak ingin memikirkan hal perasaannya itu, yang penting saat ini ia harus segera membuka twitternya. Dengan sigap Naga menghidupkan laptopnya lalu segera membuka twitternya. Ketika twitternya yang memakai nama samaran Master Nagato itu terbuka, ia segera mencari tweet-tweet theSilentPanda lalu membacanya. Rupanya selama sebulan meninggalkan twitternya, sudah ada puluhan puisi baru yang dibuat oleh theSilentPanda. Dari seluruh puisi yang dibacanya barusan, ia dapat mencerna setiap bait lalu kemudian menyimpulkan bahwa theSilentPanda sedang jatuh cinta pada seorang pemuda yang hanya disimpannya dalam hati karena suatu hal. Oh tidak! Ia sedikit merasa menyesal sebab ia telah terlambat untuk mencuri hati theSilentPanda. Gadis itu sudah terlanjur jatuh cinta pada pemuda lain. Tapi bukankah masih ada Risya? Ia berharap gadis itu juga mencintainya. Ah andai saja Risya bisa bersuara dan berbicara kemudian membacakan puisi-puisi theSilentPanda untuk dirinya, tentu ia akan merasa menjadi lelaki yang paling bahagia di dunia ini. Ah, ia tak ingin berandai, dan bukankah ia akan mencintai Risya apa adanya tanpa melihat kekurangan gadis itu. Ia baru akan keluar dari twitternya ketika tiba-tiba matanya melebar menemukan sebuah puisi theSilentPanda yang ternyata belum sempat dibacanya. Hatinya berdegup kencang dan nafasnya tercekat. Ia hampir saja memekik membaca judul tulisan yang ada di hadapannya.

“Gelang emas putihku yang kembali!” pekiknya. Setelah berusaha mencerna dan mendalami setiap aksara demi aksara yang dirangkai rapi menjadi beberapa kalimat indah oleh theSilentPanda, ia juga berusaha mencari tau kapan waktu puisi itu dibuat. Ia pun terpaksa menelan ludah yang terasa pahit setelah mengetahui bahwa puisi itu dibuat sebulan yang lalu.

“Apakah.. theSilentPanda.. adalah Risya?” batin Naga dalam hati. ia pun hendak mengambil ponselnya yang tergeletak entah dimana. Dirogohnya saku celananya namun ponsel itu tak ada, di laci mejanya pun juga tak ada, dan yang terakhir dicarinya dalam tasnya dan ponsel itu ternyata ada disitu. Astaga dila! ada sepuluh pesan masuk dan semua itu dari Risya. Ia tak mendengar ada pesan masuk yang mampir di ponselnya saking khusyuknya pada twitternya. Risya yang sejak tadi ada di kamarnya nampak mondar-mandir bagai setrikaan dengan tangan yang tengah meremas-remas ponselnya. Wajahnya terlihat gelisah. Ia telah sejak tadi berkali-kali mengirim pesan ke nomor Naga namun hingga kini belum juga ada balasan. Kalau dengan alasan kehabisan pulsa, itu bukanlah alasan yang tepat sebab Naga adalah seorang penjual pulsa, jadi tak mungkinlah ia kehabisan pulsa sehingga ia tak bisa membalas satupun pesannya. Belum sempat ia membayangkan sesuatu yang lebih buruk lagi ketika akhirnya sebuah pesan masuk mampir di ponselnya dan itu rupanya pesan dari Naga. Risya segera membacanya yang berisi permohonan maaf karena pemuda itu baru sempat membalas pesannya dan pada akhir pesan itu ada sebuah pertanyaan yang diajukan untuknya. Ponsel yang dipegangnya hampir saja terlepas dari genggamannya. Naga bertanya padanya apakah akun blog dan twitter yang memakai nama theSilentPanda adalah dirinya. Ia sungguh terkejut Naga menanyakan hal itu sebab selama ini tak ada seorang pun yang tahu menahu mengenai blog dan twitternya yang sengaja dirahasiakannya pada semua orang tanpa terkecuali. Jangan-jangan Naga sudah tahu? Tapi tahu dari mana? Atau jangan-jangan Naga adalah salah seorang followersnya namun memakai nama samaran seperti yang dilakukannya? Meski demikian, tetap saja tak ada pengaruh sama sekali yang bisa membuat Naga tahu akan hal ini, dan ia sangat yakin Naga pasti belum tahu, hanya sedikit curiga, buktinya pemuda itu bertanya padanya. Namun demi pemuda yang dicintainya, ia terpaksa menjawab dan membeberkan segalanya pada pemuda itu. dan mungkin ada manfaatnya bila ia jujur akan hal itu sebab bila memang Naga adalah salah satu followersnya berarti ia sempat membaca puisi-puisinya sehingga pemuda itupun bisa tahu isi hatinya tanpa ia harus mengungkapkannya secara langsung. Namun jujur ia mulai menyukai dan mencintai Naga setelah merasa hanya Nagalah lelaki yang tak menjauhi dirinya meski telah mengetahui bahwa dirinya seorang gadis bisu. Akan tetapi ia juga merasa takut bila ternyata Naga mau melakukan semua ini hanya karena rasa kasihan dan tak lebih dari itu. astaga, mengapa juga ia harus menuntut sesuatu yang lebih dari pemuda itu apalagi cinta, baginya itu mustahil dan mestinya ia harus ngaca dulu dan tahu diri, syukur-syukur Naga mau berteman dengan dirinya yang itupun terjadi hanya karena kebetulan. Naga yang terlihat cemas menanti jawaban dari Risya terus menatap layar ponselnya. Tak lama kemudian akhirnya Risya pun membalas pesannya yang segera dibaca oleh Naga.

“Tuh kan benar! theSilentPanda adalah Risya!” serunya sambil menepuk jidatnya. Kini tubuhnya terasa lemas karena seluruh harapannya pupus sudah untuk mencuri hati gadis yang dicintainya. theSilentPanda ataupun Risya adalah orang yang sama yang dimana gadis itu telah jatuh cinta pada pemuda lain dan ia yakin tentu bukan dirinya. Namun bagaimana kalau pemuda yang dimaksud itu adalah dirinya? Itu kan bisa saja apalagi di twitter Risya tak pernah menyebut nama pemuda itu dengan jelas. Jika demikian berarti masih ada lima puluh persen untuknya peluang merebut hati gadis itu.

“Baiklah, karena kebetulan besok adalah ulang tahun gue, gue akan ngajak Risya makan siang di luar apalagi besok kan minggu! Sekolahan libur!”

 

Naga dan Risya terlihat memasuki sebuah restoran. Keduanya pun memilik tempat yang terletak di sisi kolam ikan. Seorang pelayan wanita muda menghampiri mereka.

“Permisi dan selamat siang Mas.. Mbak.. mau pesan apa?” tanya pelayan itu ramah dengan menawarkan senyumnya yang lebar.

“Sya, elu pengen pesan apa?” tanya Naga sambil menyodorkan daftar menu pada Risya yang duduk di hadapannya. Setelah membaca seluruh daftar menu, Risya mengembalikan daftar menu itu pada Naga. Risya pun mengambil ponsel dari tasnya  lalu mengirim sebuah pesan yang ditujukannya untuk naga, yang menerima dan membaca pesan itu hanya manggut-manggut kemudian berkata pada sang pelayan yang terlihat bingung melihat tingkah keduanya.

“Mbak kami pesan spaghetty dua porsi, dua orange juice, dan.. dua porsi kentang goreng,”

Setelah mencatat dan kembali membaca pesanan mereka, pelayan itu pun berlalu meninggalkan keduanya. Sesaat keduanya hening hingga akhirnya Naga pun menyodorkan sebuah kotak kecil pada Risya.

“Bukalah, semoga elu suka ya,” kata Naga pelan. Wajah Risya terlihat senang ketika kotak itu telah dibukanya. Nampaklah sebuah kalung putih yang bermata kepala panda dan kalung itu meliliti dan melingkari leher sebuah boneka panda mini yang di tangannya sedang memegang love dengan tulisan I Love U. Risya pun segera mengirim sebuah pesan untuk Naga yang sejak tadi memperhatikan dirinya.

“Elu kok mesti repot-repot sih lakuin semua ini untuk gue? Lagian gue nggak lagi ulang tahun, jadi ini dalam rangka apa?” ucap Naga yang membaca pesan itu dalam hati lalu kembali menatap gadis di hadapannya. Wajah Risya seketika bersemu merah. Ia segera menunduk, tak berani membalas tatapan Naga.

“Sebenarnya hari ini gue sedang berulang tahun, dan gue pengen di hari ulang tahun gue ini melihat gadis yang gue cintai merasa bahagia dan senang! Elu bisa ngerti maksud gue kan?” ungkap Naga apa adanya. Risya sangat terperanjat mendengarnya. Ia berusaha tetap terlihat tenang meski hati dan perasaannya sungguh tak karuan. Ia pun kembali mengirim sebuah pesan untuk Naga yang dimana hal itu menurutnya bisa saja membuat dirinya tak terlihat grogi di hadapan pemuda itu.

“Astaga! Elu tuh juga pengen beri gue kado? Kado ulang tahun buat gue? Aduh elu nggak usah repot-repot deh! Kalau elu pengen beri gue kado, elu cukup buat puisi cinta dan elu bacain buat gue!” canda Naga mengomentari sehabis membaca pesan itu. Meski hal itu hanya sebuah candaan garing menurut Naga, namun tidak bagi Risya. Wajah gadis itu pun terlihat pucat. Naga yang dapat menangkap perubahan ekspresi wajah Risya segera menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan fatal.

“Eh gue cuman bercanda loh! Dan gue punya ide loh kalau elu pengen bacain puisi buat gue. Mau tahu nggak?” hibur Naga berusaha menormalkan suasana. Risya hanya mengangguk pelan.

“Benar?! Mau tahu atau mau tahu banget?” kata Naga lagi, dan usahanya kali ini berhasil melukis senyum di wajah Risya.

“Oke, caranya.. pertama elu buat puisinya dululah! Terus selanjutnya elu kirim puisi elu itu ke nomor gue melalui pesan, kemudian elu baca deh puisi elu itu dalam hati sedang gue… gue akan membaca puisi yang elu kirim itu dalam hati gue juga! Keren kan?! Metode ini gue beri nama.. apa ya..?? ah gue tau! Suara puisi hati! sambil menunggu pesanan kita, yuk kita coba sekarang,”

 

Sore ini Naga terlihat sedang melamun di sebuah kursi panjang yang ada di taman kampusnya. Wajah tampannya nampak kusut. Ia memikirkan tentang Risya yang hingga kini belum juga mengungkapkan perasaannya secara terang-terangan sehingga ia tak tahu apa gadis itu juga mencintainya ataukah mencintai pemuda lain sebab pada puisi-puisinya tak pernah disebutkannya nama pemuda itu. lamunannya pun terputus ketika mendadak ponselnya berdering yang rupanya telpon dari Risya. Risya?!! Aneh, tak biasanya gadis itu menelponnya bahkan sama sekali tak pernah. Mendadak perasaannya jadi tak enak, dengan terburu-buru diangkatnya telpon itu.

“Halo.. apa?!! Mama Risya??! Hah! Risya?!! Rumah sakit?!! Iya sekarang saya akan kkesana sekarang!” telpon itu pun terputus. Dengan kecepatan tertinggi, Naga memacu motornya hingga akhirnya ia tiba di rumah sakit.

“Risya mana tante? Saya pengen bertemu dengannya, dan apa yang terjadi padanya?” tanya Naga tak sabar setelah ia berhasil menemui mama Risya.

“Agar bisa membacakanmu sebuah puisi karyanya dengan lisannya, ia bersikeras untuk melakukan operasi pada pita suaranya yang berujung pada pendarahan hebat. Padahal tante udah melarangnya sebab sebelumnya ia juga pernah seperti itu akibat ia tak bisa menerima keadaanya yang bisu mesti ia tahu semua itu terjadi karena kecelakaan sepuluh tahun silam ketika ia ditabrak lari. Dan semoga kali ini ia bisa melalui masa krisisnya seperti dulu. Sekarang ia sudah sadar meski keadaannya masih krisis dan ia menunggumu untuk mengatakan sesuatu. Ayo ikut tante!” terang mama Risya. Di sebuah ruangan berukuran sedang, Risya terbaring lemah dengan alat-alat rumah sakit yang terpasang memenuhi tubuhnya. Sudut matanya pun menangkap dua sosok yang sedang berjalan mendekati ranjangnya. Ia sangat ingin mengatakan sesuatu pada salah seorang di antara keduanya yaitu Naga. Sejak tadi ia menanti kehadiran pemuda itu.

“Mengapa elu harus ngelakuin semua ini hah?! Semua ini gara-gara gue, candaan gue emang udah keterlaluan sampai buat elu seperti ini,” bisik Naga lembut di telinga Risya. Air matanya jatuh tepat di pipi Risya.

“Aaa..akuu.. mencintaimu..,” ucap Risya lirih dengan suara parau dan terbata-bata. Ia berhasil bersuara dan mengungkapkan perasaannya meski ia tak bisa membacakan sebuah puisi untuk Naga sebab sedetik setelah itu, monitor yang ada di samping ranjangnya menggambarkan garis lurus.

“Risyaaaa…!!”

Last Updated on 10 tahun by Risya Rizky Nurul Qur’ani

Oleh Risya Rizky Nurul Qur'ani

Penulis bernama Risya Rizky Nurul Qur’ani dengan nama pena ‘Fath Light’ , lahir pada tanggal 25 Juni 1993 di kota Makassar dan juga berdomisili di kota yang sama. Penulis yang merupakan seorang mahasiswa disabilitas netra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin ini hobi membaca, menulis, masak, nyanyi, renang, dan bermain alat musik.

7 komentar

  1. Keren gan tulisannya.. Oh iya main dong ke http://www.marmutmerahjambu-radityadika.blogspot.com

    1. ok, tp.. apa gak apa-apa nih.. soalnya tulisannya biasanya agak fullgar gitu.. hanya bisa dibaca dan dikonsumsi untuk dewasa..

  2. wow ini keren ya 🙂 mungkin saran sedikit pada kalimat pembuka. hindari kalimat2 yang sangat umum digunakan untuk mendeskripsikan waktu atau suasana. seperti mentari bersinar cerah dll. overall, this writing is good. lanjutkan!

    1. makasih ya kak, tapi untuk semntara.. maybe hanya bisa posting cerpen-cerpen lama aq aja krn fokus ma proyek novel aq, dua novel, satu novel kisahku dan satunya novel action campur asmara

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *