SUNYI

Hampir setahun sudah berlalu sejak pecahnya pertempuran separatisme 10 november 1945 di Surabaya. Puluhan ribu pejuang gugur mengorbankan nyawa demi mempertahankan tanah air dari agresi militer Tentara Inggris yang ingin membantu Belanda kembali menguasai Bangsa Indonesia. Surabay a membara hari itu. Tanah memerah basah oleh darah. Asap membumbung. Suara letusan senjata serta ledakan bom terus… Lanjutkan membaca SUNYI

Angka 12

Prolog Sudah cukup lama ia mencoba mengamati situasi di sekitar rumah itu. Ia tak ingin ada lubang sekecil apapun yang dapat merusak keseluruhan rencana yang telah lama disusunnya. Laki-laki itu harus mati! Mati di tangannya sendiri! Dengan sangat tangkas dipanjatnya pagar besi setinggi 2 meter di hadapannya. Hati-hati dilangkahkannya kaki menuju pintu belakang. Di ambilnya… Lanjutkan membaca Angka 12

Mengapa?

Freya Hujan sore itu mengingatkan aku padanya. Kepergiannya dua musim yang lalu masih meninggalkan goresan dalam yang tak kunjung sembuh. *** Sore itu kupandangi pantulan diriku di cermin. Dengan gaun pengantin putih yang sederhana namun elegan. Kebahagiaan di dalam hatiku seolah tak terbendung membayangkan hari esok yang merupakan hari pernikahanku dengan Jason, pria yang luar… Lanjutkan membaca Mengapa?

Kecoa

Sudah beberapa bulan ini, semenjak aku berpindah menempati tempat tinggal baruku, aku berubah menjadi seorang pembunuh berdarah dingin. Tanpa berbelas kasihan, kapan dan di manapun aku melihattnya, insting membunuhku akan terbangun. Dengan kejam aku akan menghabisi ia dan seluruh anggota keluarganya. Dari yang sudah tua renta hingga yang masih bayi sekalipun. Tak ada sedikitpun iba… Lanjutkan membaca Kecoa

Diterbitkan
Dikategorikan dalam KARFIKSI Ditandai

MIMPI BURUK

Aku menahan nafasku yang tersengal-sengal, megap-megap kehabisan udara karena terlalu lama berlari. Paru-paruku terasa sakit. Jantungku berdetak begitu kencang hingga rasanya aku nyaris mendengarnya. Ia tak boleh menemukan tempatku bersembunyi! Aku tak ingin tertangkap! Gemetar kudengar langkah kakinya mendekati tempattku. Susah-payah kuredam suara nafasku yang masih memburu. Lorong itu begitu sepi dan suram dengan mengandalkan… Lanjutkan membaca MIMPI BURUK

Rumah Ibu

Rumah itu tampak suram dan tak terurus. Beberapa bagian dindingnya ditumbuhi lumut dan jamur. Banyaknya pepohonan tua yang tumbuh rimbun di sekitarnya membuat cahaya matahari yang menyinari sekeliling tempat itupun terbatas. Rerumputan serta tumpukan dedaunan berserakan memenuhi hampir seluruh permukaan tanah dan halaman. Kulangkahkan kakiku menaiki satu demi satu undak-undakan menuju beranda rumah itu. Dari… Lanjutkan membaca Rumah Ibu

Terbenam Sebelum Senja

Di beranda rumah mungil itu ia termangu. Terduduk di atas kursi rotan yang mulai lapuk dimakan waktu. Nanar pandangannya menyapu langit sore yang mulai dipenuhi rona jingga. Satu per satu burung-burung pun terbang melintas senja, menuju malam yang kelam pada dahan-dahan cemara tua. Pandangannya jatuh pada sebatang pohon mangga kueni di halaman rumah. Sebatang pohon… Lanjutkan membaca Terbenam Sebelum Senja