Tunagrahita Ekspresikan Diri Lewat Lukisan

Surabaya – Seorang tunagrahita memiliki tingkat intelektual di bawah rata-rata orang pada umumnya. Akan tetapi, ia juga manusia biasa yang membutuhkan aktualisasi diri dengan berbagai bentuk. Salah satu media seorang tunagrahita untuk mengekspresikan diri adalah dengan melukis.

“Melukis itu membutuhkan kekuatan untuk memfokuskan diri dalam penuangan ide atau ekspresi apa saja diatas kanvas. Dan bagi mereka yang tunagrahita, melukis itu ekspresi diri sekaligus pengungkapan pengalaman,” ujar Agus ‘Kucink’ Sukamto seniman.

Diatas kanvas, seorang penyandang tunagrahita, memiliki kebebasan sama halnya dengan manusia lainnya, untuk menyampaikan apa saja yang ingin mereka bagi dengan orang lain.

“Pengalaman, cita-cita, atau kenyataan sehari-hari adalah hal-hal yang bisa dituangkan diatas kanvas ketika melukis. Menyenangkan sekali memang. Dan melukis bagi tunagrahita konon adalah bagian dari terapi,” tukas Agus yang pernah menempuh studi eksursi di Paris, Prancis itu.

Lebih dari 30 lukisan karya sejumlah siswa penyandang tunagrahita, di Surabaya, digelar diselasar Balai Budaya, Surabaya. “Bekerjasama dengan Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya,” kata Susilawati petugas pengelola pameran saat ditemui wartawan suarasurabaya.net, Selasa (4/3/2014).

Sebagai perbandingan, melukis juga masih digunakan sebagai metode penangan penyandang tunagrahita di negara maju. Di dekat Kota Adelaide, Australia, ada lembaga berbasis wirausaha sosial bagi penyandang disabilitas intelektual bernama Minda Coorporation. Sebagai bentuk rekreasi dan ekspresi diri, para tunagrahita di Minda juga diajari untuk melukis. Lukisan yang mereka buat memiliki sejuta makna, dan mungkin hanya mereka yang tahu apa maksudnya. Selain itu, lukisan-lukisan tersebut juga dikelola untuk dijual sebagai souvenir bagi pengunjung.

Penangan penyandang disabilitas harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan individu. Tak ada manusia yang punya kedudukan lebih tinggi atau kurang dari yang lainnya. Semua punya potensi, dan perlu dikembangkan berdasar kapasitasnya. Para tunagrahita, meski dengan intelektual yang terbatas, tetap dapat berdaya jika diberikan penangan yang sesuai.(DPM)

sumber: Suara Surabaya

Last Updated on 4 tahun by Redaksi

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

1 komentar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *