Bepergian dengan menumpang pesawat terbang atau pun sekedar menginap di sebuah hotel berbintang, bisa jadi merupakan hal biasa bagi sebagian masyarakat Indonesia, tak terkecuali bagi penyandang disabilitas netra. Namun hal tersebut tak berlaku bagiku. Pasalnya, aku yang notabene dilahirkan di kabupaten kecil di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Barat ini secara perdana melakukan perjalanan dengan alat transportasi canggih tersebut ketika usiaku menginjak 21 tahun lebih 1 bulan, tepatnya pada bulan Desember 2012. Aku ingat sekali ketika itu bertepatan dengan hari ulang tahun someone spesialku. Bisa dibayangkan kan, usia sudah dewasa seperti itu, namun baru pertama kali mencicipi asyiknya naik pesawat terbang!?! Hmm, namun kurasa aku tetap harus bersyukur karena di luar sana kuyakin masih banyak teman-teman yang belum bisa merasakan ‘heboh’ nya naik di atas tubuh burung robot tersebut. Tak jauh beda dengan pesawat terbang, pengalamanku menginap di hotel berbintang pun baru perdana kurasakan. Pasalnya, selama ini aku hanya menginap di hotel yang bintangnya rendah, lebih-lebih tak memiliki bintang, namun pada kesempatan itu, aku justru menginap di hotel bintang 5 yang namanya mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. “Hotel Manhattan Jakarta”, itulah nama hotel yang waktu itu kusinggahi. Wah, lagi-lagi aku ketiban durian runtuh!
Sebetulnya kesempatan menaiki pesawat terbang sekaligus ‘nongkrong’ di hotel berbintang tidak sedang dalam rangka tour keluarga atau mendapat kupon gratis dari quis di Twitter, melainkan karena sebuah acara yang diadakan oleh DPP Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia). Kala itu Pertuni tengah menyelanggarakan sebuah acara sebagai follow-up bagi mereka para Tunanetra dari beberapa daerah yang telah berhasil dikirim ke Australia demi melakukan leadership disana. Memang ada beberapa Tunanetra dari beberapa provinsi di Indonesia yang mengikuti leadership disana, termasuk dari Jawa Tengah. Namun jangan salah, kehadiranku di Manhattan Jakarta bukan karena aku telah mengikuti leadership di Australia, melainkan karena aku menjadi salah satu perwakilan perempuan dari DPD Pertuni Jawa Tengah yang sama-sama akan mengikuti paparan action plan bagi mereka yang baru saja kembali dari Australia.Akhirnya bersama tiga orang lelaki lainnya aku terbang dari Ahmad Yani Semarang menuju Soekarno Hatta.
“That’s my first experience! And I was so excited!”
Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya aku menaiki pesawat! Dan ternyata setelah tiba di Ahmad Yani, kami mendatangi counter milik Garuda dengan tujuan meminta bantuan guard staff untuk menuntun kami. Maklum saja, kala itu ada tiga orang Tunanetra yang berangkat yaitu Pak Suryandaru (Ketua Umum DPD Pertuni Jateng) yang mana merupakan perwakilan dari Jateng dalam program leadership di Australia, Pak Edi Satyo Juwono (Ketua I DPD Pertuni Jateng), aku sendiri yang kala itu masih menjabat Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan DPD Pertuni Jateng, dan satu orang relawan bernama Sigit Martopo. Setelah mendapat bantuan dari guard staff yang wangi parfumnya membuat kelepek-kelepek saking wanginya, sekaligus mengurusi boarding pass dan menunggu, kami pun naik ke tubuh si burung robot. Finally, aku duduk di samping jendela, mas Sigit di tengah dan Pak Edy di pinggir koridor. Sementara itu, Pak Suryandaru duduk di bangku seberang bersama tourist dari Korea. Dari posisi tempat duduk tersebut, aku bisa menangkap bahwa Mas Sigit berada di antara aku dan Pak Edy demi membantu kami sekaligus jaga-jaga jika ada sesuatu yang membahayakan keselamatan. Selain itu, Pak Suryandaru tak diposisikan bersama aku dan Pak Edy karena kalau tidak salah penyandang disabilitas tidak diperkenankan duduk dalam seat yang sama di dalam pesawat demi prosedur keamanan. Betulkah itu? Mohon share informasinya!
Tak lama melakukan perjalanan, kami pun tiba di Bandara yang kalau dipikir-pikir lebih mirip terminal dari pada bandara. Apa mungkin sudah banyak orang Indonesia yang mampu membayar tiket pesawat? Alhamdulillah kalau begitu! Turun dari pesawat, sang pramugari dengan super super super ramah membantu kami menuruni pesawat. Lagi-lagi parfumnya membuatku ‘iri’ sebagai seorang perempuan hehehe. Parfum seharga apakah yang ia gunakan sampai-sampai membuatku terlena??
Yap, lupakan soal parfum sebab telah ada kendaraan bandara yang menunggu! What?? Kendaraan?? Ya, betul sekali. Ternyata kehadiran kami berempat mendapat pelayanan yang cukup memuaskan dimana kami tak perlu berjalan kaki dari pesawat menuju exit door, melainkan telah disediakan sebuah kendaraan. So, kami cukup duduk tenang sampai tiba di exit door!
Beres dengan segala tetek bengek bandara dan pesawat, aku pun berpikir bahwa aku patut bersyukur karena aku tak perlu dimintai surat pernyataan sehat dari dokter oleh pihak bandara sebagai ijin untuk melakukan penerbangan sebagaimana yang heboh mendera disabilitas. Yap, dewasa ini memang marak sekali kasus penolakan pihak maskapai penerbangan perihal disabilitas yang hendak bepergian dengan alat transportasi itu. So far so good! Tak ada pengabaian terhadap kami, melainkan good service lah yang kami terima. Lalu, bagaimana dengan kartuneters?
Selesai dengan bandara, kami melaju menembus kemacetan Kota Jakarta menuju Manhattan dengan menumpang Golden Bird. Sesampainya di Manhattan, kami pun melakukan check in. Ternyata aku mendapat teman sekamar dari Jawa Timur bernama Tantri Maharani. Lajang yang berprofesi sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu SLB di Jatim itu ternyata menjadi salah satu wakil dari Jatim yang dikirim ke Australia. Dalam hati aku berharap dan berdoa semoga dapat menjadi seperti Mbak Tantri yang mendapat kesempatan belajar banyak hal di negeri Kangguru tersebut.
Kenyamanan menginap di hotel bintang lima tentu aku rasakan. Namun tak banyak hal mengenai accesibilitas di Manhattan tersebut yang bisa kubagi disini. Yang jelas, banyak hal khususnya tentang orang-orang hebat yang telah menimba pengetahuan di Australia yang menginspirasiku dengan rencana aksi yang mereka paparkan.
Untuk cerita bepergian naik pesawat volume 1, cukup sampai disitu saja. Namun masih ada volume 2 yang akan kubagi…
Dari pengalamanku bepergian dengan pesawat sekaligus menginap di hotel, aku mendapat tips dari Pak Suryandaru yang disampaikan kepadaku sebelum kami berangkat. Tips-tips tersebut yaitu :
- Ikuti prosedur yang ada selayaknya individu yang akan bepergian dengan pesawat terbang seperti tak membawa benda tajam maupun benda mencurigakan lainnya;
- Usahakan membawa barang seminim dan seefektif mungkin;
- Beri tanda pengenal pada tas yang dibawa seperti pemasangan pita, pin, gantungan kunci atau aksesoris lainnya agar memudahkan petugas maupun kita sendiri dalam mengenali barang bawaan kita;
- Meskipun telah ada pemasangan tanda pengenal, menghafalkan warna, merk, dan detail tas yang dibawa pun perlu dilakukan, jika perlu dokumentasikan tas yang dibawa di HP masinmasing;
- Letakkan surat-surat yang diperlukan pihak bandara seperti KTP dan tiket di tempat yang mudah dijangkau oleh tangan mengingat kondisi kita sebagai Tunanetra yang kerap kesulitan jika harus mencari barang di dalam tas;
- Usahakan memakai celana atau busana yang memiliki kantung agar dapat dijadikan tempat menyimpan tongkat ketika hendak menggunakan kedua tangan untuk hal lain (usahakan jangan letakkan tongkat di dalam tas yang sulit dijangkau karena akan menghambat efisiensi dan efektifitas). Bagi mereka yang terburu-buru bisanya asal mengambil tongkat sehinga memungkinkan adanya barang yang tercecer karena terjatuh dari dalam tas;
- Bagi disabilitas yang tidak membawa pendamping, tidak ada salahnya menghubungi pihak maskapai dan meminta pendampingan dari guard staff;
Nah, begitulah pengalaman dan tips yang bisa kubagi. Bagi kartuneters yang ingin menambahkan atau mengoreksi, sangat ditunggu komentarnya!
And…last but not least, just wait for my next experience (volume 2) heheheh! Thank you!
mungkin maksudnya dilarang blak-blakan, tapi isinya blak-blakan abis 😀
oh gitu tho maksudnya hahahah aku baru mudeng. eh tapi lucu juga tuh mas, di cover ditulis dilarang blak-blakan, tapi isinya malah blak-blakan abis wakakkkk
anggap aja seperti *bukan empat mata*
hahahha iya betul…
nanti kl km punya buku sendiri dikasih tanda silang “blak-blakan” ya Ka! wkwkwkwkwkwkwkw! kuren. :p
hahahaha iya teteh. tapi kenapa harus dikasih tanda silang blak-blakan teteh? heheh
good writing! oia, ini saya pindah ke kategori Wisata aja ya. karena berhubungan dengan travelling. anyway, soal parfum pramugari itu. tenang aja, dia pakai minyak Wangi masjid yang dijual kalo selesai jum’atan dan mereknya Malaikat Subuh kok 😀
ok mas, gak masalah. Thank you for reading :). oalah, merk nya lucu juga hahahaahahah. kirain merk nya malaikat pencabut nyawa 😀
Wah, keren Ekka! Hehe 😀
Kirain ini cerpen ternyata lebih cenderung ke sharing ya? 😀 hohoho
hi Yo! Wah bahagianya Yohana mampir ke Kartunet :)! Apa lg baca tulisanku hahaha. iya yo, itu bukan cerpen kok, itu sharing aja. oiya yo, km kan punya tulisan bagus-bagus, kalo gak keberatan, posting jg dong di Kartunet sini 🙂