Dimas, Segenggam Asa untuk Kartunet

Jakarta, Kartunet.com – Mimpi, harapan, atau cita-cita, tidak akan terwujud tanpa kerja keras dan dukungan dari orang-orang disekeliling. Iwa telah mencetuskan pendirian Kartunet, Aris berperan besar dalam pengembangan teknologi aksesibel, Riqo sempat menjadi disainer web kartunet dengan sisa-sisa penglihatannya serta menciptakan lagu untuk kartunet.com. Namun, semua itu tidak akan berarti tanpa peran satu orang lagi yang kepemimpinannya telah melengkapi perjalanan Kartunet Community Indonesia hingga hari ini.

Dimas Prasetyo Muharam, pendiri kartunet.com yang berusia paling muda. Saat kelas 6 SD, penglihatannya mulai menurun karena terserang virus toxoplasma. Pihak sekolah saat itu tidak mengerti bagaimana memperlakukan siswa dengan keterbatasan penglihatan. Dengan terpaksa Dimas berhenti sekolah. Mengetahui teman-teman seusianya berangkat sekolah, putra pertama dari dua bersaudara itu pun sempat merasa iri. Bagaimanapun, ia ingin melanjutkan sekolah.

Suatu ketika, orang tua Dimas mendengar kabar adanya sebuah yayasan low vision di daerah Poltangan, Jakarta Selatan. Mereka pun mendatangi yayasan tersebut untuk mencari jawaban atas kegundahan yang dirasakan selama ini. Ya, dari yayasan itulah Dimas dan orang tuanya memperoleh informasi bahwa anak dengan keterbatasan penglihatan tetap dapat bersekola. Selain merekomendasikan untuk belajar Braille, yayasan low vision tersebut juga membantu keluarga Dimas dalam memberikan pengarahan kepada pihak sekolah mengenai perlakuan terhadap anak berkebutuhan khusus. Dengan usaha yang telah diupayakan serta kepedulian pihak sekolah, akhirnya setelah setahun berhenti, Dimas pun berhasil melewati EBTANAS -SD.

Memasuki jenjang SMP, Dimas tidak lantas bersekolah di SLB. Meski seorang tunanetra, ia tak gentar bersaing dengan siswa-siswa nondisabilitas di SMP 226 Jakarta. Saat itu SMP 226 belum menjadi sekolah inklusi, sehingga siswa tunanetra seperti Dimas harus berjuang menyesuaikan diri dengan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung. Bukan hal mudah bagi seorang tunanetra berusia 12 tahun untuk mengikuti pelajaran di sekolah umum. Penyampaian pelajaran di sekolah saat itu dengan cara yang belum aksesibel bagi penyandang disabilitas. Walaupun demikian, toh Dimas tetap dapat meraih ranking 10 besar, bahkan sempat meraih ranking pertama.

“Saya sih tipe orang yang tidak terlalu mempermasalahkan suatu hambatan. Kalau pun terjadi hambatan, saya akan selalu mencoba mencari solusinya,” ujar pria 23 tahun itu dengan percaya diri.  Dimas selalu yakin bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Hal itulah yang membuatnya tak kenal kata menyerah untuk melanjutkan kehidupan sebagai tunanetra.

Saat duduk di kelas 2 SMA, Dimas diajak bergabung mendirikan kartunet.com. Di samping persahabatannya dengan Aris dan Riqo, ia menyadari bahwa keterlibatannya di kartunet.com akan memberi peluang lebih banyak untuk belajar. Kesempatan untuk dapat menyalurkan hobi di bidang teknologi dan sastra, membuatnya memutuskan untuk bergabung.

Setiap hal positif yang dilakukan Dimas selalu mendapat dukungan dari keluarga. Tidak heran, jika ia aktif mengikuti berbagai organisasi. Selain mengurus Kartunet Community Indonesia, mahasiswa jurusan Sastra Inggris yang akan segera diwisuda bulan Februari ini juga sempat aktif di BEM Universitas Indonesia. Komunitas lain yang diikutinya, seperti Young Change Maker 2011, serta Garuda Youth Community, sebuah komunitas pemberdayaan anak muda.

“Saya ingin menjadi seorang yang bermanfaat bagi orang lain.” Demikian Dimas mengungkap alasan keterlibatannya dalam berbagai organisasi. Dimas ingin memiliki banyak pengalaman dan kenalan lewat organisaasi-organisasi yang diikutinya. Ia selalu berusaha memberikan kesan yang baik bagi setiap orang di sekelilingnya, agar mereka pun dapat menilai penyandang disabilitas dari segi positif. Dimas juga berharap keterlibatannya di berbagai organisasi akan berpengaruh positif bagi teman-teman penyandang disabilitas lain.

Terpilih menjadi Presiden Kartunet Community Indonesia periode 2011-2013 membuat Dimas mengupayakan lebih banyak hal untuk kemajuan Kartunet. Ia mencoba menata kembali struktur organisasi Kartunet agar lebih terarah serta memiliki program-program kerja yang lebih jelas. Ia mengumpulkan teman-teman lain baik dari disabilitas maupun nondisabilitas yang sekiranya berpotensi dan memiliki visi yang sama untuk dapat membantu perkembangan Kartunet. Selain itu, Dimas juga mencoba memberikan peluang bagi siapa saja, bukan hanya penyandang disabilitas, untuk menjadikan Kartunet sebagai wadah pengembangan minat dan bakat seperti dalam bidang kepenulisan, teknologi, musik, dan sebagainya. Dimas ingin Kartunet tak hanya menjadi ajang eksistensi semata, tetapi juga menjadi sebuah komunitas yang kompetitif dan prestatif.

Perjuangan dalam mengelola komunitas pengembangan potensi penyandang disabilitas seperti Kartunet tidaklah semudah organisasi lainnya. Ketika mengajak seseorang untuk bergabung, sering kali mereka belum siap berkompetisi sehingga masih perlu memperoleh pembinaan. Di samping itu, hambatan tersulit adalah mengubah pola pikir sebagian besar penyandang disabilitas yang masih cenderung kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka.

Seperti ketiga pendiri Kartunet yang lain, Dimas pun memiliki segenggam harapan demi perkembangan Kartunet di masa mendatang. Dimas ingin agar Kartunet benar-benar dapat mewujudkan visi menciptakan masyarakat inklusi. Ia ingin Kartunet dapat menjadi wadah bagi siapa saja untuk mengembangkan minat dan bakat. Semoga dengan kehadiran Kartunet Community Indonesia, kelak akan terlahir novelis, script writer, penyiar radio, wirausahawan, penata musik, serta sejumlah profesi lain yang berasal dari kalangan disabilitas. Masih banyak hal yang harus diperjuangkan. Oleh karena itu, dengan dukungan semua pihak, mudah-mudahan Kartunet dapat terus eksis dan melahirkan generasi-generasi baru yang semakin berkualitas di masyarakat. (RR)
Editor: Herisma Yanti

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

Oleh Ramadhani Ray

Literature lover, disability issues campaigner, Interest to learn something new through reading, training, and traveling.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *