Seseorang mengetuk pintu dan membuyarkan lamunanku. Aku menghela nafas. Tolong jangan Dania lagi, batinku. Kalau sampai Dania yang mengetuk, akan kubiarkan ia di depan pintu sampai ia bosan
Mungkin kevin itu.. Kembaranku?? Lalu ku tertawa terbahak-bahak. Aku belum mengerti, apa maksudnya ini. Tapi ku mengharapkan akhir yang baik. Telepon kembali berdering. Tak ingin sampai telepon
Sebelum aku sadar, dering telepon telah berhenti, dan aku masih tertegun bersama cincin di kedua genggaman tangan. Mencoba mengingat apakah aku pernah menaruh cincin ini. Dania… Nama itu
Dania pun pergi meninggalkanku yang masih diam seribu bahasa karena tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Malam, telah larut. Namun, kata-kata Dania tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.
Ah sudahlah. Sejak kapan aku jadi peduli pada urusan percintaan orang yang baru aku kenal selama dua hari ini? Rasa-rasanya pikiranku mulai tak waras. “Ehm, saya mau ke
Ah tidak … bukan suaraku, hanya mirip saja. “Selamat berbahagia Dania, semoga bung ini ….” Terdengar suara lain dan rekaman itu berakhir. Maksudku, bukan berakhir tapi terputus. Terkesan
Tiba-tiba terdengar suara memekakkan telinga dari seberang sana, yang kudengar juga di dekatku. Ini membingungkan, apa seseorang yang mencari orang bernama kevin dekat dengan posisiku berdiri saat ini?.
Cinta beberapa tahun lalu adalah sesuatu yang riil. Ya, dulu ketika dunia masih berwarna. Sekarang kata itu sama gelapnya dengan duniaku. Tentunya kamu tahu pepatah dari mata turun