Twitter Bikin Menulis Produktif sekaligus Mematikannya

Rasanya ingin euvoria dulu karena berhasil mengejar salah satu target pada Resolusi Hidup dan Visi Musim 2013-2014 yaitu menulis minimal satu post tiap hari di blog kecuali hari minggu. Ini mungkin hal kecil, tapi menjadi indikasi buatku agar mampu berkomitmen pada janji yang dibuat sendiri. Jadi selama bulan Juli ini aku mengejar satu post tiap hari. Baru pada hari ini tercapai dan semoga ke depan tak perlu ada delay post lagi. Bahkan jika bisa membuat future post. Amin. Semoga ini pencapaian pertama dan akan terwujud target-target berikutnya.

Kembali ke soal Twitter sesuai dengan judul post kali ini. Kemunculannya yang fenomenal mengubah banyak hal di belantara internet. Twitter dengan fitur yang sederhana memberikan kebebasan user untuk berkreasi dalam 140 karakter. Kesederhanaan ini yang membuat Twitter disebut dengan microblogging. Fungsinya tak jauh dari blog yaitu untuk berbagi pemikiran, distribusi informasi, atau menghimpun massa tapi dengan efisiensi yang jauh lebih baik. Namun, apakah keuntungan Twitter tersebut tak berisiko bagi user?

Adanya Twitter cenderung membuat kita untuk berhenti menulis dan menjelaskan sebuah pemikiran dengan jelas dan argumentatif. Ketika ada suatu ide atau opini, langsung ditulis dalam ruang 140, dapat tunggal atau berseri, lalu twit dan tunggu tanggapan dari user Twitter atau tuips yang lain. Akan ada tanggapan berupa reply, retwit, favorite, atau didiamkan begitu saja. Setelah menuliskan gagasan tersebut, biasanya tak akan dilanjutkan dalam tulisan yang lebih lengkap. Padahal jika twit itu dituangkan dalam artikel di blog, mungkin dapat ditulis dua sampai empat halaman A4.

Selain itu, Twitter juga berisiko mengundang salah paham. Ketika ingin berbagi tentang sesuatu yang disertai dengan penjelasan atau argumentasi, kerap ditemui Twitter user membuat kuliah twit atau kultwit. Biasanya gagasan ditulis dalam beberapa twit yang satu sama lain saling menyambung dan biasanya ditandai dengan penomoran. Setelah selesai, kumpulan twit itu dapat dikumpulkan dan dipublikasi pula di blog dengan keterangan waktu pembuatannya. Namun kultwit juga dapat menimbulkan masalah apabila ada tuips yang membaca tidak secara keseluruhan, langsung berkesimpulan, dan berkomentar. Apalagi di dalam kultwit juga, demi efisiensi karakter, kadang kata hubung dipersingkat atau dihilangkan. Beberapa hal ini yang berpotensi menimbulkan kesalah-pahaman.

Di sisi lain, Twitter juga berpotensi membuat lebih produktif. Misal ketika mengikuti sebuah acara diskusi atau seminar. Selama berjalan kegiatan, tiap poin yang penting dapat dijadikan semacam live twit. Anggap saja Twitter layaknya buku notes. Apabila sudah selesai acara, maka poin-poin dalam live twit itu dapat dibaca kembali untuk dijadikan sebuah tulisan utuh di blog. Tentu manfaat lainnya adalah live twit dapat membuatmu lebih eksis di Twitter dan mengundang retwit serta mention.

Dapat juga, ketika memikirkan sebuah gagasan, tulislah di Twitter. Buat agar gagasanmu menarik perhatian dan mendapat tanggapan dari tuips lainnya. Bagaimana kamu menyajikan ide, menanggapi, dan mempertahankan pendapat dapat jadi masukkan untuk menyempurnakan idemu. Asal jangan lupa, ide dan hasil diskusi singkat via Twitter itu ditulis dalam artikel yang lebih baik. Hal ini akan mereduksi terjadinya masalah-masalah yang kemungkinan menyinggung pihak tertentu. Anggap saja Twitter jadi sarana untuk uji publik sebelum dibuat jadi tulisan yang matang.

Nah, Twitter layaknya bumerang. Jika digunakan dengan baik, dia dapat membantu untuk mendapatkan hewan buruan. Akan tetapi jika tak ditangkap cekatan, dapat mencelakai pelemparnya. Twitter baik untuk berbagi ide secara cepat. Asal kuncinya tidak lupa untuk menuangkan kembali ide itu dalam tulisan di blog atau koran. Karena namanya saja microblogging, tentu tak selengkap fitur yang ditawarkan blog meski ada keunggulan lain di sisi kecepatan. Mari menulis dan bertambah produktif dengan Twitter.(DPM)

Last Updated on 10 tahun by Dimas Prasetyo Muharam

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *